Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
BAB V ANALISIS LEMAK A. Pre-lab 1. Jelaskan prinsip analisis kadar lemak dengan metode soxhlet! Prinsip dari analisa lemak metode soxhlet ini adalah analisa kadar lemak dengan cara ekstraksi lemak dari bahan pangan dengan menggunakan pelarut organik dan bersifat non polar, sehingga lemak terbawa oleh pelarut. Pelarut non polar yang digunakan adalah Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, heksana, dietil eter, dan lain-lain. Lemak dan pelarut dipisahkan dengan cara menguapkan pelarut sehingga dapat diketahui berat lemaknya. Kadar lemak dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Nielsen, 2008):
lemak =
W 2−W 1 ×100 W sampel
Ekstraksi dengan menggunakan metode sokletasi, yakni sejenis ekstraksi dengan pelarut organic yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjaga jumlah pelarut relative konstan dengan menggunakan alat soklet. Adapun prinsip penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relative sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organic yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan (Arlene, 2013). Lemak yang terekstrasi dalam pelarut akan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu Soxhlet), kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dengan oven 1050C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak karena titik didih lemak lebih tinggi dari 1050C, sehingga menguap dan tinggal dalam wadah. Lemak hasil ekstraksi kemudian ditimbang beratnya lalu dihitung sehingga diperoleh kadar lemak dalam sampel (Arlene, 2013). 2. Mengapa metode soxhlet disebut metode penetapan lemak kasar? Penetapan kadar lemak dengan ektraksi menggunakan pelarut pada bahan merupakan analisa kadar lemak kasar karena tidak hanya lemak saja yang ikut terekstraksi. Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal tersebut disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, tidak hanya lemak saja yang ikut terekstraksi, tetapi juga fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, klorofil, dan pigmen larut lemak lainnya. Komponenkomponen lain yang ikut terekstrak disebabkan pelarut yang digunakan merupakan pelarut lemak (non polar) seperti dietil eter, Petroleum Eter (PE), Petroleum benzena, dan heksana yang tidak dapat memisahkan lemak dengan komponen lain yang masih berikatan dengan lemak (Ketaren, 2006). Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane,
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Benzene, Chloroform, petroleum eter . (Ketaren, 2006). 3. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan kadar lemak metode soxhlet! Menurut Nielsen (2008) yang mempengaruhi kadar lemak metode sozhlet adalah : - Jenis pelarut Jenis pelarutnya harus bersifat non polar karena pelarut akan melarutkan atau mengekstraksi lemak pada metode soxhlet. Sifat non polar yang sesuai dengan minyak maka akan mengekstraksi lemak secara optimum pada metode soxhlet. - Proses pengeringan sampel di oven Apabila masih terdapat air pada sampel, maka saat ekstraksi pada soxhlet air yang bersifat polar akan mengganggu ekstraksi lemak karena lemak dan pelarut yang digunakan bersifat non polar. - Keberadaan senyawa lain yang ikut terlarut - Ukuran partikel sampel Pada metode soxhlet diperlukan penghancuran sampel untuk memperluas permukaan agar sampel dapat berkontak langsung dengan baik oleh solvent dan kandungan lemak dapat terekstraksi secara optimal. - Kadar air Karena metode soxhlet tidak cocok untuk sampel yang berkadar air tinggi, sehingga diperlukan pengeringan yang relatif lama agar kadar air pada sampel tidak mengganggu ekstraksi lemak. 4. Sebutkan kelebihan dan kelemahan ekstraksi lemak menggunakan metode soxhlet! Kelebihan metoda soxhlet lebih efisien, karena (Apriyantono, 2009) : - Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali - Waktu yang digunakan lebih efisien - Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi - Jumlah sampel yang diperlukan sedikit - Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang Adapun kelemahan metode soxhlet yaitu (Apriyantono, 2009) : - Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan-bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian - Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian - Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap 5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bilangan peroksida! Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah (Ketaren, 2006). Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik (Sudarmadji, 2010). 6. Jelaskan prinsip pengukuran bilangan peroksida yang menggunakan metode titrasi! Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Prinsip metode ini yaitu minyak dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glacial-kloroform (3:2) yang kemudian ditambahkan KI. Dalam campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam dengan peroksida yang akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Panagan, 2010). Angka peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram lemak. Peroksida merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak (Panagan, 2010). 7. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran bilangan peroksida! Menurut Nielsen (2008) yang mempengaruhi bilangan peroksida adalah : - Jumlah pengulangan penggorengan. Semakin banyak suatu minyak digunakan
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
-
-
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
untuk penggorengan, maka asam lemaknya juga akan semakin teroksidasi dan menyebabkan kandungan peroksidanya semakin banyak Suhu penggorengan Adanya oksigen dalam sampel akan menyebabkan kemungkinan asam lemak teroksidasi semakin besar, sehingga akan semakin banyak peroksida dalam sampel tersebut Ketidakjenuhan asam lemak pada minyak Adanya antioksidan
8. Apa yang dimaksud dengan asam lemak bebas? Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid (FFA) adalah asam yang di bebaskan pada hidrolisa dari lemak. Terdapat berbagai macam lemak, tetapi untuk perhitungan, kadar ALB minyak sawit dianggap sebagai Asam Palmitat. Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kerusakan minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi, yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak, biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya asamasam lemak disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asamasam lemak bebas. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 2006). Minyak goreng memiliki kandungan asam lemak bebas yang berbeda beda. Hal ini dapat terjadi karena proses dari pembuatan masing-masing minyak tidaklah sama. Sebagai indikator besar kecilnya kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak adalah berdasarkan jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi. Sebelum memasuki proses titrasi, minyak dicampur terlebih dahulu dengan etanol netral. Tujuanya adalah agar asam lemak bebas dapat terikat pada etanol sehingga lebih mudah terdeteksi oleh NaOH saat titrasi. Etanol bersifat asam dan NaOH bersifat basa. Penambahan indicator PP adalah untuk mengetahui tingkat equivalensi larutan tersebut atau larutan menjadi netral. Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesat 5% (Panagan, 2010). 9. Jelaskan prinsip penetapan kadar asam lemak bebas metode titrasi? Penentuan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Prinsip dari titrasi asam basa yaitu titrasi asam-basa dalam medium etanol. Sedangkan indikator yang digunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi adalah fenolftalein. Melalui metode ini, jumlah asam lemak bebas dalam suatu sampel ekuivalen dengan jumlah basa (NaOH) yang ditambahkan dalam titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna sampel menjadi warna merah jambu akibat adanya indikator PP tadi (Setiadji, 2007). Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak atau lemak. Hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam sampel semakin tinggi. besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik (Julisti, 2010). 10. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan kadar asam lemak bebas! Menurut Buckle (2007) yang mempengaruhi penetapan kadar asam lemak bebas adalah : - kadar air dalam minyak atau bahan pangan, - frekuensi menggunakan minyak goreng, - kelembaban bahan pangan, - suhu penggorengan, - dan kecepatan perubahan lemak (reaksi oksidasi)
