MAKALAH SISTEM PENCERNAAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN GASTROENTERITIS (DIARE)
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 1. YUMNI RUMIWANG 2. DWI PURNAWARNI 3. ASRIATUN 4. ARTADRINIA Z. LAELI 5. NI NYOMAN SULASTRI 6. SUHAINI 7. REZA WAHYU ILHAMI 8. HELMIYATI ASRI 9. RONI ANDANI 10. M. MAKSUM
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1 MATARAM 2015 KATA PENGANTAR
i
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Dosen Pembimbing mata kuliah Sistem Pencernaan yang telah menugaskan pembuatan makalah ini dan membimbing penulis dalam menyusun tugas. Penulis sangat berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan penulis tentang Konsep Asuhan Keperawatan Gastroenteritis. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang ikut membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Mataram, September 2015 Penulis
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR...................................................................................ii DAFTAR.......................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1 1.1 Latar belakang...................................................................................1 1.2 Rumusan masalah..............................................................................2 1.3 Tujuan................................................................................................2 1.4 Manfaat penulisan..............................................................................2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................4 2.1 Konsep Dasar Diare...........................................................................4 2.2 Konsep Dasar Diare pada Ibu Hamil...............................................23 2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Diare Pada Ibu Hamil............34 BAB 3 PENUTUP.......................................................................................47 3.1 Simpulan..........................................................................................47 3.2 Saran................................................................................................48 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan menyebabkan banyaknya penyakit infeksi yang berkembang di kalangan masyarakat, salah satunya yaitu diare. Diare saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan, jutaan kasus dilaporkan setiap tahun dan diperkirakan sekitar 4-5 juta orang meninggal karena diare akut. Epidimologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis baik negara yang telah maju ataupun di negara berkembang seperti di Indonesia. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan sosial ekonomi yang tinggi tetapi insiden penyakit diare tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Diare terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan 4% dari semua kematian. Secara umum disebabkan oleh infeksi gastrointestinal dan membunuh sekitar 2,2 juta orang setiap tahun, yang kebanyakan dari mereka adalah anak-anak di negara berkembang (Utari, dkk cit Adnani, 2010). Data WHO menunjukan bahwa dalam setiap tahun rata-rata 100.000 anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Sementara itu, data dari Depkes menunjukan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor 2 pada balita (usia 12 bulan sampai 5 tahun), nomor 3 pada bayi (usia 0 bulan sampai 12 bulan), dan nomor 5 pada semua umur (RSPI-SS cit Adnani, 2010: 26). Diare mempunyai pengertian yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu (Firmanda dkk, 2004: 49). Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya infeksi (bakteri, parasit dan virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain. Menurut world gastroenterology organisation global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi dalam 4 penyebab: bakteri, virus, parasit dan noninfeksi
1
(Setiawan, 2006). Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko tinggi untuk terkena diare yaitu orang yang baru saja berpergian ke negara berkembang, daerah tropis, ibu hamil dan balita, kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair), makanan dalam keadaan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish, terutama yang mentah, restoran dan rumah makan cepat saji, homoseksual, dan pada penggunaan anti mikroba jangka lama di rumah sakit Institusi kejiwaan atau mental (Setiawan, 2006). Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah tentang diare pada ibu hamil. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan Diare pada ibu hamil? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Secara umum mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar teori dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Diare pada ibu hamil. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Konsep Dasar Penyakit Diare. 2. Mahasiswa
mampu
mengetahui
tentang
konsep
Asuhan
Keperawatan Diare pada ibu hamil. 1.4 Manfaat 1. Bagi Institusi Pendidikan Khususnya Untuk Mahasiswa Keperawatan Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan mengenai Konsep Dasar Penyakit dan Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Diare pada ibu hamil. 2.
Bagi Mahasiswa Keperawatan Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa lain dan kepada masyarakat tentang konsep dasar Penyakit dan Konsep Dasar asuhan Keperawatan Diare pada ibu hamil.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Penyakit
3
2.1.1
Definisi Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat) kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 3 kali sehari. Diare dibagi dalam diare akut dan diare kronis (Setiawan, 2006). World Gastroenterologi Organisation Global Guidelines 2005, mendefinisikan diare akut adalah sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, dan berlangsungnya kurang dari 14 hari sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare infeksi adalah bila penyebabnya infeksi, sedangkan diare noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut (Setiawan, 2006). Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, horomonal, atau toksikologik. Diare fungsional apabila tidak ditemukan penyebab organik (Setiawan, 2006). Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai
mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah
cairan,
atau
bertambah
banyaknya
tinja
yang
dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
4
2.1.2
Anatomi dan Fisiologi 1.
Anatomi
Gambar 2.1 : Anatomi sistem pencernaan (Ngastiyah, 2005). 2.
