PIUTANG DAGANG MAKALAH AKUNTANSI KEUANGAN
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penjualan barang atau jasa adalah sumber pendapatan perusahaan. Dalam
melaksanakan penjualan kepada para konsumen, perusahaan dapat melakukannya secara tunai atau secara kredit. Sudah pasti perusahaan akan lebih menyukai jika transaksi penjualan dapat dilakukan secara tunai, karena perusahaan akan segera menerima kas dan kas tersebut dapat segera digunakan kembali untuk mendatangkan pendapatan selanjutnya. Di pihak lain para konsumen umumnya lebih menyukai bila perusahaan dapat melakukan penjualan secara kredit, karena pembayaran dapat ditunda. Dalam kenyataannya, penjualan kredit menimbulkan adanya piutang atau tagihan. Transaksi kredit paling sedikit melibatkan dua pihak kreditur (pihak yang menjual barang atau jasa dan memperoleh piutang) dan debitur (pihak yang melakukan pembelian dan berutang). Piutang dalam suatu lingkup usaha merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Piutang terjadi sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Pemberian jangka waktu kepada pelanggan untuk melunasi kewajibannya merupakan kebijakan tersendiri dari setiap perusahaan. Pemberian kelonggaran pembayaran kewajiban kepada pelanggan ini dapat menguntungkan
dan
merugikan
perusahaan.
Pemberian
piutang
akan
meningkatkan aktivitas dalam suatu perusahaan karena pelanggan diberikan kemudahan atau keringanan dalam membayar kewajibannya kendati sudah mendapatkan barang atau sudah menikmati jasanya. Pemberian piutang ini bisa juga semakin memperbanyak cakupan bisnis suatu perusahaan. Namun disisi lain piutang dapat menimbulakam kerugian. Hal ini berkaitan dengan ketidakpastian dalam pembayaran piutang. Piutang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena untuk masa kedepan akan ada kemungkinan debitur tidak sanggup membayar kewajibannya. Oleh karena itu dalam memberikan piutang kepada pelanggan perusahaan juga harus mempunyai bebarapa pertimbangan tersendiri. Selain itu perusahaan
juga harus mempertimbangkan untuk membuat penyisihan jika terjadi kemungkinan debitur tidak sanggup untuk membayar utangnya. B.
Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan piutang dagang? 2. Apa yang dimaksud dengan penilaian piutang dagang? 3. Apa yang dimaksud dengan pengalihan piutang dagang? 4. Bagaimana penentuan tanggal jatuh tempo piutang dagang? 5. Apa saja resiko kerugian piutang?
C.
Tujuan 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan piutang dagang? 2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penilaian piutang dagang? 3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengalihan piutang dagang? 4. Mengetahui bagaimana penentuan tanggal jatuh tempo piutang dagang? 5. Mengetahui apa saja resiko kerugian piutang?
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Piutang Piutang adalah suatu aktiva yang timbul karena perusahaan menjual
barangnya atau memberikan jasanya kepada para pelanggan dan menerima janji bahwa pelanggan akan memberikan sejumlah uang kepada perusahaan pada suatu waktu dimasa yang akan datang. (Harngren dan Harison,1997 : 42). Piutang timbul karena adanya penjualan secara kredit kepada perusahaan lain.
Piutang
adalah
tuntutan
(claims)
terhadap
pihak
tertentu
yang
penyelesaiannya diharapkan dalam bentuk Kas selama kegiatan normal perusahaan. Klaim timbul karena berbagai sebab. misalnya penjualan secara kredit, pemberian pinjaman kepada karyawan, porsekot dalam kontrak pembelian, porsekot kepada karyawan, dan lain-lain. Tidak semua klaim tersebut di sebut sebagai piutang. Beberapa bentuk klaim antara lain: 1. klaim terhadap kelebihan pembayaran pajak, 2. klaim terhadap perusahaan angkutan atas barang-barang yang rusak atau hilang dalam perjalanan, 3. klaim ganti rugi terhadap perusahaan asuransi, 4. piutang terhadap pemesan saham, 5. piutang penghasilan yaitu penghasilan yang sudah terjadi tetapi belum diterima, 6. bunga yang masih harus diterima, 7. sewa yang masih harus diterima, dan lain-lain. B.