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
B. Diagram Alir 1. Kadar Lemak Metode Soxhlet
Alat dan bahan disiapkan
Labu lemak dikeringkan di oven suhu 105oC, 2 jam
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang hingga konstan (W1)
5 gr sampel dimasukkan selongsong kertas
Dioven selama 1 jam
Diisi labu lemak dan selongsong kertas dengan eter 35 ml
Diekstraksi selama 5 jam
Hasil ekstraksi dipanaskan di oven suhu 105 0C selama 1 jam Ditimbang hingga Didinginkan dalam desikator
konstan (W2)
Hasil
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
2. Bilangan Peroksida Sampel minyak
Ditimbang 10 gr
30 ml pelarut asam asetat glasial Dimasukkan erlenmeyer 250 ml
0.5 ml larutan KI jenuh
Dikocok sampai minyak larut
Dibiarkan 1 menit
Ditambahkan 30 ml aquades
Iodium bebas dari peroksida
Indicator amilum
Dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1 N
Akhir titrasi warna biru menghilang
Diulang untuk blanko tanpa sampel minyak
Hasil
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
3. Kadar Asam Lemak Bebas Sampel
Ditimbang sebanyak 10 gr
50 ml alcohol 95 % 3 tetes indicator PP 1%
Dimasukkan Erlenmeyer 250 ml
Dititrasi dengan KOH 0.05 N
Hasil
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Warna merah jambu permanen
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
C. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Sampel Metode soxhlet : a. Kacang tanah Kacang Tanah mengandung energi sebesar 525 kilokalori, protein 27,9 gram, karbohidrat 17,4 gram, lemak 42,7 gram, kalsium 315 miligram, fosfor 456 miligram, dan zat besi 5,7 miligram. Selain itu di dalam Kacang Tanah juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,44 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kacang Tanah, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 % (Apriyantono, 2009). b. Kacang merah Kacang Merah mengandung energi sebesar 336 kilokalori, protein 23,1 gram, karbohidrat 59,5 gram, lemak 1,7 gram, kalsium 80 miligram, fosfor 400 miligram, dan zat besi 5 miligram. Selain itu di dalam Kacang Merah juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,6 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kacang Merah, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 95 % (Apriyantono, 2009). c. Kedelai Kadar lemak kedelai adalah tertinggi di antara kacang-kacangan, dengan didominasi oleh asam lemak tak jenuhya seperti asam linoleat, asam linolenat, dan asam oleat. Asam linolenat sebesar 53% dari total kandungan asam lemak tak jenuh, tetapi sedikit kandungan asam lemak ω-3 (asam lemak yang baik) (Andarwulan, 2011). d. Alpukat Sekitar 75% dari kalori sebuah alpukat datang dari lemak, yang sebagian besar adalah lemak tak jenuh tunggal. kaya akan vitamin B, serta vitamin E dan vitamin K. Kandungan Lemak Alpukat per 100 g (3.5 oz) adalah sebesar 14,66 g (Tejasari, 2006). e. Kelapa Asam lemak yang terkandung dalam daging buah kelapa mengandung 90% asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tak jenuh. Meskipun tergolong minyak jenuh, minyak kelapa dikategorikan sebagai minyak berantai karbon sedang (medium chain fatty acids, MCFA). Keunggulan asam lemak rantai sedang dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang yaitu asam lemak rantai sedang lebih mudah dicerna dan diserap (Genisa, 2013). f.
Kemiri Kemiri adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kemiri mengandung energi sebesar 636 kilokalori, protein 19 gram, karbohidrat 8 gram, lemak 63 gram, kalsium 80 miligram, fosfor 200 miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Kemiri juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,06 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kemiri, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 % (Arlene, 2013). Metode bilangan peroksida dan ALB: a. Minyak curah Minyak goreng curah adalah minyak kelapa sawit tanpa merek yang hanya mengalami satu kali proses penyaringan. Minyak curah berbeda dengan minyak goreng bermerek lainnya yang mengalami dua kali proses penyaringan. Sehingga dari warnanya minyak curah tampak lebih keruh. Begitu juga kandungan yang terdapat antara minyak curah dan minyak kemasan. Sehingga dari segi kandungan, minyak curah kadar lemaknya lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak kemasan (Darnoko, 2006). b. Minyak bermerk Minyak goreng kemasan umumnya melalui proses produksi lebih lama dibanding minyak curah karena mengalami beberapa kali proses penyaringan. Sehingga roses produksi sedikit banyak mempengaruhi kualitas minyak goreng yang dihasilkan baik secara fisik maupun secara kandungan gizi. Minyak goreng kemasan komposisinya didominasi asam oleat atau omega 9 (Darnoko, 2006). c. Margarine Margarin merupakan pengelmusi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang dari 80% lemak. Umumnya margarin berasal dari lemak hewani dan nabati, sedangkan minyak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai dan minyak biji kapas (Genisa, 2013). 2. Tinjauan reagen Metode soxhlet : a. Petroleum eter Petroleum eter adalah pelarut non polar yang merupakan campuran hidrokarbon cair yang bersifat mudah menguap. Petroleum eter disini akan melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat kurang polar pada selubung sel dan dinding sel seperti lemak-lemak, terpenoid, klorofil dan steroid (Nielsen, 2008). Metode Bilangan peroksida : - Asam asetat glacial Fungsi dari penambahan asam asetat glacial adalah sebagai pemberi suasana asam yang sesuai untuk kalium iodide dan peroksida (Darnoko,2006). -
Kloroform Fungsi dari penambahan kloroform adalah sebagai pelarut. Karena minyak merupakan kelompok yang masuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar misalnya, Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut tersebut karena minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (Panagan, 2010).
-
KI jenuh
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Fungsi dari penambahan KI adalah untuk membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada sampel. Pada tahap ini, terjadi reaksi sebagai berikut (Darnoko, 2006) : R-OOH + 2KI + H2O R-OH + I2 + 2 KOH - Indikator amilum Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Kepekaan warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Penambahan amilum dilakukan saat mendekati titik akhir, yaitu pada saat warna larutan sudah sangat muda yang menunjukkan konsentrasi iod yang sangat rendah. Penambahan amilum cukup ±1ml. Amilum (kanji) bereaksi dengan iod (I2) membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat (biru kehitaman) (Darnoko, 2006). -
Akuades Aquades ini berfungsi sebagai penyedia H+ dan juga pengencer sehingga iodium lebih mudah mengikat pati pada metode bilangan peroksida (Panagan, 2010).