Fisiologi Pencernaan meruupakan suatu proses biokimia di dalam tubuh yang bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat-zat yang mudah diserap mukosa usus, setiap enzim bekerja dan menyaring makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap makanan lainnya misalnya enzim ptialin bekerja atas gula sedangkan pepsin bekerja atas protein. Pada penyakit gastroenteritis bagian yang terserang adalah lambung
dan usus, refleks
buang air besar mulai
dari
pengembangan akut rectum di bawah pusat supra spiral dan
5
kontraksi sigmoid akan meningkatkan tegangan rectum. Bersamaan dengan kontraksi tersebut terjadi relaksasi otot spinter ani eksterna yang akan menyebabkan pengeluaran feces atau tinja. a. Mulut Merupakan bagian awal dari saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang diantara gusi dan gigi dengan bibir dan pipi, serta bagian dalam yang tersiri atas rongga mulut. Pada mulut ini terdapat palatum anterior dan posterior yang terdiri atas membrane mukosa (palatum mole). Rongga mulut dibatasi oleh tulang dan semua gigi dan sebelah belakang bersambungan dengan awal faring. b. Faring Merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di belakang hidung, mulut dan faring, faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar bagian atas, yang berjalan hingga vetebra
servikal
keenam,
kemudian
faring
langsung
berhubungan dengan esophagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih dua puluh sentimeter melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan langsung dengan abdomen dan menyambung dengan lambung. c. Esofagus Merupakan suatu organ berongga dengan panjang 25 cm dengan garis tengah dua sentimeter terletak dibelakang trachea di depan tulang punggung kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan langsung dengan abdomen dan menyambung dengan lambung. Fungsi esophagus menghantarkan makanan dari faring menuju lambung. d. Lambung Terletak miring dari kiri dan kanan melintasi abdomen bagian atas antara hati dan diafragma di atas dan kolon
6
transversum dibawah. Adapun fungsi lambung yaitu sebagai tempat menyimpan makanan. e. Usus halus Berbentuk tabung yang kira-jira sekitar dua, lima meter panjangnya dalam keadaan hidup, terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus besar, usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu deudenum dengan panjang kira-kira dua lima sentimeter, jejunum dengan panjang kira-kira dua meter, dan ileum dengan panjang kira-kira satu meter atau tiga per lima akhir dari usus. Fungsi usus halus adalah sebagai pencernaan dan mengabsorpsi bahan-bahan gizi dan air. f. Kolon asendes Panjangnya 13 cm, terletak di bagian bawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum ke bawah hati. g. Kolon transversum Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hapatika dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis. h. Kolon desendens Panjang kurang lebih 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
i. Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya sepereti huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. j. Rektum
7
Merupakan saluran pencernaan yang terakhir kira-kira 10 cm dari usus besar yang dimulai dari kolon sigmoid dan berakhir pada saluran anal. Di mana semua sisa-sisa makanan dikeluarkan melalui rectum. 2.1.3
Etiologi Diare Penyebab diare dapat dibagi menjadi bebrapa faktor, yaitu : 1. Faktor infeksi a. Infeksi anternal infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. b. Infeksi bakteri sepertivibrio, e. coli, salmonella, shigella. c. Infeksi virussepertienterovirus, adenovirus,rotavirus, astrovirus dan lain-lain d. Infeksi parasit seperticacing, protozoa, jamur. e. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsillitis, bronkopnemonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur 2 tahun. 2. Faktor malabsorpsi a. Malabsorpsi
karbohidrat,
disakarida
(intoleransi
laktosa,
maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi glukosa. b. Malabsorpsi lemak c. Malabsorpsi protein seperti susu. 3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar . (Ngastiyah, 2005). Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu (Depkes RI, 2007) : 1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
8
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam
dibiarkan
dilingkungan
yang
panas,
sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare 3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak. 4. Menggunakan air minum yang tercemar. 5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak. 6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa
tinja
tidak
berbahaya,
padahal
sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Blastsistis
huminis,
Ascaris,
protozoa,
Trichiuris,
Strongyloides,
Entamoeba histolitica, Giardia
labila, Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasad
renik,
ikan,
buah-buahan
dan
sayur-sayuran,
(5)
9
Imunodefisiensi dan (6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004). 2.1.4
Klasifikasi Diare Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu: 1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari), 2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya, 3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus menerus, 4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2.1.5
Manifestasi Klinis Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan
asidosis
metabolik.
Dehidrasi
dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh.
Kehidupan
bayi
jarang
dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15% (Soegijanto, 2002). Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
10
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. 2.1.6
Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2) sekresi cairan dan elektrolit meninggi,disebut diare sekretorik; 3) malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4) Defek sistem pertukaran anion atau transpot elektrolit aktif di enterosit; 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6) gangguan permeabilitas usus; 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi (Setiawan, 2006). Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang dikarenakan oleh obatobatan atau zat kimia yang yang hiperosmotik, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa (Sudoyo, 2006). Diare sekretorik disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Penyebab dari diare ini antara lain karena
11
efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Eschersia colli (Setiawan, 2006). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier hati (Ellen eal,. 2007). Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit; diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA
+
+ + K ATP ase di enterosit dan diabsorbsi Na
dan air yang abnormal (Ellen et al,. 2007). Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Elainetall., 2008). Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Setiawan, 2006). Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan
adanya
kerusakan mukosa
usus
karena
proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorbsi airelektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chron). (Setiawan, 2006). Diare infeksi; infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dilihat dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enteroksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera atau eltor 12
merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium,
ion,
kalium)
dapat dikompensasi oleh meningginya
absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat,
klorida.
kompensasi
ini
dapat
dicapai
dengan
pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus (Setiawan, 2006).
2.1.7
Pathway F malabsorbsi
KH,Lemak,Protein Masuk dan berkembang dlm Meningk. Tek usus osmotik
Toksin tak dapat diserap
Hipersekresi air dan Pergeseran air dan elektrolit elektolit ke rongga usus ( isi rongga usus)
cemas
Hiperperistaltik Menurunya kesempatan usus menyerap makanan
GASTROENTRITIS 13
Distensi abdomen
Frek. BAB meningkat Kehilangan cairan & elektrolit berlebihan
Mual muntah
Gangguan keseimbangan Cairan & elekt
3. Deficit volume cairan 4.
Nafsu makan
Kerusakan integritas kulit
Nutrisi kurang dari kebutuhan
MRS
Hospitalisas i Tindakan Infasif
Nyeri Injuri
Perpisahan
Cemas,Ganggu an Fungsi Peran
Family Centre Problem Lingkungan Kurang Baru Informasi
Cemas
Kurang Pengetah uan
Situasi Krisis
Cemas
Bagan 2.1 5. Web of Caution dari diare, modifikasi Hidayat, 2006; Ngastiyah, 2005 dan Doenges, 2000 2.1.8 Penatalaksanaan 1. Rehidrasi Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan lebih praktis 14
daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain;
pedialit,
oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dan lain-lain. Cairan diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi (Setiawan, 2006). 2. Diet Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntahmuntah hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus (Setiawan, 2006). 3. Obat antidiare. Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala, a) yang paling
efektif
yaitu
difenoksilat-atropin disukai karena
dan
tidak
derivat
opioid
misal
tinkur
opium.
Loperamide
adiktif
dan
memiliki
loperamide, efek
paling samping
paling kecil, Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat
menimbulkan
enselofati
bismuth.
Obat
antimotilitas
penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit, b) obat yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti, c) obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari (Setiawan, 2006). 4. Obat antimikroba. Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis traveler’s
15
diarrhea atau imunosupresif (Setiawan, 2006). 2.1.9 Pencegahan Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara
umum
yakni: pencegahan
tingkat
pertama
(Primary
Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis
dini
serta
pencegahan tingkat ketiga
pengobatan
yang
tepat,
dan
(tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997). 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab
diare
dihilangkan.