Jenis-Jenis Piutang Pada umumnya piutang di klasifikasikan menjadi piutang dagang/ piutang
usaha, piutang wesel dan piutang lain-lain. 1.
Piutang dagang / piutang usaha Piutang dagang adalah perluasan kredit jangka pendek kepada
pelanggan. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan informal antara
penjual dan pembeli yang didukung oleh dokumen-dokumen perusahaan, seperti faktur pesanan. Biasanya piutang dagang tidak melibatkan bunga, meskipun bunga atau biaya jasa dapat saja ditambahkan bilamana pembayarannya tidak dilakukan dalam periode tertentu (Jay M. Smith dan K. Fred Skousen,1987 : 287). 2.
Piutang wesel Piutang wesel adalah surat berharga yang berisi perintah dari si penarik
(pembuat surat) kepada si wajib bayar (yang berutang) untuk membayar sejumlah uang seperti yang tertera dalam surat tersebut pada waktu yang telah di tentukan di masa yang akan datang. Jangka waktu pada piutang wesel pada umumnya paling sedikit 60 hari. 3.
Piutang lain-lain Piutang lain-lain meliputi piutang non usaha seperti pinjaman kepada
pejabat perusahaan, pinjaman kepada karyawan maupun pinjaman kepada pihak lain yang tidak berkaitan dengan usaha (Slamet Sugiri, 2009 : 43). Piutang lain-lain terdiri atas macam-macam tagihan yang tidak termasuk dalam piutang dagang maupun piutang wesel (Al Haryono Jusup, 2005 : 53). Dalam makalah ini pembahasan masalah hanya akan dibatasi pada lingkup hutang dagang saja. C.
Piutang Dagang Piutang dagang ( Receivables) adalah piutang atau tagihan yang
timbul dari penjualan kredit barang atau jasa dalam suatu perusahaan atau organisasi yang merupakan usaha pokok perusahaan, atau semua pelanggan untuk barang atau layanan jasa yang disampaikan secara kredit. Angka total akan ditampilkan pada neraca sebagai aset. Apabila suatu perusahaan atau organisasi mempunyai hubungan jual beli dengan suatu pihak sehingga terdapat piutang dagang dan utang dagang atau utang lainnya, penulisan dalam neraca tidak boleh dikompensasi, tetapi harus dinyatakan secara terpisah.
Bila piutang timbul dari penjualan asset perusahaan, pemberian pinjaman kepada pihak tertentu maka piutang tersebut tidak termasuk golongan piutang dagang tapi dinamakan piutang non dagang. Piutang dagang muncul ketika penjualan terjadi, tetapi perusahaan belum menerima kas. Besarnya piutang dagang tergantung dari penjualan kredit per periode dan lamanya periode pengumpulan piutang. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan atau organisasi mempunyai penjualan rata-rata sebesar Rp 1 juta per hari, kemudian periode pengumpulan piutang adalah 30 hari, piutang dagang perusahaan atau organisasi tersebut saat kondisi sudah mulai stabil adalah Rp 1 juta x 30 hari = Rp 30 juta. Jika kebijakan kredit perusahaan atau organisasi berubah, misalnya tingkat penjualan kredit dikurangi atau periode pengumpulan piutang dipercepat, piutang dagang perusahaan tersebut juga akan berubah. Piutang Dagang ( Receivable) biasanya tidak dinyatakan dalam suatu perjanjian khusus sebagaimana tagihan lainnya. Dengan demikian pelunasan Piutang Dagang ( Receivable) kurang terjamin, juga sukar untuk dipindahkan atau perdijualbelikan. Piutang Dagang ( Receivable) yang diharapkan tertagih dalam jangka waktu satu tahun atau siklus usaha normal diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, akan tetapi kadang-kadang seluruh Piutang Dagang ( Receivable) diklasifikasikan sebagai aktiva lancar tanpa memandang jangka waktu tertagihnya. Dalam kasus demikian jumlah Piutang Dagang ( Receivable) yang jangka waktu penagihannya lebih dari satu tahun atau siklus usaha normal, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Masalah-masalah akuntasi yang bersangkutan dengan piutang dagang meliputi tiga hal, yaitu : 1. Pengakuan piutang dagang 2. Penilaian piutang dagang 3. Pengalihan piutang dagang