-
Na-tiosulfat Fungsi dari Na-tiosulfat berfungsi sebagai titran karena prinsip dari analisis pada proses titrasi Na-tiosulfat akan bereaksi dengan iodin yang pada mulanya berikatan dengan pati berwarna biru , saat Na-tiosulfat yang ditambahkan dirasa cukup adalah warna bening yang bereaksi dengan I2 bebas (Panagan, 2010).
Metode ALB : a. Etanol 95% Alkohol juga termasuk zat pelarut organik yang sering digunakan untuk melarutkan lemak dalam proses analisa lemak. Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan lemak atau minyak dalam sampel agar dapat bereaksi dengan basa alkali. Karena alkohol yang digunakan adalah untuk melarutkan minyak, sehingga alkohol (etanol) yang digunakan konsentrasinya berada di kisaran 95-96%, karena etanol 95 % merupakan pelarut lemak yang baik (Setiadji, 2007). b. Indikator pp Indikator PP (phenolphtealin) adalah Indikator asam-basa yang digunakan dalam titrasi asidimetri dan alkalimetri. Indikator ini bekerja karena perubahan pH larutan. Indikator ini merupakan senyawa organik yang bersifat asam atau basa, yang dalam daerah pH tertentu akan berubah warnanya. Indikator Phenol phtalein dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan fenol. Trayek pH 8,2 – 10,0 dengan warna asam yang tidak berwarna dan berwarna merah muda dalam larutan basa (Setiadji, 2007). c. KOH Fungsi penambahan KOH adalah untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Sudarmadji, 2010).
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., F.Kusnandar & D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta : Arcon. Apriyantono. 2009. Analisa Bahan Pangan dan Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Arlene, A. 2013. Ekstraksi Kemiri Dengan Metode Soxhlet Dan Karakterisasi Minyak Kemiri. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2. Buckle, K.A. 2007. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Darnoko D. S. 2006. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit Dan Produk Turunannya. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Genisa, Jalil. 2013.Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Masagena Press: Makassar. Julisti, Bertha. 2010. Perhitungan Penyabunan dan Asam Lemak Bebas (FFA). Jakarta: Penebar Swadaya. Ketaren, S. 2006. Pengantar Teknologi dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI Press. Nielsen, S. S. 2008. Food Analysis Second Edition. Indiana: Aspen Publishers, Inc. Panagan, Almunady.T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (allium ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Goreng Curah. Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Juni 2010 (C) 10-06-05. Setiadji. 2007. Kimia Oraganik. Jember : FTP UNEJ. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogakarta: Liberty. Tejasari. 2006. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
REVISI DIAGRAM ALIR 1. Kadar Lemak Metode Soxhlet
Labu Lemak Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Labu lemak dikeringkan di oven dengan suhu 1050C selama 2 jam
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga konstan
Diambil 5 gram sampel dan dimasukkan selongsong kertas
Dioven selama 1 jam
Diikat dan dimasukkan ke dalam thimble 40 ml Petrolium Eter Diekstraksi 5 jam Dipanaskan di oven pada suhu 1050C selama 1 jam
Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot konstan
Dihitung % Kadar Lemak Hasil
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
2. Bilangan Peroksida
Sampel minyak
Ditimbang 10 gr
Dimasukkan erlenmeyer 250 ml 30 ml pelarut asam asetat glasial;kloroform (3:2) Dikocok sampai minyak larut 0.5 ml larutan KI jenuh Dibiarkan 1 menit sambil dikocok Ditambahkan 30 ml aquades 15 tetes indikator amilum Dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1
Dititrasi sampai warna biru menghilang
Diulang untuk blanko tanpa sampel minyak
Dihitung bilangan peroksida Hasil
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
3. Kadar Asam Lemak Bebas
Sampel Minyak
Ditimbang sebanyak 10 gr
Dimasukkan Erlenmeyer 250 ml
50 ml ethanol 95 % 3 tetes indicator PP 1%
Dititrasi dengan KOH 0.05 N sampai terbentuk warna merah jambu permanen
Dihitung % kadar asam lemak bebas Hasil
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok D. Hasil dan Pembahasan 1. Kadar Lemak Metode Soxhlet No. Nama sampel Berat sampel
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Berat sampel+labu
Berat labu
Berat lemak (gram)
% lemak
1.
Kacang Tanah
5,0093
49,4493
48,8471
0,6022
12,03
2.
Kacang Merah
5,0053
45,7305
47,1036
-1,3731
-27,43
3.