Peningkatan
air
bersih
dan
sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. a. Penyediaan air bersih Air
adalah salah satu
kebutuhan pokok
hidup
manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan
kebutuhan
yang
lain,
maka
untuk
keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie, 1984). Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air
16
yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1996). Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar
penyakit,
mencukupi, dirinya
bila
sehingga
jumlah
air
bersih
tidak
orang tidak dapat ihkan
dengan baik, dan air
sebagai sarang hospes
sementara penyakit (Soemirat, 1996). Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984). Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan
air
dalam
wadah
dengan
menggunakan
gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai
resiko
menderita
diare
lebih
kecil
bila
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995). b. Tempat pembuangan tinja Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
17
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983). Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996). Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003). Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluaga
yang
mempergunakan
sungai
sebagai
tempat
pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa. c. Status gizi Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto,
18
1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut
Gibson (1990) metode penilaian
tersebut
adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis. Metodemetode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986). d. Pemberian air susu ibu (ASI) ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
19
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988). e. Kebiasaan mencuci tangan Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia. Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003). Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum
20
merawat anak, anak mempunyai risiko lebih besar terkena diare. Heller (1998) juga mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada anak di Betim-Brazil. Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aulia dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak di tempat terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di jamban. f. Imunisasi Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga
pemberian
imunisasi campak dapat mencegah
terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995). 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
dan
komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah
mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang.
21
Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
Obat
diare
kemoterapeutika
yang
dibagi
menjadi
tiga,
pertama
memberantas penyebab diare seperti
bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik
yang
membantu
menghilangkan
kejang
perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan
obat
yang
disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian
kemoterapeutika
memiliki
efek
samping
dan
sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006). 3. Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat jangan
sampai
ketiga
adalah
penderita
diare
mengalami kecatatan dan kematian akibat
dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan
yaitu
dengan
terus
mengkonsumsi
makanan
bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan. 2.2 Konsep Dasar Diare pada Ibu Hamil 2.2.1 Definisi Diare Gastroentritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feces
22
encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja (Ngastiyah, 2005). Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume cairan, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada neonatus dengan atau tanpa lender dan darah (Hidayat, 2006). Gastroentritis adalah defekasi encer lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa darah dan lender dalam tinja (Mansjoer, 2000). Jadi gastroenteritis adalah suatu keadaan yang tidak normal dengan defekasi encer lebih dari 4 kali sehari baik pada neonates, anak-anak ataupun pada orang dewasa disertai dengan atau tanpa lendir darah. 2.2.2 Etiologi 1. Ibu hamil mengalami ngidam makanan pedas, asam, bahkan beberapa jajanan yang tidak sehat. 2. Mual dan muntah yang dialami ibu hamil menyebabkan hilangnya nafsu makan sehingga lambung sering kosong dan iritasi oleh asam lambung. 3. Kekebalan tubuh berkurang sehingga bakteri, parasit, jamur yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan ataupun udara. 4. Mengalami alergi pada susu atau jenis makanan lainnya. 5. Mengonsumsi obat pencahar untuk mengatasi sembelit. Sedangkan faktor yang menyebabkan diare pada wanita hamil selain akibat pola makan yang tidak sehat juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti berikut: 1. Minum Susu : Minum susu yang berlebihan dan tidak mengandung laktosa atau sedikit mengandung laktosa, maka tubuh akan sulit untuk mencernanya dan mengakibatkan usus tidak dapat beradaptasi yang kemudian menyebabkan diare. 2. Infeksi Bakteri : Tubuh yang terinfeksi oleh bakteri parasit dan virus seperti bakteri E. coli, salmonella, balantadium coli nentamoeba ritavirus dan adenovirus yang terdapat dalam bahan makanan yang dikonsumsi oleh manusia, menyebabkan tubuh akan mengalami diare. 23
3. Konsumsi Obat : Mengonsumsi obat-obatan tertentu seperti obat untuk mengatasi sembelit dan obat penetral asam lambung akan dapat
mengganggu
keseimbangan
usus
yang
akhirnya
menyebabkan diare pada wanita hamil. 4. Perubahan Hormon : Meningkatnya produksi hormon yang pesat saat hamil akan membuat produksi asam lambung menjadi tergangu dan sistem pencernaan tubuh secara keseluruhan yang akan menjadi penyebab diare pada ibu hamil. Selain itu faktor diare pada wanita hamil bisa dipengaruhi karena membesarnya ukuran rahim yang membuat gerakan usus menjadi tersumbat, dan membuat bakteri dapat tumbuh dengan pesat dan akhirnya menyebabkan diare. Selama kehamilan, seorang wanita pada umumnya lebih mungkin mengalami sembelit daripada diare (meskipun banyak perempuan mendapatkan diare pada awal kehamilan). Infeksi yang paling sering menyebabkan diare selama kehamilan biasanya tidak ada ancaman bagi bayi, namun diare yang disertai dehidrasi dapat membahayakan bagi bayi. Untuk mencegah dehidrasi, minum banyak cairan dan menghindari kafein. Seperti halnya dengan wanita yang tidak hamil, ada banyak kemungkinan penyebab diare pada ibu hamil. Mungkin penyebab yang paling umum adalah infeksi dengan virus yang menyebabkan flu perut. Secara teknis, istilah "flu perut" adalah tidak benar. Yang disebut flu perut tidak disebabkan oleh virus influenza, juga tidak menginfeksi lambung. Sebaliknya, virus flu perut menginfeksi usus kecil. Lain yang mungkin menyebabkan diare selama kehamilan meliputi bakteri (misalnya Escherichia coli), parasit (misalnya Giardia), obat-obatan, atau kondisi medis lainnya (seperti sindrom iritasi usus besar atau penyakit Crohn). Kemungkinan penyebab diare selama kehamilan yaitu :
24
1. Beberapa jenis bakteri yang dikonsumsi melalui makanan dan air yang terkontaminasi dapat menyebabkan diare selama kehamilan. 2. Virus seperti Rotavirus, Cyptomegalovirus dapat menyebabkan diare. 3. Parasit: Parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan dan air serta menetap di sistem pencernaan. Beberapa parasit yang menyebabkan diare pada ibu hamil termasuk Giardia lamblia. 4. Obat-obatan seperti obat tekanan darah, antasida yang mengandung magnesium dan antibiotik dapat menyebabkan diare selama kehamilan. 5. Irritable bowel syndrome dan penyakit-penyakit usus seperti penyakit Crohn dapat menyebabkan diare. 6. Diare selama kehamilan dapat disebabkan oleh peningkatan asupan air. Hal ini dapat disebabkan oleh makanan yang tinggi kandungan air, seperti buah-buahan (semangka), sayuran dan air dalam jumlah besar asupan. 7. Penyebab lainnya termasuk laktosa intoleransi, flu perut dan keracunan makanan.