Penyajian piutang dalam neraca harus tetap menyajikan jumlah bruto piutang karena piutang yang tak dapat direalisasikan hanya berdasarkan taksiran. (Prinsip Akuntansi Indonesia Pasal 9). Harus dipisahkan secara jelas antara piutang dagang, piutang karyawan dan piutang lainya. Apabila suatu perusahaan mempunyai hubungan jual beli dengan suatu pihak, sehingga terdapat piutang dagang dan juga utang dagang atau utang lainnya, penyajian dalam neraca tidak boleh dikompensasi akan tetapi harus dinyatakan secara terpisah. Dalam sistem akuntansi manual, piutang dicatat oleh bagian khusus yang menangani piutang. Pada sistim akuntansi komputer umumnya pengembang menyerahkan tugas tersebut kepada komputer sehingga bagian piutang cukup melakukan verifikasi untuk menjamin validasi catatan yang dilakukan komputer. Menurut Prinsip Akuntasi Indonesia, piutang dagang harus dicatat dan dilaporkan sebesar nilai kas (neto) yang bisa direalisasi yaitu jumlah kas bersih yang diperkirakan dapat diterima. D.
Penilaian Piutang Dagang Dengan mencatat piutang pada nilai nominalnya (jumlah jatuh tempo),
akuntan menghadapi masalah penyajian laporan keuangan. Pelaporan piutang melibatkan : 1. Klasifikasi 2. Penilaian di neraca 3. Pengalihan Piutang Dagang E.
Pengalihan Piutang Dagang Ada beberapa macam pengalihan piutang dagang, antara lain : 1.
Metode penghapusan langsung. Tidak ada ayat jurnal yang dilakukan sampai suatu perkiraan spesifik
secara pasti telah ditetapkan sebagai tak tertagih. Kemudian kerugian tersebut dicatat dengan mengkredit piutang dagang dan mendebet beban piutang tak tertagih. Metode Penghapusan Langsung mencatat Piutang Tak Tertagih dalam tahun saat ditentukan bahwa suatu piutang tertentu tidak dapat ditagih. Pendukung Metode Penghapusan Langsung menyatakan
bahwa kenyataan bukan estimasi, yang harus dicatat. Metode Penghapusan Langsung secara teoritis mempunyai kekurangan karena biasanya tidak mencocokkan biaya dengan pendapatan periode bersangkutan, ataupun menghasilkan piutang yang ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat direalisasikan di neraca. Akibatnya, penggunaannya tidak dipandang memadai, kecuali bila jumlah yang tak tertagih tidak material. 2.
Metode penyisihan. Suatu estimasi dilakukan untuk perkiraan piutang yang tak tertagih dari
semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi tersebut dimasukkan sebagai beban dan pengurangan tak langsung dalam piutang dagang (melalui suatu kenaikan dalam perkiraan penyisihan) dalam periode saat penjualan tersebut dicatat. Metode Penyisihan mencatat beban atas dasar estimasi dalam periodeakuntansi saat penjualan kredit dilakukan.Pendukung Metode Penyisihan yakin bahwa beban piutang tak tertagih harus dicatat dalam periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan pencocokkan yang tepat atas beban dan pendapatan dan untuk mendapatkan nilai pencatatan yang tepat untuk piutang dagang. Meskipun estimasi digunakan, persentase dari piutang yang tidak akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu, kondisi pasar sekarang dan analisis atas saldo yang beredar. Piutang adalah arus masuk kas prospektif, dan kemungkinan penagihannya harus dipertimbangkan dalam menilai arus masuk ini. Estimasi ini lazimnya dilakukan atas dasar : a. Pendekatan Persentase Penjualan ( Perhitungan Laba Rugi) b. Pendekatan Persentase Piutang (Perhitungan Neraca) F.
Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Piutang Dagang Penentuan tanggal jatuh tempo piutang dagang didasari atas keputusan
atau kesepakatan bersama, tapi biasanya ada disposisi atas piutang dagang. Untuk mempercepat penerimaan kas dari piutang, pemilik dapat mentransfer piutang ke perusahaan lain untuk mendapatkan uang kas.
Alasan untuk mentransfer piutang ke perusahaan lain : 1. Alasan Persaingan. 2. Pemegang dapat menjual piutang karena uang ketat dan akses pada kredit normal tidak tersedia, atau terhambat karena mahal. Setiap usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akan mengandung resiko yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini resiko hanya bisa dikendalikan agar berada dalam batas yang wajar. Resiko yang timbul karena transaksi penjualan secara kredit disebut resiko kerugian piutang. Menurut Siagian Salim berpendapat bahwa : Semakin besar suatu perusahaan semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Dan kalau perusahaan tidak membuat cadangan terhadap kemungkinan kerugian yang timbul karena tidak tertagihnya piutang berarti perusahaan telah memperhitungkan labanya terlalu besar. G.
Resiko Kerugian Piutang Resiko kerugian piutang terdiri dari beberapa macam yaitu : 1. Resiko tidak dibayarnya seluruh tagihan (Piutang) ini terjadi jika jumlah piutang tidak dapat direalisasikan sama sekali. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya karena seleksi yang kurang baik dalam memilih langganan sehingga perusahaan memberikan kredit kepada langganan yang tidak potensial dalam membayar tagihan, juga dapat terjadi adanya stabilitas ekonomi dan kondisi negara yang tidak menentu sehingga piutang tidak dapat dikembalikan. 2. Resiko tidak dibayarnya sebagian piutang, Hal ini akan mengurangi pendapatan perusahaan, bahkan bisa menimbulkan kerugian bila jumlah piutang yang diterima kurang dari harga pokok barang yang dijual secara kredit. 3. Resiko keterlambatan pelunasan piutang, Hal ini akan menimbulkan adanya tambahan dana atau untuk biaya penagihan. Tambahan dana ini akan menimbulkan biaya yang lebih besar apabila harus dibelanjai oleh pinjaman.
4. Resiko tidak tertanamnya modal dalam piutang, Resiko ini terjadi karena adanya tingkat perputaran piutang yang rendah sehingga akan mengakibatkan jumlah modal kerja yang tertanam dalam piutang semkin besar dan hal ini bisa mengakibatkan adanya modal kerja yang tidak produktif.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan Piutang (receivable) adalah tagihan kepada pihak lain (debitur) atau
pelanggan sebagai akibat dari penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang dilakukan secara kredit atau memberikan pinjaman kepada karyawan, member uang muka pada anak perusahaan, atau penjualan aktiva tetap. Atau secara singkat, piutang merupakan tuntutan perusahaan kepada pihak lain, dimana pihak yang dituntut wajib memenuhi kewajibannya sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan menjadi piutang lancar (jangka pendek) dan piutang tidak lancar (jangka panjang). Piutang lancar (current receivable) diharapkan akan tertagih dalam satu tahun atau selama siklus operasi berjalan, tinggal mana yang lebih panjang. Semua piutang lain diklasifikasikan sebagai piutang tidak lancar (noncurrent receivable). Piutang selanjutnya diklasifikasikan dalam neraca, baik sebagai piutang dagang atau piutang nondagang. B.
Saran Sebaiknya kita tidak menganggap bahwa pencatatan dalam akuntansi itu
rumit, tetapi pelajari dulu, maka semua akan terasa terbiasa.
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki, Intermediate ing. edisi ke delapan, BPFE, Yogyakarta : 2004 Hartanto D, Akuntansi Untuk Usahawan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta : 1982 Siagian, Salim, Akuntansi Lanjutan – Edisi Satu, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, Jakarta : 1984 Jay M. Smith dan K. Fred Skousen, Akuntansi Intermediate. Erlangga, Jakarta : 1987 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Diana%20Rahmawati,%20M.Si ./AKT%20PIUTANG.pdf