Kedelai
5,0057
45,4945
45,8870
0,3925
-7,84
Perhitungan :
kadar lemak =
W 2−W 1 ×100 W sampel
1. Sampel kacang tanah
kadar lemak =
49,4493−48,8471 ×100 5,0039
¿ 12,03 2. Sampel kacang merah
kadar lemak =
45,7305−47,1036 ×100 5,0053
¿−27,43 3. Sampel kedelai
kadar lemak =
45,4945−45,8870 ×100 5,0057
¿−7,84 1. Pembahasan Prinsip dari analisa lemak metode soxhlet ini adalah analisa kadar lemak dengan cara ekstraksi lemak dari bahan pangan dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat nonpolar sehingga lemak terbawa oleh pelarut. Lemak dan pelarut dipisahkan dengan cara menguapkan pelarut sehingga dapat diketahui berat lemaknya. Kadar lemak dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
lemak =
W 2−W 1 ×100 W sampel
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisa pada ekstraksi lemak dengan metode soxhlet ini antara lain Jenis pelarut yaitu pelarutnya harus bersifat non polar karena pelarut akan melarutkan atau mengekstraksi lemak pada metode soxhlet. Sifat non polar yang sesuai dengan minyak maka akan mengekstraksi lemak secara optimum pada metode soxhlet. Lalu proses pengeringan sampel di oven, apabila masih terdapat air pada sampel, maka saat ekstraksi pada soxhlet air yang bersifat polar akan mengganggu ekstraksi lemak karena lemak dan pelarut yang digunakan bersifat non polar. Kemudian keberadaan senyawa lain yang ikut terlarut, ukuran partikel sampel yaitu pada metode soxhlet diperlukan penghancuran sampel untuk memperluas permukaan agar sampel dapat berkontak langsung dengan baik oleh solvent dan kandungan lemak dapat terekstraksi secara optimal. Selain itu juga Kadar air perlu diperhatikan pula karena metode soxhlet tidak cocok untuk sampel yang berkadar air tinggi, sehingga diperlukan pengeringan yang relatif lama agar kadar air pada sampel tidak mengganggu ekstraksi lemak. 2. Analisa Prosedur Tahap pertama dalam melakukan uji analisa kadar lemak menggunakan metode Soxhlet ini adalah menyiapkan alat dan juga bahan-bahan yang dibutuhkan. Alat dan bahan tersebut meliputi seperangkat soxhlet beserta kondensor dan labu lemak, timbangan analitik, kapas, oven, desikator, selongsong kertas, dan pelarut petroleum eter. Analisa kadar lemak ini dilakukan pada 3 jenis sampel yang berbeda yaitu kacang tanah, kacang merah, dan kedelai. Setelah alat dan bahan disiapkan, maka tahapan selanjutnya adalah tahap preparasi sampel yang dilakukan dengan menghancurkan sampel kacang tanah, kacang merah dan kedelai secara terpisah menggunakan mortar. Fungsi dari penghancuran sampel ini adalah untuk memperkecil partikel dan memperbesar luas permukaan dari sampel, karena kandungan lemak pada bahan pangan kebanyakan berada didalam partikel sehingga apabila sampel dihancurkan maka akan mudah keluar dan dianalisa. Kemudian labu lemak dikeringkan dengan oven suhu 1050C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Selanjutnya ditimbang sampel sebanyak 5 gram dalam wadah gelas arloji menggunakan timbangan analitik yang memiliki ketelitian 4 angka dibelakang koma. Setelah masing-masing sampel ditimbang, lalu sampel di oven atau dikeringkan selama 1 jam. Lalu kemudian sampel bungkus menggunakan kertas saring dan dibuat thimble. Fungsi pembungkusan sampel ini adalah untuk mendapatkan hasil ekstrak lemak yang diinginkan secara optimum, dan agar padatan dapat terpisah sehingga yang didapatkan adalah murni ekstrak lemak dari sampel. Setelah itu diikatkan dengan tali atau benang yang telah dilabeli sesuai nama sampel, hal ini bertujuan untuk memudahkan pengamatan. Kemudian sampel dimasukkan kedalam tabung destilasi yang dirangkaikan dengan labu soxhlet. Sebelum itu labu soxhlet yang sedikit basah perlu dikeringkan terlebih dahulu dengan memasukkan dalam oven selama kurang lebih 15 menit. Setelah sampel dalam tabung destilasi dirangkai dengan labu soxhlet, ditambahkan pelarut PE (Petroleum Eter) sebanyak 40 ml yang diukur dengan gelas ukur dimasukkan ke dalam labu soxhlet melalui tabung destilasi sehingga pelarut akan turun ke labu soxhlet. PE dipilih karena mudah didapatkan daripada pelarut organik yang lain, selektif melarutkan lemak tiggi, dan relatif terjangkau, titik didih lebih rendah dari pelarut lain, serta mudah menguap pada suhu 60-800C. Setelah pelarut dimasukkan ke dalam labu soxhlet, sampel tersebut di refluks selama 5 jam. Kemudian hasil refluks berupa lemak yang bercampur dengan pelarut di uapkan sisa pelarutnya ke dalam oven dengan suhu 105 0C selama 1 jam. Fungsi dari pengovenan yang kedua ini adalah untuk menghilangkan sisa pelarut yang mungkin
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
masih tertinggal didalam labu lemak. Setelah 1 jam berlangsung, sampel dikeluarkan dan kemudian di dinginkan kedalam desikator menggunakan alas cawan petri. Tahapan selanjutnya yaitu menimbang labu lemak. Jadi berat lemak dapat diketahui dengan mengurangi berat labu lemak dengan berat labu lemak awal. Terakhir yaitu menghitung persentase kadar lemak yang terdapat dalam masing-masing sampel dengan menggunakan rumus. 3. Perbandingan Hasil Praktikum dengan Literatur Pada praktikum analisa lemak metode soxhlet ini menggunakan tiga sampel yaitu kacang tanah, kacang merah, dan kedelai. Berat sampel kacang tanah yang digunakan yaitu 5,0039 gram dengan berat labu lemak awal (W1) yaitu 48,8471 gram, kemudian berat lemak akhir (W2) adalah 49,4493 gram. Sehingga ketika dihitung menggunakan rumus, maka diketahui bahwa persentase lemak yang terdapat dalam sampel kacang tanah yaitu sebesar 12,03%. Jika dibandingkan dengan data literatur kadar lemak kacang tanah secara keseluruhan yaitu mencapai 43 gram per 100 gram. Kacang tanah kaya akan asam lemak tidak jenuh yang dapat menurunkan kolesterol darah (Astawan, 2009). Menurut literatur lain, minyak merupakan campuran ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang yang sering disebut trigliserida. Trigliserida terbentuk dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Minyak kacang tanah mengandung 76 – 82% asam lemak tak jenuh yang terdiri dari 40 – 45% asam oleat dan 30 – 45% asam linoleat. Asam lemak jenuh sebagian besar terdiri dari asam palmitat, sedangkan kadar asam miristat sekitar 5%. Kandungan minyak yang terdapat di dalam kacang tanah cukup tinggi yaitu berkisar