2.2.3 Manifestasi Klinis Beberapa wanita mengalami diare pada akhir kehamilan. Tergantung pada penyebab diare, gejala lain mungkin atau mungkin tidak terjadi dengan hal itu. Gejala lain yang mungkin menyertai diare antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Demam Kulit tidak mengering Denyut nadi masih normal Air seni tidak berwarna keruh Seringnya BAB Terjadi pendarahan pada feses Perut mual dan kram Muntah Nyeri di kepala 25
10. Jantung berdebar kencang 11. Nyeri otot 12. Ibu hamil merasa lelah selama diare Diare pada ibu hamil dapat bertahan 1-10 hari tergantung pada penyebabnya. Hal ini dapat berkisar dari ringan sampai berat jenis diare. Umumnya, wanita hamil lebih mungkin mengalami sembelit dari pada diare karena vitamin prenatal, yang mengandung zat besi yang tinggi yang sering mengikat. Diare selama kehamilan sebaiknya tidak berlangsung lama. Jika itu berlangsung selama lebih dari 2 hari, hubungi dokter segera. Kadang-kadang, diare bisa menjadi indikasi persalinan prematur.
2.2.4 Pathway Ibu Hamil
Faktor infeksi
Faktor malabsorbsi
Perubahan Hormone
Asam lambung
rahim membesar
terganggu gerakan usus tersumbat
Gangguan peristaltik
26
Endotoksin
Tekanan osmotik ↑
Hiperperistaltik Hipoperistaltik
merusak mukosa usus Pergeseran cairan dan elektrolit ke
makanan tidak sempat diserap.
pertumbuhan bakteri
Endotoksin berlebih
Isi lumen usus ↑
hipersekresi cairan dan elektrolit
Rangsangan pengeluaran Hiperperistaltik Diare
Mual,muntah,
dehidrasi,turgor kulit
Anoreksia,BB
oliguri,mulut kerning,
Pusing,keram perut Demam lemah, nyeri perut.
letih.
dan pecah-pecah.
Gangguan keseimbangan nutrisi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Nyeri akut.
Hipertermi.
Intoleransi aktivitas.
2.2.5 Penatalaksanaan 1. 2.
Memperbanyak waktu istirahat. Meningkatkan asupan cairan elektrolit pada tubuh agar terhindar dari dehidrasi. 27
3. 4.
Perbanyak minum air putih atau oralit. Jika masih terjadi diare ringan, maka
usahakan
untuk
memperbanyak mengkonsumsi sup, minuman jahe atau roti 5.
panggang untuk membantu mengatasi diare yang Anda alami. Mengkonsumsi madu karena madu sangat baik untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan juga sangat mudah
6.
dicerna oleh tubuh. Hentikan untuk sementara konsumsi susu dan berbagai produk
7.
olahannya. Hentikan mengonsumsi kubis/kol, roti, pasta, apel, pear, jagung
manis, gandum, kentang, serta makanan olahan. 8. Perbanyak minum air putih matang yang ditambah sedikit madu. 9. Perbanyak konsumsi asam folat dan vitamin B selama sebulan. 10. Hindari atau kurangi konsumsi vitamin D. Diare merupakan proses tubuh dalam mengurangi infeksi. Sebenarnya, proses tersebut tidak perlu dihambat, namun ada beberapa terapi obat yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi gejala diare dan sebaiknya dipilih obat yang bekerja mengatasi diare dengan cara yang benar. Berikut ini adalah beberapa pilihan terapi antidiare yang ada di Indonesia serat tinjauan keamanannya terhadap kondisi kehamilan. Tingkat Keamanan Obat Simptomatik Diare pada Wanita Hamil dan Menyusui : Obat
Loperamide
Keterangan
Faktor Risiko: BM Fetal Risk Summary Tidak ada laporan yang menunjukkan adanya hubungan penggunaan loperamide dengan cacat bawaan. Penelitian yang berkaitan dengan reproduksi pada tikus dan kelinci dengan dosis hingga 30 kali dosis manusia telah menunjukkan bahwa tidak ada bukti pada gangguan kesuburan, teratogenik, atau yang membahayakan janin. Pada studi observasi Medicaid Michigan yang melibatkan 229.101 sampel yang telah menyelesaikan masa kehamilan antara tahun 1985 dan 1992, 108 bayi yang baru lahir telah
28
terpapar dengan loperamide selama 1 trimester (F. Rosa, personal communication, FDA, 1993). Sebanyak enam (5,6%) kelahiran yang diamati mengalami major birth defects (lima yang normal), tiga di antaranya mengalami cacat kardiovaskular (satu yang normal). Tidak ada hal yang tidak normal yang teramati dalam lima kategori cacat lainnya (oral clefts, spina bifida, polydactyly, limb reduction defects, dan hypospadias) pada data spesifik yang tersedia. Jumlah cacat kardiovaskular menunjukkan adanya kemungkinan keterkaitan, namun faktor-faktor lain, termasuk penyakit ibu, bersamaan penggunaan obat-obatan, mungkin terlibat. Breast Feeding Summary Tidak ditemukan adanya laporan yang menunjukkan loperamide ada didalam air susu ibu setelah mengkonsumsi obat. Namun, sebuah studi yang meneliti loperamide oxide, prodrug yang tidak aktif secara farmakologi mengurangi loperamide saat akan melalui saluran pencernaan, selama menyusui. Enam perempuan dalam periode pasca-melahirkan, yang tidak menyusui, diberi dua 4-mg dosis oral loperamide oxide 12 jam secara terpisah. Sampel yang berasal dari plasma dan susu dikumpulkan pada 12 jam setelah dosis pertama, dan 6 dan 24 jam setelah dosis kedua. Sejumlah kecil loperamide oxide diukur dalam beberapa sampel plasma, tetapi rata-rata loperamide oxide pada susu konsentrasinya kurang dari 0,10 ng / mL (batas deteksi) pada setiap waktu pengambilan sampel. Rata-rata konsentrasi loperamide pada susu untuk tiga sampel adalah 0,18, 0,27, dan 0,19 ng / mL, masing-masing, sesuai dengan konsentrasi pada susu: rasio pada masing-masing plasma adalah 0,50, 0,37, dan 0,35. Meskipun jumlah ini sangat kecil, sumber sebelumnya merekomendasikan agar loperamide tidak digunakan pada ibu menyusui karena potensi efek samping pada bayi. Namun, karena tidak adanya efek ini, American Academy of Pediatrics mempertimbangkan loperamide dapat Kaolin / Pektin
digunakan pada saat menyusui. Faktor Risiko: C 29
Fetal Risk Summary Kaolin merupakan hydrated aluminum silicate clay yang digunakan untuk adsorben pada diare, dan pektin merupakan polisakarida yang diperoleh dari jaringan tanaman yang digunakan sebagai agen untuk memperkuat jaringan. Agen ini tidak diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Tidak ada laporan terkait penggunaan campuran kaolin / pektin pada kehamilan dengan hasil yang merugikan pada janin. Terdapat laporan adanya anemia yang kekurangan zat besi dan hipokalemia setelah menggunakan kaolin. Mekanisme ini dianggap baik untuk mengurangi asupan makanan yang mengandung besi atau gangguan pada penyerapan zat besi. Pada manusia, anemia dengan kekurangan zat besi secara signifikan meningkatkan adanya berat badan lahir bayi yang rendah dan kelahiran prematur. Tikus betina yang diberikan diet mengandung 20% kaolin menjadi anemia dan pada anak anjing mengalami penurunan yang signifikan dalam berat badan lahir. Ketika suplemen besi ditambahkan pada diet yang diperkaya kaolin, tidak ada anemia atau pengurangan berat badan lahir. Breast Feeding Summary Selain mengalami anemia pada ibu setelah penggunaan yang lama, campuran kaolin / pektin seharusnya tidak berpengaruh Bismut
