BIOGRAFI singkat Ir. SOEKARNO Ir. Soekarno yang akrab dipanggil Bung Karno lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Soekarno Lahir dari pasangan Raden Seokemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno Kecil jarang menghabiskan waktunya bersama kedua orang tuannya. Sewaktu kecil, beliau tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Soekarno bersekolah pertama kali di Tulung Agung, yang kemudian pindah ke Mojokerto mengikuti ayahnya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, Soekarno masuk ke Eerste Inlandse School, sekolah dimana ayahnya bekerja. Pada tahun 1991, Soekarno pindah ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya melanjutkan ke Hoogere Burger School (HBS) di Surabaya. Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan sekolahnya di ELS dan melanjutkan ke HBS Surabaya. Di Surabaya, Soekarno dikenalkan dengan kawan ayahnya, bernama Tjokroaminoto. Tjokroaminoto merupakan pemimpin organisasi Serekat Islam yang merupakan organisasi besar saat. Dari organisasi tersebut, Soekarno juga mengenal tokoh-tokoh penting lain seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (yang sekarang dikenal ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[13] dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Banyak orang yang tidak tahu bahwa Presiden pertama Republik Indonesia, Dr. (HS) Ir. Soekarno, adalah seorang arsitek karena (anggapan itu muncul akibat) saat beliau kuliah di Technische Hoogeschool (sekarang jadi ITB) memang tidak ada jurusan Arsitektur. Bung Karno tercatat sebagai mahasiswa TH, bersamaan dengan detik-detik berarkhirnya kekhalifahan Utsmani di Turki bernomor urut 55 di bidang Ilmu Bangunan, Jalan, dan Air. Meski judulnya lebih ke Teknik Sipil, mata kuliah kesukaan beliau adalah menggambar yang diajarkan oleh C.P. Wolff Schoemaker (arsitek Villa Isola, Observatorium Bosscha, dll) dan lebih senang menyebut dirinya Insinyur-Arsitek. Karier pascakampus Bung Karno diawali dengan membantu proyek BOW (Departement van Burgerlijke Openbare Werken atau Departemen Pekerjaan Umum). Sebenarnya beliau tidak mau ikut proyek tersebut karena itu tandanya dia membantu pemerintah kolonial sekaligus mengkhianati bangsanya, akan tetapi sang gurunda membujuknya sehingga beliau bersedia membantu di satu proyek saja di BOW. Selepasnya, Bung Karno lebih memilih untuk magang di kantor gurunya dan menjadi juru gambar proyek paviliun di Hotel Preanger, Bandung. Karena rasa cintanya pada Tanah Air yang begitu besar, satu-satunya jalan meniti karier bagi Bung Karno hanyalah berwirausaha, yaitu dengan mendirikan biro arsitektur bersama kawannya yang bernama Anwari. Berhubung keduanya memiliki minat di politik juga (Bung Karno mendirikan PNI lalu menjadi ketuanya), biro ini pun terabaikan dan tak bertahan lama tanpa ada prestasi yang berarti. Apalagi setelah itu beliau dijebloskan ke penjara selama setahun (pebisnis yang memiliki catatan hitam tentu dibayangi ketidaklakuan). Belajar dari pengalaman pertama, Soekarno menggandeng adik angkatannya yang tidak aktif di politik untuk mendirikan biro arsitektur yang baru, dialah Roosseno Soerjohadikoesoemo (kelak jadi Profesor di ITB dan menjadi Bapak Beton Indonesia). Biro yang diberi nama Biro Insinyur Soekarno dan Roosseno ini pun sukses menuai karya, meski Soekarno sibuk menulis dan mengurus harian Fikiran Ra’jat, serta menggabungkan diri ke Partindo (Partai Indonesia). Mereka pun berbagi tugas untuk menjalankan bironya, Soekarno lebih kepada desain dan gambar sedangkan Roosseno yang mahir dalam matematika melakukan perhitungan struktur (dan semacamnya). Karya-karya mereka antara lain: Rumah kembar di Jl. Gatot Subroto, Rumah d Jl. Papandayan (kini Toko Roti Red Tulip), Rumah di Jl. Kasim, Rumah di Jl. Palasari, Rumah di Jl. Pasir Koja, Rumah di Jl. Pungkur, Rumah di Jl. Dewi Sartika, dan Rumah di Jl. Kacawetan. Setelah melalui perjalanan hidup dalam pengasingan di Ende-Flores dan Bengkulu (semasa pengasingan beliau tetap mendesain bangunan), Bung Karno pun menetap di Jakarta. Saat mengajukan syarat rumah yang akan beliau tempati di Jakarta, wawasan arsitekturnya muncul sehingga beliau meminta rumah dengan pekarangan yang luas agar dapat menerima rakyat banyak, yaitu: rumah Pegangsaan Timur 56 yang kelak menjadi saksi bisu proklamasi kemerdekaan RI. “Saya tidak yakin di kemudian hari akan menjadi pembangun rumah. Tujuan saya ialah untuk menjadi pembangun sebuah bangsa.” (Ungkapan Hati Soekarno kepada C.P. Wolff Soemaker) Bung Karno telah mengubah Jakarta menjadi setara dengan kota-kota besar dunia. Hasilnya pada tahun 1962 Prof. Rooseno menjadi promotor Bung Karno agar almamaternya mengakui peran rekan kerjanya terdahulu di bidang
keteknikan pada sejumlah proyek raksasa. Atas jasanya itu, Bung Karno memperoleh gelar Doctor Honoris Causa dari ITB. Ada beberapa jasa Soekarno yang dianggap membuat dia layak diberi gelar doctor honoris causa. Gedung Pola, tempat mempertontonkan Cetak Biru Pembangunan Semesta Berencana kepada masyarakat. Garis besar fungsi bangunan itu dirancang oleh Soekarno dan diwujudkan oleh arsitek Friedrich Silaban. kompleks Asian Games, kompleks olahraga terbagus di Asia pada masa itu. Jalan Jakarta – By Masjid Istiqlal Hotel Indonesia di Jakarta, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, Bali Beach Hotel di Pantai Sanur, Bali. Tugu Selamat Datang Monumen Nasional. Untuk menyongsong Asian Games, dibangun kompleks Gelanggang Olahraga Senayan, yang juga dinamakan Gelora Bung Karno. Monumen Pembebasan Irian Barat Patung Dirgantara Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintahArab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haramsecara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957 Gedung Conefo Gedung Sarinah
Setelah sekian lama menderita sakit gagal ginjal dan dikarantina di Wisma Yuso, akhirnya pada hari Minggu, 21 Juni 1970 Presiden Soekarno menghembuskan napas terakhir di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta. Beliau meninggal pada usia 69 tahun dan disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur berdekatan dengan makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari. Sumber : http://rezaprimawanhudrita.wordpress.com/2013/07/14/sang-insinyur-arsitek-bung-karno/ http://www.engineeringtown.com/teenagers/index.php/profil-insinyur/557-ir-soekarno.html http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Jawa-Timur/Tokoh/Soekarno-SangPresiden-dan-Insinyur