antara 40 – 50% (Ganjar, 2009). Sehingga dapat disimpulkan bahwa, lemak kacang tanah yang diuji lebih kecil dari literatur yang didapat. Hal ini mungkin saja terjadi karena jenis pelarut yang digunakan dalam pengujian memiliki perbedaan dengan literatur, proses penyaringan sampel yang kurang baik, jenis varietas kecang tanah yang digunakan berbeda dengan literature atau bisa saja karena kadar air sampel kacang tanah ini masih terlalu banyak (Suter, 2008). Selain itu, pada dasarnya metode soxhlet merupakan metode kasar, jadi wajar saja jika hasil yang diperoleh berbeda. Sampel yang kedua yaitu sampel kacang merah. Berat sampel kacang merah yang diuji yaitu 5,0053 gram dengan berat labu lemak awal (W1) yaitu 47,1036 gram, kemudian berat lemak akhir (W2) adalah 45,7305 gram. Sehingga ketika dihitung menggunakan rumus, maka diketahui bahwa persentase lemak yang terdapat dalam kacang merah yaitu sebesar -27,43%. Menurut literatur, kadar lemak pada kacang merah relatif rendah yaitu sebesar 1,5 gram per 100 gram. Adapun komponen lemak dari kacang merah terdiri atas asam lemak jenuh 19% dan asam lemak tidak jenuh 63,3%. Sebagian besar asam lemak jenuh berbentuk asam lemak palmitat sedangkan asam lemak tidak jenuhnya berbentuk asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat (Astawan, 2009). Dari data hasil praktikum, kadar lemak dalam kacang merah sebesar -27,43 % yang menunjukkan angka jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kedelai yang digunakan. Kedelai memiliki beberapa varietas, dan sertiap varietas dari kedelai tersebut memiliki kadar lemak yang berbeda (Suter, 2008). Bisa juga dikarenakan kesalahan negatif pada saat menimbang sampel pada timbangan analitik. Peletakan sampel yang kurang tepat pada timbangan analitik juga mempengaruhi hasil. Misalnya sampel kurang ke tengah sehinga hasil yang didapatkan tidak akurat bahkan hasilnya negatif. Bisa juga karena timbangan yang digunakan kurang baik atau bermasalah sehingga hasilnya kurang maksimal. Sampel yang terakhir diuji adalah kedelai. Berat sampel kedelai yang digunakan 5,0057 gram, berat labu lemak awal (W1) yaitu 45,8870 gram, kemudian berat lemak akhir (W2) yaitu 45,4945 gram. Sehingga ketika menghitung mencari persentase kadar lemak dengan menggunakan rumus, didapatkan sebesar -7,84%. Menurut literatur,
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
kadar lemak pada kedelai yaitu sebesar 16,7 gram per 100 gram (Astawan, 2009). Dari data hasil praktikum, kadar lemak dalam kedelai sebesar -7,84 % yang menunjukkan angka jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan literatur. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kedelai yang digunakan. Kedelai memiliki beberapa varietas, dan sertiap varietas dari kedelai tersebut memiliki kadar lemak yang berbeda (Suter, 2008). Bisa juga dikarenakan kesalahan negatif pada saat menimbang sampel pada timbangan analitik. Peletakan sampel yang kurang tepat pada timbangan analitik juga mempengaruhi hasil. Misalnya sampel kurang ke tengah sehinga hasil yang didapatkan tidak akurat bahkan hasilnya negatif. Bisa juga karena timbangan yang digunakan kurang baik atau bermasalah sehingga hasilnya kurang maksimal.
4. Pertanyaan a. Apa yang terjadi jika pemanasan dalam oven dilakukan terlalu lama setelah ekstraksi lemak metode soxhlet? Jika pemanasan dalam oven dilakukan terlalu lama setelah ekstraksi lemak metode soxhlet, maka akan mengakibatkan lemak yang terkandung menjadi rusak dan lamanya pengeringan akan berpengaruh terhadap komposisi kandungan lemak. Selain itu bisa juga akan terbentuk keton dan aldehid. b. Kapan ekstraksi lemak metode soxhlet dihentikan? Jelaskan mengapa! Ekstraksi lemak metode soxhlet dihentikan jika pelarut sudah berwarna jernih. Hal ini dikarenakan warna pelarut yang jernih menandakan bahwa sudah tidak ada lagi lemak atau minyak yang terlarut dalam pelarut atau dengan kata lain pada kondisi tersebut semua lemak sudah terekstrak. c. Jenis pelarut apa yang dapat digunakan untuk penentuan kadar lemak metode soxhlet? Jelaskan kelebihan dan kekurangannya! Pelarut yang dapat digunakan untuk penentuan kadar lemak metode soxhlet adalah pelarut nonpolar seperti dietil eter, petrolium benzena, petrolium eter, heksana, benzana, dan aseton. Pada praktikum ini digunakan Petroleum eter sebagai pelarut yang memiliki kelebihan yaitu mempunyai selektifitas yang tinggi sehingga dapat mengekstraksi lemak dengan baik dan kemungkinan kecil terganggu oleh komponen nonpolar lainnya. Selain itu harga pertroleum eter relative murah dan resiko flamablenya rendah, memiliki titik didih rendah yaitu 60-80˚C. Adapun kekurangan dari petroleum eter dan beberapa pelarut yang digunakan dalam ekstraksi lemak metode soxhlet yaitu kurang bisa memisahkan secara spesifik zat yang terlarut. Contohnya lemak yang terekstraksi bukan merupakan lemak murni, melainkan masih ada lemak yang berikatan dengan komponen lain misalnya karbohidrat dan protein (lipoprotein, dll). Selain itu, pelarut heksana itu sendiri memiliki kelebihan diantaranya mudah didapat, harga murah, titik didih relatif rendah, tidak mudah meledak, seletktivitas tinggi, namun kekuranganya adalah mudah terbakar. Sementara kelebihan aseton adalah pelarut yang mudah menguap. Namun aseton memiliki kekurangan yaitu mudah terbakar. d. Apakah semua jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada analisis lemak dengan metode soxhlet? Ya. Semua jenis lipid terdeteksi sebagai lemak pada analisis lemak dengan metode soxhlet, karena pelarut yang ada pada soxhlet ini non polar sehingga mengikat
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
semua jenis lipid yang non polar seperti fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen larut lemak lainnya dan kemudian terbaca sebagai lemak. Selain itu metode soxhlet ini menggunakan metode lemak kasar karena tidak bisa memisahkan lemak yang berikatan dengan komponen lain.
2. BilanganPeroksida No.
Nama sampel
1. 2. 3.
Margarin Minyak curah Minyak merk
Berat sampel 10,0005 10,0075 10,0016
Volume Na2S2O3 (ml) 0,3 0,4 0,65
Bilanganpe roksida 3 4 6,5
Perhitungan :
Rumus Bilangan Peroksida=
1.
Minyak merk Bilangan peroksida=
2.
0,65 x 0,1 x 1000 =6,5 mek /kg 10,0016
Minyak curah Bilangan peroksida=
3.