pada laktasi. Faktor Risiko: C
subsalisilat
Fetal Risk Summary Bismut subsalisilat (bismuth salisilat) dihidrolisis dalam saluran pencernaan menjadi garam bismut dan sodium salisilat. Sebuah penelitian menunjukkan penyerapan bismut yang minimal (konsentrasi serum tidak spesifik) dari bismut subsalisilat pada 12 subjek sehat didapatkan tingkat puncak serumnya 0,050 μg / mL setelah dosis 216 mg colloidal bismuth subcitrate pada satu pasien. Beberapa absorpsi bismut ada di mukosa lambung normal, tetapi terjadi absorpsi utama dari duodenum. Pada hasil pengamatan penelitian observasi didapatkan bahwa penyerapan bismut hanya terjadi 30
pada gastric antrum, bukan dalam lambung atau duodenum. Meskipun penyerapan garam bismut anorganik diabaikan, dalam sebuah studi dengan pemberiaan bismut tartrat 5 mg / kg / hari, salah satu dari empat anak domba yang lahir mengalami kondisi dimana ekor kambing menjadi kerdil, tak berbulu, dan exophthalmic, dan yang dua mengalami keguguran. Selain itu, pada penelitian case-report, penggunaan antidiare dengan campuran yang mengandung bismut subsalisilat dikaitkan dengan ensefalopati bismut pada orang tua 60 tahun pada penggunaan selama 1 bulan. Ensefalopati didiagnosis dari elektroensefalogram dengan adanya toksisitas bismut dan level bismut darah adalah 72 ng / mL (batas atas normal adalah 5 ng / mL). Tidak ada laporan yang merugikan pada janin setelah menggunakan bismut subsalisilat pada manusia. The Collaborative Perinatal Project mencatat adanya 15 subjek pada kehamilan trimester pertama dengan paparan garam bismut (bismut subgallate N = 13, bismut subcarbonate N = 1, dan milk of bismuth N = 1), tetapi bukan bismut subsalicylate (7, hal. 384-7). Dalam jumlah yang kecil tidak ditemukan bukti yang yang berhubungan dengan kelainan bawaan. Untuk penggunaannya selama kehamilan, 144 pasangan ibuanak yang terkena paparan bismut subgallate dan terdapat 5 anak yang terpapar dari dalam rahim mengalamia inguinal hernia, di sebuah rumah sakit dengan standardized relative risk (SRR). Bagaimanapun hubungan sebab akibat, tidak dapat ditentukan dari data ini. Secara ringkas, garam bismut anorganik, terbentuk dari metabolisme bismut subsalisilat dalam saluran pencernaan, tampaknya sedikit atau tidak ada resiko bagi janin dari dosis terapeutik yang normal, namun data yang tersedia untuk bismut dalam kehamilan masih sedikit dan risiko janin yang sebenarnya tidak dapat ditentukan. Di sisi lain, potensi risiko salisilat pada janin sangat kompleks. Meskipun risiko toksisitas mungkin kecil, secara signifikan pada janin
31
mengakibatkan adanya efek samping setelah terpapar salisilat. Oleh karena itu, penggunaan bismut subsalisilat selama kehamilan harus dibatasi untuk semester pertama kehamilan, dan dalam jumlah yang tidak melebihi dosis yang dianjurkan. Breast Feeding Summary Bismut diekskresi dalam jumlah yang besar dari bismut subsalisilat ke dalam air susu karena absorpsi bismut yang sedikit dalam sirkulasi sistemik. Bagaimanapun, salisilat diekskresi ke dalam air susu dan dieliminasi secara lambat dari air susu daripada plasma dengan rasio air susu:plasma adalah 0.03-0.08 pada 3 jam pertama hinggs 0.34 pada 12 jam kemudian. Karena adanya potensi efek samping pada bayi, American Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa salisilat harus digunakan secara hati-hati pada saat menyusui. Pada review terbaru menyatakan bahwa bismut subsalisilat harus dihindari selama menyusui karena penyerapan salisilat sistemik.
2.2.6 Pencegahan Di bawah ini beberapa hal agar terhindar dari diare : 1. Hentikan konsumsi obat pencahar yang digunakan untuk mengatasi keluhan sembelit (konstipasi). Beberapa ibu hamil akan minum obat pencahar untuk mengatasi sembelit. Namun, cara ini tidaklah baik karena berisiko dapat menyebabkan diare. 2. Berusahalah untuk berdamai dengan segala perubahan yang terjadi selama masa kehamilan agar emosi anda relatif stabil. 3. Hindari mengonsumsi makanan yang belum pernah dikonsumsi sebelumnya, terutama bagi yang berbakat alergi. 4. Biasakan selalu berpola hidup bersih dan sehat : a. Makan makanan yang bersih dan diolah dengan baik. b. Hindari makanan mentah yang kemungkinan mengandung telur cacing ataupun kuman yang berbahaya. c. Jika ingin menyantap lalapan maka sebaiknya rendam terlebih dahulu sayuran dengan air garam agar telur cacing mati. d. Olahraga secara teratur, seperti jalan kaki, berenang, senam, dan lain-lain. 32
5. Minum air putih 8–10 gelas/hari Diare akan menyebabkan tubuh mengeluarkan banyak cairan hingga mengakibatkan dehidrasi. Karena itu, minumlah air putih yang banyak untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang agar terhindar dari rasa lemas akibat dehidrasi. 6. Minum oralit Oralit dapat menyembuhkan diare. Cara membuat oralit adalah dengan mencampurkan 1 liter air matang dengan 1 sdt garam dan 8 sdt gula pasir. Aduk rata, lalu minumlah segera. Oralit ini juga dapat dibeli di apotek dalam bentuk serbuk. 7. Minum jus jambu biji Mengonsumsi jus jambu biji dipercaya dapat mengobati diare. 8. Mengganti produk susu hamil Ketidakcocokan dalam mengonsumsi susu hamil merk tertentu dapat menjadi penyebab terserang diare. Karena itu, segera ganti produk susu yang sedang digunakan dengan produk susu lain. Atau juga bisa mengonsumsi jenis susu lain, seperti susu kedelai, susu bukan khusus kehamilan, dan lain-lain. 9. Konsumsi makanan bernutrisi Makanan bernutrisi dengan kandungan gizi lengkap dapat melindungi tubuh dari serangan bakteri ataupun kuman penyebab diare. 2.2.7 Komplikasi Diare pada ibu hamil dapat mengganggu kesehatan janin, apalagi jika diare sudah menyebabkan dehidrasi akut, bahkan apabila disertai dengan muntah, demam, keluar lendir, dan darah. Karena itu, diare harus selalu kita waspadai karena dapat membahayakan janin hingga pada risiko lahir prematur ataupun keguguran. 2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 2.3.1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentisikasi status kesehatan klien (Oyer, 1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatn sesuai dengan
33
kebutuhan individu. Pengkajian yang akurat, lengkap sesuai dengan kenyataan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagai yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan (Nusralam, 2001). 1. Identitas Klien/biodata Meliputi nama lengkap. Tempat tinggal, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan pada pasien diare akut, sebagian besar adalah anak yang berumur dibawah dua tahun, insiden paling tinggi terjadi pada anak umur 6-11 bulan karena pada masa ini mulai diberikan makanan pendamping. 2.