Vtitrasi × N Na2 S 2O 3 ×1000 berat sampel
0,4 x 0,1 x 1000 =4 mek /kg 10,0075
Margarin Bilangan peroksida=
0,3 ×0,1 ×1000 =3 mek /kg 10,0005
1. Pembahasan Prinsip dari penentuan bilangan peroksida yaitu penentuan bilangan peroksida dengan cara mengukur iod/I2 yang dibebaskan oleh Kalium Iodida. Iod akan dilepaskan oleh KI akibat reaksi oksidasi dari peroksida pada sampel, pada larutan asam asetat glasial:kloroform (3:2). Berikut ini adalah rumus untuk menentukan bilangan peroksida yaitu sebagai berikut:
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Vtitrasi × N Na2 S 2 O 3× 1000 ¿ ¿ meq Bilangan Peroksida =¿ kg
( )
Pada analisa bilangan peroksida pada berbagai sampel minyak ini banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisa diantaranya jumlah pengulangan penggorengan. Semakin banyak suatu minyak digunakan untuk penggorengan, maka asam lemaknya juga akan semakin teroksidasi dan menyebabkan kandungan peroksidanya semakin banyak. Suhu penggorengan, ketidakjenuhan asam lemak pada minyak, adanya antioksidan dan adanya oksigen dalam sampel akan menyebabkan kemungkinan asam lemak teroksidasi semakin besar, sehingga akan semakin banyak peroksida dalam sampel tersebut. 2. Analisa Prosedur Seperti pada percobaan lainnya, tahap pertama yang dilakukan dalam analisa bilangan peroksida ini yaitu menyiapkan alat dan juga bahan yang dibutuhkan. Alatalat yang dibutuhkan antara lain masing-masing 1 buah pipet ukur 1 ml dan 10 ml, gelas ukur, pipet tetes, 4 buah beaker glass 250 ml, 1 buah beaker glass 100ml, 3 buah erlenmeyer 250ml, timbangan analitik, biuret, dan statif. Sedangkan bahan yang dibutuhkan meliputi pelarut asam asetat glasial : kloroform (3:2), kalium iodida jenuh, indikator amilum, aquades serta titer berupa natrium thiosulfat 0,1 N. Analisa bilangan peroksida ini dilakukan pada 3 jenis sampel yang berbeda yaitu minyak merk, minyak curah, dan margarin. Setelah alat dan bahan disiapkan maka tahapan selanjutnya adalah menimbang masing-masing sampel sebanyak 10 gram menggunakan timbangan analitik. Penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik ditujukan agar hasil penimbangan mendapatkan akurasi yang baik. Kemudian masing-masing sampel tersebut dimasukkan ke dalam 3 buah erlenmeyer berbeda yang masing-masing sudah diberi label. Selanjutnya ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial:kloroform (3:2) dan dikocok sampai sampel minyak larut. Asam asetat glasial disini berfungsi untuk menyediakan kondisi pH asam yang sesuai untuk reaksi kalium ioda jenuh dan peroksida. Sementara kloroform berfungsi sebagai pelarut lemak sehingga komponen larut lemak lainnya akan terpisah dari peroksida. Setelah itu ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh yang kemudian akan bereaksi dengan peroksida dimana I2 akan dilepas karena oksidasi dari peroksida. Selanjutnya dikocok selama 1 menit untuk kemudian ditambahkan dengan 30 ml aquades. Aquades ini berfungsi sebagai penyedia H+ dan juga pengencer sehingga iodium lebih mudah mengikat pati. Kemudian ditambahkan 15 tetes indikator amilum yang sebelumnya sudah dipanaskan sampai mendidih agar dapat dipastikan bahwa amilum tersebut telah larut sehingga dapat membebaskan iodin. Apabila indikator tidak dipanaskan terlebih dahulu, amilum dalam indikator akan mengendap sehingga ketika ditambahkan dalam sampel tidak dapat memberikan warna biru yang berarti bahwa larutan tidak dapat berfungsi sebagai indikator karena didalamnya hanya terdapat aquades tanpa indikator yang terlarut. Amilum digunakan sebagai indikator dikarenakan struktur yang dimilikinya dapat memerangkap I2 yang merupakan indikasi banyaknya peroksida dalam sampel.. Tahapan selanjutnya yaitu mentitrasi larutan tersebut dengan titer berupa natrium thiosulfat 0,1 N sampai warna birunya hilang. Dihitung dan dicatat perubahan volume Na-tiosulfat. Selanjutnya tahapan-tahapan serupa diulangi untuk blanko tanpa sampel agar kemudian dapat dihitung miliekuivalen peroksida tiap
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
sampel dengan menggunakan rumus, sehingga diperoleh hasil bilangan peroksida tiap sampel. 3. Perbandingan Hasil Praktikum dengan Literatur Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data bahwa bilangan peroksida yang diperoleh pada sampel minyak merk sebesar 6,5 meq/kg. Sementara menurut literatur angka peroksida maksimal adalah 2 meq/kg (Winarni, 2010). Perbedaan keduanya sangat signifikan, karena kemungkinan kesalahan pada penentuan titik akhir titrasi. Penentuan titik akhir titrasi yang salah akan menyebabkan tingginya volume Na-tiosulfat sehingga bilangan peroksida yang terhitung lebih besar dari literatur. Selain itu ada atau tidaknya zat antioksidan dalam produk minyak juga akan mempengaruhi besarnya bilangan peroksida. Selanjutnya menggunakan sampel minyak curah diketahui bahwa minyak curah memiliki kandungan peroksida sebesar 4 meq/kg. Hasil ini diperoleh dari berat sampel minyak curah 10,0075 gram dengan volume titrasi sebesar 0,4 ml. Menurut (Winarni, 2010) bilangan peroksida dari minyak curah yang masih segar atau belum digunakan untuk menggoreng yaitu sebesar 4,824 meq/kg. Sama halnya dengan minyak merk, minyak curah yang dianalisa menggunakan metode titrasi berbeda hasil dengan data literatur. Bilangan peroksida pada sampel minyak curah yang lebih kecil dibandingkan literatur menunjukkan jumlah peroksida yang kesil sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas dari sampel minyak tersebut masih baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh penyimpanan minyak curah yang baik sehingga kualitas minyak dapat terjaga dan bisa saja sampel minyak curah yang digunakan masih baru. Sampel yang terakhir yaitu sampel margarin yang diketahui memiliki bilangan peroksida sebesar 3 meq/kg. Hasil ini diperoleh dari berat sampel margarin sebesar 10,0016 gram dengan volume titrasi sebesar 0,65 ml. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3541-1994), bilangan peroksida suatu margarin berkisar 1,27-2,02 mek/kg. Perbedaan bilangan peroksida yang ini dapat disebabkan oleh kondisi dan penyimpanan margarin. Lamanya waktu penyimpanan margarin dapat mempengaruhi meningkatkan angka peroksida. Penentuan titik akhir titrasi yang salah, juga akan menyebabkan tingginya volume Na-tiosulfat sehingga bilangan peroksida yang terhitung lebih besar dari literatur. 4. Pertanyaan a. Apa fungsi Na-tiosulfat dalam analisis bilanga peroksida? Fungsi dari Na-tiosulfat adalah sebagai reduktor yang akan bereaksidengan I2 bebas. Dimana prinsip dari titrasi Na-tiosulfat yaitu akan bereaksi dengan iodin yang pada mulanya berikatan dengan pati berwarna biru , saat Na-tiosulfat yang ditambahkan dirasa cukup adalah warna bening yang bereaksi dengan I 2 bebas. Banyaknya Na-tiosulfat merupakan parameter banyaknya I2 yang dilepaskan, dan banyaknya peroksida pada sampel. b. Apa fungsi KI jenuh pada pengukuran bilangan peroksida? KI jenuh berfungsi sebagai larutan yang bereaksi dengan peroksida dan melepaskan I2. Dengan penambahan KI akan membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada sampel. c. Mengapa indikator yang digunakan adalah amilum? Karena pati akan menangkap iodin yang dilepas dari KI jenuh dan membentuk kompleks warna biru. Hal ini sesuai dengan uji pati sebelumnya yaitu apabila suatu pati+ iodium akan menangkap iodin diantara strukturnya sehingga terdapat senyawa warna bitu. Warna ini menjadikan pati sebagai indikator. d. Kapan titrasi sampel dihentikan? Jelaskan mengapa!
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Kompleks warna biru terjadi disebabkan karena adanya iod yang terperangkap dalam amilum. Titrasi dihentikan ketika warna biru hilang karena telah mencapai titik akhir titrasi yang disebabkan iod yang terikat dari pati hilang atau habis. Kemudian pati diikat kembali oleh Na-tiosulfat. 3. Kadar Asam Lemak Bebas Volume NaOH (ml)
No.
Nama sampel
Berat sampel
1.
Minyak curah
10,0083
0,55
2.
Minyak merk
10,0030
0,7
3.
Margarin
10,2695
0,45
Jenis dan BM Asam Lemak Asam lemak tak jenuh 256 Asam lemak tak jenuh 256 Asam lemak tak jenuh 256
Kadar ALB (%) 0,0703
0,0895
0,0560
Perhitungan :
%ALB=
1.
Minyak Merk
%ALB=
2.
0,55 ×0.05 ×256 ×100 =0,0703 10,0083 ×1000
Minyak Curah
%ALB=
3.
Vol KOH × N KOH × BM Asam lemak dominan × 100 berat sampel ×1000
0,7 × 0.05× 256 ×100 =0,0895 10,0030 ×1000
Margarin
%ALB=
0,45 ×0.05 ×256 ×100 =0,0560 10,2695 ×1000
1. Pembahasan Prinsip dari analisa kadar asam lemak bebas yaitu penentuan jumlah asam lemak bebas yang ada pada sampel dengan metode titrasi asam-basa. Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar asam lemak bebas adalah:
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok kadar asam lemak bebas=
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
ml KOH × N × BM Asam Lemak ×100 berat sampel(g) ×1000
Faktor yang mempengaruhi hasil analisa kadar asam lemak bebas diantaranya kadar air bahan pangan, frekuensi menggunakan minyak, kelembaban bahan pangan, suhu penggorengan, dan kecepatan perubahan lemak (reaksi oksidasi). 2. Analisa Prosedur Seperti pada percobaan lainnya, tahap pertama yang dilakukan dalam analisa bilangan peroksida ini yaitu menyiapkan alat dan juga bahan yang dibutuhkan. Alat-alat yang dibutuhkan antara lain masing-masing 1 buah pipet ukur 1 ml dan 10 ml, gelas ukur, pipet tetes, 4 buah beaker glass 250 ml, 1 buah beaker glass 100ml, 3 buah erlenmeyer 250ml, timbangan analitik, biuret, dan statif. Sedangkan bahan yang dibutuhkan meliputi 50 ml alkohol 95 %, 3 tetes indicator PP 1%, dan titer berupa KOH 0,05 N. Analisa kadar asam lemak bebas ini dilakukan pada tiga jenis sampel yang berbeda yaitu minyak merk, minyak curah, dan margarine. Setelah alat dan bahan disiapkan maka tahapan selanjutnya adalah menimbang masing-masing sampel sebanyak 10 gram menggunakan timbangan analitik. Penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik ditujukan agar hasil penimbangan mendapatkan akurasi yang baik. Selanjutnya masing-masing sampel tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer ukuran 250 ml yang sudah dilabeli. Kemudian pada tiap sampel ditambahkan 50 ml etanol 95%. Untuk sampel margarin, etanolnya harus dipanaskan terlebih dahulu. Fungsi pemanasan (refluks) saat percobaan adalah agar reaksi antara alkohol dan minyak tersebut bereaksi dengan cepat, sehingga pada saat titrasi diharapkan alkohol (etanol) larut seutuhnya. Etanol 95% berfungsi sebagai pelarut asam lemak bebas dan menghentikan kerja enzim lipase sebelum titrasi terjadi. Setelah itu sampel ditambah 3 tetes larutan indikator fenolftalein 1%, yang berguna untuk memerangkap I2 selain itu juga untuk indikator perubahan warna, dimana titik akhir titrasi terbentuk warna merah jambu yang tahan selama 30 detik. Tahap selanjutnya yaitu menitrasi sampel dengan larutan KOH 0,05 N sampai terbentuk warna merah jambu yang permanen. Titrasi menggunakan basa kuat KOH agar dapat menetralkan sifat asam dari asam lemak bebas itu sendiri. Setelah titrasi berakhir, hitung kadar asam lemak bebas menggunakan rumus. 3. Perbandingan Hasil Praktikum dengan Literatur Praktikum analisa kadar asam lemak bebas kali ini menggunakan tiga sampel yang sama dengan analisa bilangan peroksida, yaitu minyak merk, minyak curah dan margarin. Pertama yaitu minyak merk yang memiliki asam lemak bebas sebesar 0,0895%. Nilai ini diperoleh dari berat sampel minyak bimoli 10,0030 gram, volume KOH yang digunakan untuk titrasi sebesar 0,7 ml dengan normalitas 0,05 N, serta BM asam lemak dominan yaitu 256. Menurut Wahyuni (2011) suatu minyak memiliki kandungan asam lemak bebas maksimal 0,3%. Hal ini menunjukkan bahwa minyak merk tersebut kandungan kadar asam lemak bebasnya tidak melebihi standart, sehingga dapat dikatakan minyak tersebuut memiliki mutu yang baik. Menurut Parliman (2012) asam lemak bebas sangat berkaitan dengan mutu suatu minyak. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan mutu minyak menjadi rendah. Sampel kedua yang digunakan yaitu minyak curah yang memiliki asam lemak bebas sebesar 0,0703%. Nilai ini diperoleh dari berat sampel minyak curah 10,0083 gram, volume KOH yang digunakan untuk titrasi sebesar 0,55 ml dan diketahui Normalitas 0,05 N, serta BM asam lemak dominan yaitu 256. Berdasarkan literatur, pada umumnya minyak curah yang beredar dipasaran memiliki kadar asam lemak bebas 0,1% (Winarni,
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