Keluhan utama Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB <4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan atau sedang) atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung 14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari
3.
atau lebih adalah diare persisten. Riwayat penyakit sekarang menurut (Nursalam, 2001). a. Mula-mula Klien menjadi gelisah, suhu badan makin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak dan b.
kemungkinan timbul diare. Tinja makin cair, disertai atau tidak lender dan darah, warna tinja berubah menjadi kehijauan Karena bercampur dengan
c.
cairan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
d. e.
defekasi dan sifatnya makin lama makin asam. Gejala muntah terjadi sebelum atau sesudah diare. Apabila pasien sudah telah banyak kehilangan cairan dan
f.
elektrolit, mka gejala dehidrasi akan semakin tampak. Diuresis menjadi oligura (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi, urine pada diare tanpa dehidrasi, diare sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) 34
4.
Riwayat penyakit dahulu Biasanya pada ibu hamil sering mengalami mual, muntah, panas pada perut.
5.
Riwayat penyakit keluarga. Apakah didalam anggota keluarga ada yang menderita penyakit diare tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare
seperti
otitis
media
akut,
tonsillitis,
faringitis,
bronkopnemonia, dan ensefalitis. 6.
Riwayat Obstetri a. Riwayat Menstruasi 1) Menarche : haid pertama 2) Banyaknya : banyaknya haid yang keluar 3) HPHT : hari pertama haid terakhir 4) Siklus : 21-28 hari 5) Lamanya : tergantung dari keadaan klien 6) Keluhan : selama menstruasi b. Riwayat Persalinan, Kehamilan, Nifas Yang lalu Kesehatan ibu hamil, pernah mengalami kelainan atau penyakit apa yang pernah diderita ibu dan apakah memeriksakan kandungannya.
ANAK KE N o .
Th n
KEHAMILAN
UK
7.
Penyuli t
PERSALINAN Je ni s
Penol
Peny
ong
ulit
KOMPLIKASI
ANAK
NIFAS Las era si
Per Infe
dar
J
ksi
aha
K
BB
PJ
n
Riwayat imunisasi
35
Riwayat imunisasi terutama campak karena diare lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang menderita campak dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat penurunan kekebalan pada pasien. 8.
Riwayat alergi Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena factor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.
9.
Model Adaptasi Callista Roy a. Mode Fungsi Fisiologis 1) Nutrisi Pada klien dengan diare akan mengalami gangguan pada status nutrisinya, karena klien merasa mual, muntah dan kurangnya nafsu makan. 2) Eliminasi Pada klien dengan diare mengalami gangguan pada sistem pencernaan. Biasanya klien akan mengeluh frekuensi BAB yang berlebihan (lebih dari 4xsehari) dengan konsistensi cair. Klien tidak mengalami masalah pada eliminasi urine. 3) Integritas Kulit Pada
klien
dengan
diare
biasanya
akan
mengalami gangguan pada turgor kulit. Karena klien dengan diare mengalami dehidrasi sehingga turgor kulit menjadi menurun. 4) Neurosensori Pada klien dengan diare biasanya tidak terjadi gangguan pada neurosensori, hanya saja akan sering mengeluh pusing dan letih.
5) Pernafasan (Oksigenasi)
36
Kaji status pola peranafasan klien, biasanya pada klien dengan diare tidak terjadi gangguan pernafasan. 6) Aktivitas dan Istirahat Pada klien dengan diare akan mengalami kelemahan, keletihan, keterbatasan pergerakan, aktifitas, partisipasi, pekerjaan atau profesi. 7) Cairan dan Elektrolit Menjelaskan pola-pola kebutuhan cairan dan elektrolit. Pada klien dengan diare akan terjadi peningkatan kebutuhan cairan karena diare yang dialami biasanya disertai dengan dehidrasi. Sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh klien. 8) Endokrin Menjelaskan pola-pola kontrol dan pengturan termasuk respon stress dan sistem pencernaan. Pada klien dengan diare mengalami stress yang sangat hebat karena gangguan pada sistem pencernaan dan adanya gangguan konsep diri. 9) Indra Perasa Menjelaskan
fungsi
sensori
perceptual
sehubungan dengan informasi penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan penciuman, pada klien dengan diare tidak mengalami gangguan pada sistem perasa. b. Mode Konsep Diri Mengenali pola-pola nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan emosi sehubungan dengan ide-ide pribadi perhatian diberikan kepada fisik, personal, dan moral ethical pribadi. 1) Fisik diri terdiri dari: seksual self concept, perilaku 2)
seksual yang agresif, kehilangan. Personal self terdiri dari: Cemas, tidak berdaya,
bersalah dan rendah diri. c. Mode Peran dan Fungsi
37
Fungsi peran mode mengenal pola-pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dicerminkan oleh peran primer, sekunder dan tertier. Fokusnya pada peran identitas dan peran keunggulan, yang terdiri dari : transisi peran, konflik peran dan kegagalan peran. d. Interpendent Mode Mengenali pola-pola manusia tentang nilai-nilai kasih sayang cinta dan ketegasan. Proses ini terjadi melalui hubungan interpersonal, pada tingkat perorangan atau kelompok terdiri dari : cemas karena perpisahan dan kesepian. 10.
Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum 1) Baik, sadar (tanpa dehidrasi) 2) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan dan sedang) 3) Lesu, lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat) b. Tanda-tanda vital Peningkatan suhu mungkin mengindikasikan adanya infeksi atau dehidrasi. c. Kesadaran biasanya menurun pada dehidrasi sedang, berat d. Pemeriksaan head to toe 1) Inspeksi Rambut
: Tidak ditemukan kelainan
Kepala
:
Mata :
Bentuk kelopak mata biasanya cowong, air
mata tidak ada. Hidung
: Tidak ada kelainan.
Telinga
: Tidak ada kelainan
Mulut
: Mukosa mulut tampak kering
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
38
Dada
: Pada dehidrasi sedang, berat sering
ditemukan pernafasan cepat dan dalam. Integument
: Biasanya turgor kulit menurun (>2 detik).
Abdomen
: Biasanya mengalami distensi, kram dan
bising usus yang meningkat. Genetalia
: Apakah ada iritasi pada kulit disekitar anus
nampak kemerahan Ekstremitas : Tidak ditemukan kelainan 2) Auskultasi Auskultasi abdomen harus dilakukan sebelum palpasi atau perkusi untuk menghindari perubahan bising usus. Auskultasi abdomen untuk mengkaji bising usus (perhatikan ada tidaknya atau hiperaktifitas). 3) Palpasi Auskultasi
palatum
lunak
dan
keras
untuk
kemungkinan efek Palpasi abdomen untuk menentukan adanya nyeri tekan, rigiditas, massa, dan organomegali. 4) Perkusi Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya
gas
yang
berlebihan,
massa,
cairan
dan
pembesaran hepar. 11.
Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan feces : periksalah adanya darah, mucus, bentuk dan konsistensinya, pewarnaan metilen biru pada apusan feces untuk melihat sel-sel poliomorfonuklear kultur bakteri bila
dicurigai
adanya
infeksi
Salmonella
shigella,
Campylobacter, dll, keadaan anak yang tampak toksik atau adanya demam, pemeriksaan parasit (bila diperlukan) atau toksin clostiridum (bila indikasi). b. Urine
: pemeriksaan berat jenis dengan dispastick,
mikroskpik kultur bila ada indikasinya.
39
c. Darah
: periksalah darah lengkap, elektrolit, BUN, kultur
bila ada indikasi. 12. Pengelompokan data D/S : a. Klien mengatakan tidak ada nafsu makan b. Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya D/O : a. Turgor kulit jelek b. Nadi meningkat c. Suhu meningkat d. Nafsu makan menurun e. Sering haus f. Berat badan menurun g. Anus merah dan lecet h. Tidak mengetahui tanda dan gejala i. Tidak mengetahui komplikasi 13. Analisa data Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan perawatan klien.Berdasarkan data-data yang telah terkumpul maka dapat dianalisa dan mencari kemungkinan penyebab timbulnya masalah dan merumuskan diagnosa yang ada pada pasien baik aktual maupun potensial (Nursalam, 2001).
2.3.2. Diagnosa Keperawatan Suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata/potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk diagnosa keperawatan sebagai berikut : 40
1.
Devisit volume cairan berhubungan dengan hiperperistaltik yang ditandai dengan frekuensi bab meningkat, turgor kulit yang jelek, nadi meningkat, suhu meningkat, nafas cepat
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distensi abomen yang ditandai dengan nafsu makan menurun, berat badan menurun, sering haus.
3.
Nyeri akut berhubungan dengan isi lumen usus meningkat yang ditandai oleh Pusing, keram perut dan nyeri perut.
4.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi yang ditandai oleh demam.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersekresi cairan dan elektrolit yang ditandai oleh lemah, letih. (Hidayat, 2006).
2.3.3. Perencanaan Keperawatan Berdasarkan diagnosa yang diangkat, kita harus menyusun rencana keperawatan, perencanaan ini meliputi tujuan yang ingin dicapai dan criteria hasil intervensi harus jelas sehingga orang lain mengerti dengan rasional dari tindakan yang diberikan. Dalam perencanaan kita menentukan prioritas masalahnya, biasanya prioritas adalah memenuhi persyaratan yang mengancam jiwa, mengatasi masalah yang lain (Hidayat, 2006). SMART : Specific, Measurable, Achievable, Reality and Time (singkat, jelas, dapat dimengerti, spesifik, dapat diukur, dapat dinilai, realistis, berdasarkan diagnosis keperawatan dan kriteria waktu tertentu).
1.
Diagnosa I Tujuan : Setelah mendapatkan tindakan keperawatan di harapkan volume cairan dapat teratasi dengan criteria : a.
Turgor kulit membaik
41
b.
Jumlah cairan yang masuk seimbang dengan yang keluar
c.
Membrane mukosa lembab
d.
Tanda vital dalam batas normal
Intervensi a. Catat intake dan out put R/ : Dapat mengetahui cairan yang masuk dan keluar b. Berikan oralit setiap kali mencret R/ : Koreksi kekurangan cairan, larutan c. Periksa tanda vital : nadi, suhu, respirasi, dan tekanan darah R/ : Mengetahui perkembangan penyakit klien d. Periksa turgor : kulit, tonus, ubun-ubun R/ : Deteksi dini kekurangan cairan e. Control berat jenis urina tiap 4 jam R/ : Mengetahu berat jenis urine yang tinggi, cairan kurang f. Timbang berat badan setiap hari R/ : Indikator dari status gizi 2.
Diagnosa II Tujuan : Setelah mendapatkan tindakan perawatan di harapkan kebutuhan nutrisi teratasi dengan criteria : a.
Peningkatan berat badan status gizi membaik sesuai dengan standar.
b.
Bising usus normal (45-20 kali/menit).
c.
Nafsu makan meningkat.
Intervensi a. Berikan penjelasan tentang pentingnya nutrisi bagi proses penyembuhan. R/ : Klien dapat kooperatif b. Berikan makanan sesuai dengan diit R/ : Meningkatkan nafsu makan c. Hindari makanan yang dapat mengiritasi mukosa lambung dan susu.
42
R/ : Mencegah terjadinya komplikasi d.
Jaga keberihan mulut R/ : Mencegah mulut kering
e. Timbang berat badan setiap hari R/ :
Mengetahui peningkatan BB dari kebersihan.
3.
Diagnosa III Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Rasa nyeri berkurang atau hilang. Intervensi a.
Kaji dan catat adanya distensi abdomen, karaktristik nyeri dan lokasinya. R/ : Mengetahui lebih spesifik tentang nyeri klien sehingga mendapat penanganan yang tepat.
b.