2010). Jadi kandungan asam lemak bebas dari sampel minyak curah yang diuji tidak melebihi standar yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 0,0703%. Kandungan asam lemak bebas yang berbeda ini dipengaruhi oleh faktor kecepatan perubahan minyak secara fisika dan kimia. Sampel yang terakhir yaitu margarin yang diketahui memiliki asam lemak bebas sebesar 0,0560 %. Nilai ini diperoleh dari berat sampel mentega 10,2695 gram, volume KOH yang digunakan untuk titrasi 0,45 ml dan diketahui Normalitas 0,05 N, serta BM asam lemak dominan yaitu 256. Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI 01-35411995) menyatakan bahwa kadar asam lemak maksimal margarin adalah 0,30%. Syarat keadaan bau, warna dan rasa dalam keadaan normal asam lemak bebas tidak lebih dari 0,30%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak pada margarin yang diuji tidak melebihi mutu yang telah ditetapkan Standart Nasional Indonesia. 4. Pertanyaan a. Pada analisis asam lemak bebas dengan metode titrasi apakah semua asam lemak bebas terekstrak oleh alkohol? Dalam analisis kadar asam lemak bebas digunakan pelarut alkohol berupa etanol, karena etanol berfungsi untuk melepaskan asam lemak bebas dari sampel sehingga dapat diukur kadar asam lemak bebasnya. Selain itu pelarut etanol dapat menghentikan kerja enzim lipase sebelum titrasi. Jika enzim lipase bekerja selama proses titrasi maka hasil analisa tidak akan optimal. Namun tidak semua asam lemak bebas terekstrak oleh alkohol pada analisis asam lemak bebas metode titrasi karena alkohol (etanol) hanya dapat mengekstrak asam lemak bebas sebesar 95,7% dari asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel. b. Mengapa perlu ditambahkan KOH pada penentuan kadar asam lemak bebas? Ditambahkan KOH pada penentuan kadar asam lemak bebas adalah untuk menetralkan asam dari asam lemak bebas pada sampel. Hal ini didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa. Dimana asam lemak bebas bersifat asam kemudian dititrasi dengan KOH yang merupakan basa kuat dan sebelumnya ditambahkan PP sebagai indikator perubahan warna. c. Mengapa kadar asam lemak bebas didasarkan pada berat molekul asam lemak yang dominan? Karena jika ditambahkan dengan berat molekul asam lemak tak dominan, hasilnya tidak akan begitu mempengaruhi. Selain itu asam lemak tak dominan tidak dapat mewakili keseluruhan asam lemak yang terkandung dalam bahan. Faktor lainnya kemungkinan asam lemak tak dominan kurang bisa mudah dipisahkan dari asam lemak yang dominan. d. Mengapa perlu ditambahkan indikator fenolftalein/PP pada penentuan kadar asam lemak bebas? Karena asam lemak bersifat asam, namun setelah dititrasi dengan menggunakan KOH menjadi basa. Sehingga digunakan indikator PP karena kelebihan PP memiliki spectrum basa yang luas dan merupakan indikator basa yang mana bila berikatan dengan asam akan menghasilkan warna merah muda/pink pada sampel yang dititrasi.
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Kesimpulan Prinsip dari ekstraksi lemak metode soxhlet adalah analisa lemak dengan cara ekstraksi lemak dari bahan pangan dengan menggunakan pelarut organik dan bersifat non polar, sehingga lemak terbawa oleh pelarut dan di pisahkan dengan menguapkan pelarut sehingga lemak terbawa oleh pelarut sehingga diketahui berat lemak. Untuk penentuan bilangan peroksida prinsipnya yaitu penentuan bilangan peroksida dengan cara mengukur iod/I2 yang dibebaskan oleh Kalium Iodida. Iod akan dilepaskan oleh KI akibat reaksi oksidasi dari peroksida pada sampel, pada larutan asam asetat glasial:kloroform (3:2). Sementara prinsip dari analisa kadar asam lemak bebas yaitu penentuan jumlah asam lemak bebas yang ada pada sampel dengan metode titrasi asam-basa. Berdasarkan analisa kadar lemak yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa urutan sampel dengan kadar lemak tertinggi sampai yang paling rendah adalah kacang tanah, kedelai, dan terakhir kacang merah. Untuk urutan bilangan peroksida dari
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
tinggi ke rendah yaitu minyak merk, minyak curah dan terakhir margarin. Sementara sampel yang memiliki kadar asam lemak bebas paling tinggi ke rendah urutannya adalah minyak merk, minyak curah, dan margarin. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi lemak dengan metode soxhlet yaitu jenis pelarut, proses pengeringan sampel, keberadaan senyawa lain yang ikut terlarut, ukuran partikel, dan kadar air. Sementara faktor yang mempengaruhi besar kecilnya bilangan peroksida yaitu jumlah pengulangan penggorengan, suhu penggorengan, jumlah oksigen, ketidak jenuhan asam lemak pada minyak, dan ada tidaknya antioksidan pada sampel. Sedangkan untuk hasil analisa kadar asam lemak bebas itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kadar air dalam minyak atau bahan pangan, frekuensi menggunakan minyak goreng, kelembaban bahan pangan, suhu penggorengan, dan kecepatan perubahan lemak.
Penilaian Komponen Pre-test Aktivitas Hasil dan Pembahasa n
Nilai
Daftar Pustaka Tambahan Astawan, M,. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar Swadaya Ganjar, S. 2009. Ekotoksikologi Teknosfer. Surabaya: Penerbit Guna Widya. Parliman, B. 2012. Minyak Nabati. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Standart Nasional Indonesia. SNI 01-3741-1995 Standart Mutu Margarin
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Suter, I Ketut. 2008. Stabilisasi Bekatul Dalam Upaya Pemanfaatannya Sebagai Pangan Fungsional. Universitas Udayana. Winarni, Dkk. 2010. Penetralan Dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Jurnal Kimia: Vol 8. UNNES.
Lampiran Foto 1. Metode soxhlet
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
2. Metode bilangan peroksida
3. Metode ALB
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7
Nama NIM Kelas/Kelomp ok
Praktikum Biokimia dan Analisis Pangan
: Endah Trinafianita : 145100500111011 : G/G7