Anjurkan pada pasien untuk rileks serta ajarkan tehnik relaksasi serta beberapa cara untuk mengurangi rasa nyeri. R/ : Teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri klien secara nonfarmakologis.
c.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik dan anti kolinergik. R/ : Mengurangi nyeri klien dengan bantuan obat.
d.
Observasi keluhan serta TTV. R/ : Mengetahui keadaan umum klien dan adanya perubahan pada system persistem bagian tubuh.
4.
Diagnosa IV Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh klien kembali normal. Intervensi a.
Observasi keadaan umum dan TTV R/ : Mengetahui keadaan klien dan adanya perubahan sistem
b.
Anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
43
R/ : Untuk mempercepat proses evaporasi c.
Anjurkan keluarga untuk memberikan kompres air hangat pada daerah dahi, ketiak dan lipat paha R/ : Daerah dahi, aksila dan lipat paha merupakan jaringan tipius
dan
terdapat
pembuluh
darah
sehingga
proses
vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat d.
Anjurkan klien banyak minum air putih R/ : Untuk mengganti cairan yang hilang saat evaporasi
e.
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik R/ : Obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengaturan panas di otak.
5.
Diagnosa V Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami injury ketika melakukan kegiatan sehari-hari Intervensi : a.
Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan gerak R/ : Sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya
b.
Rencanakan tentang pemberian program latihan sesuai kemampuan klien R/ : Latihan pergerakan dapat meningkatkan otot dan stimulasi sirkulasi darah
c.
Ajarkan klien tentang cara melakukan aktivitas sehari-hari R/ : Untuk meningkatkan pergerakan dan melakukan pergerakan yang aman
d.
Libatkan keluarga untuk melatih mobilitas klien R/ : Untuk memberikan dukungan kepada klien
2.3.4. Tindakan Keperawatan Implementasi adalah merealisasikan perencanaan yang telah disusun sesuai ketentuan dan program. Implementasi ini didapatkan sebagai sumber data yang baru yang digunakan dalam catatan perkembangan (Hidayat, 2006).
44
2.3.5. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan adalah suatu tindakan untuk melihat sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari tujuan yang telah dibuat. Evaluasi merupakan aspek yang pentingdari proses keperawatan karena kesimpulan yang didapat dari evaluasi menentukan apakah intervensi dihentikan, dilanjutkan atau di ubah. Tolak ukur yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan pada tahap evaluasi ini adlah criteria yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Berpatokan pada sebagian atau belum sama sekali atau justru timbul masalah baru. Selanjutnya perkembangan respon klien dituangkan dalam catatan perkembangan klien dan diuraikan berdasarkan urutan SOAP. S ( Subyektif )
:
Keluhan-keluhan klien
O ( Obyektif )
:
Apa yang dilihat, dicium, diraba, diukur dan didengar perawat.
A ( Analisa )
:
P ( Plan of Care ) :
Kesimpulan perawat tentang kondisi klien. Rencana tindakan keperawatan selanjtnya untuk
mengatasi masalah klien.
Adapun evaluasi dari masing-masing diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut : 1.
Defisit volume cairan tdak terjadi dengan criteria hasil klien tidak mengeluh mencret dan muntah, klien tampak segar, tanda-tanda vital dan turgor kulit normal, ubun-ubun tidak cekung, mata tidak cowong.
2.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan criteria hasil nafsu makan klien meningkat, berat badan bertambah (stabil), tidak merasa haus.
3.
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan criteria hasil tidak ada kemerahan pada sekitar anus tidak ada.
4.
Kurang pengetahuan ibu tentang penyakit tidak terjadi dengan criteria hasil orang tua dapat mengerti tentang penyakit, tanda dan gejala, dan komplikasi.
45
5.
Kecemasan atau ketakutan anak tidak terjadi dengan criteria hasil anak tidak gelisah, menangis, nerasa takut suasana di RS (Hidayat, 2006).
2.3.6. Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Dokumentasi dilakukan segera setelah setiap kegiatan atau tindakan dalam setiap langkah proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Sebagai dokumentasi yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien, dokumentasi tersebutdapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hokum yang mempunyai banyak manfaat dan penggunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk: 1.Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan
klien,
merencanakan,
melaksanakan
tindakan
keperawatan dan mengevaluasikan tindakan. 2.Dokumentasi untuk Penulisan, keuangan, hokum dan etika. Sedangkan manfaat dan pentingnya dokumentasi dapat dilihat dari berbagai aspek seperti hukum, jaminan mutu pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, Penulisan dan akreditasi (Nursalam, 2001)
BAB 3 PENUTUP 3.1 Simpulan
46
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat) kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 3 kali sehari. Diare dibagi dalam diare akut dan diare kronis. Selama kehamilan, seorang wanita pada umumnya lebih mungkin mengalami
sembelit
daripada
diare
(meskipun
banyak
perempuan
mendapatkan diare pada awal kehamilan). Infeksi yang paling sering menyebabkan diare selama kehamilan biasanya tidak ada ancaman bagi bayi, namun diare yang disertai dehidrasi dapat membahayakan bagi bayi. Untuk mencegah dehidrasi, minum banyak cairan dan menghindari kafein. Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejalagejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi. Diare pada ibu hamil dapat bertahan 1-10 hari tergantung pada penyebabnya. Hal ini dapat berkisar dari ringan sampai berat jenis diare. Umumnya, wanita hamil lebih mungkin mengalami sembelit dari pada diare karena vitamin prenatal, yang mengandung zat besi yang tinggi yang sering mengikat. Diare selama kehamilan sebaiknya tidak berlangsung lama. Jika itu berlangsung selama lebih dari 2 hari, hubungi dokter segera. Kadang-kadang, diare bisa menjadi indikasi persalinan prematur. 3.2 Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gastroenteritis, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain :
47
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertaruhkan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien diare khususnya. Dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada klien dengan diare. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan komprehensif. 3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA Reeder, Sharon J. 2013. Keperawatan Maternitas : kesehatan wanita, bayi & keluarga. Ed. 18. Jakarta : EGC
48
Denise Tiran. 2007. Mengatasi mual muntah dan gangguan lain selama kehamilan. Jakarta : diglossia Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan bidan. Ed. 2. Jakarta : EGC Asmadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika Iqbal, Chayatin. (2008). Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. ISO. (2010). ISO Informasi Spesialis Obat Indonesia. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia Janice L. Williams. (2005). Diagnostik Fiik: Evaluasi Diagnosis Dan Fungsi Di Bangsal. Jakarta: EGC Rohmah Nikmatur. (2009). Proses Keperawatan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
49