LAPORAN KERJA PRAKTIK PT BUKIT ASAM, TANJUNG ENIM JUDUL :
“Material Selection Untuk Aplikasi Tahan Impak dan Tahan Aus Pada Peralatan Tambang PT Bukit Asam”
Disusun oleh: RATNO WIJAYA 2712100036 FABIAN DANANDJAYA P 2712100132 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK DI PT BUKIT ASAM TANJUNG ENIM – SUMATERA SELATAN PERIODE 3 Juni s.d. 3 Juli 2015
Oleh: Ratno Wijaya 2712100036 Fabian Danandjaya P 2712100132 Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Mengetahui: Manager Perencanaan Perawatan
Pembimbing Utama
Yusmar NP: 7093130451
Iman Malik Anas NP: 8009130843
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah
memberikan rahmat, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja
praktik di PT Bukit Asam dengan judul “Material Selection Untuk Aplikasi Tahan Impak dan Tahan Aus Pada Peralatan Tambang PT Bukit Asam” Laporan kerja praktik ini merupakan hasil kerja praktik yang penulis laksanakan pada tanggal 3 Juni – 3 Juli 2015 dan dibuat untuk melengkapi Mata Kuliah Kerja Praktik yang menjadi salah satu syarat kelulusan mahasiswa di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, laporan kerja praktik ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, dan bimbingan kepada penulis hingga laporan kerja praktik ini dapat diselesaikan. 1. Orang tua penulis yang selalu mendukung dan menasehati penulis dengan kasih sayang mereka. 2. Bapak Sungging Pintowantoro, S.T, M.T, Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 3. Bapak Wikan Jatimurti, ST., M.Sc. selaku Koordinator Kerja Praktik Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 4. Ibu Haryati Purwaningsih ST., M.Sc.
selaku Pembimbing Kerja Praktek penulis di
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 5. Bapak Iman Malik Anas selaku Engineer Mesin tempat dimana penulis melaksanakan kerja praktik. Terima kasih atas kesempatan yang Bapak berikan kepada penulis untuk kerja praktik di Perencanaan Perawatan Mesin 6. Teman-teman dari Jurusan Teknik Metalurgi dan Material 2012. Terima kasih sudah banyak membantu dan saling menguatkan selama kita menjalankan kerja praktik di PT Bukit Asam 7. Keluarga Besar Mas Ryan, yang telah meminjamkan transportasi selama penulis mengerjakan laporan serta menerima dan menyambut penulis di Tanjung Enim dengan baik. 8. Pihak lain yang belum penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran kerja praktik penulis selama di PT Bukit Asam. Terima kasih banyak atas bantuan dan dukungannya. Penulis berharap laporan kerja praktik ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca. Penulis juga menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam laporan kerja praktik ini, sehingga penulis mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak mengenakan hati.
Penulis sangat menerima kritik dan saran dari para pembaca yang dapat membangun demi penulisan laporan selanjutnya. Tanjung Enim, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1 1.1
Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2
Tujuan..........................................................................................................................2
1.3
Ruang Lingkup............................................................................................................2
1.4
Metode Penelitian........................................................................................................3
1.5
Waktu dan Tempat Pelaksanaan..................................................................................3
1.6
Sistematika Laporan....................................................................................................3
BAB II GAMBARAN UMUM PT BUKIT ASAM...................................................................5 2.1
Sejarah PT Bukit Asam................................................................................................5
2.2
Lokasi Perusahaan.......................................................................................................6
2.3
Profil PT Bukit Asam..................................................................................................6
2.4
Struktur Organisasi Bukit Asam..................................................................................8
2.5
Anak Perusahaan.........................................................................................................9
BAB III PROSES PENAMBANGAN BATUBARA..............................................................10 3.1
Proses Penambangan.................................................................................................10
3.2
BWE System.............................................................................................................13
3.3
CHF (Coal Handling Facilities).................................................................................15
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................18 4.1
Baja dan Unsur Paduan.............................................................................................18
4.2
Perlakuan Panas.........................................................................................................22
4.3
Kekuatan Impak.........................................................................................................22
4.4
Ketahanan Aus...........................................................................................................24
BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN.......................................................26 5.1
Hasil Pengamatan......................................................................................................26
5.2
Pembahasan...............................................................................................................26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................v LAMPIRAN..............................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi dan ilmu pengetahuan menuntut dunia industri untuk
terus bersaing. Industri yang bergerak di bidang tambang menjadi salah satu bidang dengan persaingan yang sangat ketat. PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk. merupakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak dalam bidang tambang. Sumber Daya Manusia menjadi prioritas utama bagi perusahaan untuk terus bersaing dengan perusahaan lain dan juga negara berkembang lainnya. Oleh karena itu, perguruan tinggi yang merupakan tempat dimana sumber daya manusia dilatih kemampuan intelektual yang dimilikinya harus bisa memiliki lulusan yang dapat memenuhi kompetensi. Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya kerjasama yang baik antara perguruan tinggi dengan industri itu sendiri. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa dirasa masih minim untuk bisa terjun langsung di dunia industri. Sehingga perlu diadakan suatu kegiatan yang dapat menunjang hal tersebut, yaitu Kerja Praktek. Melalui program Kerja Praktek ini diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan kesempatan untuk memahami proses secara langsung mengenai bidang ilmu Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS khususnya di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk. Selain itu mahasiswa diharapkan bisa mendapatkan kesempatan untuk menganalisa, membandingkan, dan mengaplikasikan teori yang selama ini diperoleh di perguruan tinggi dengan kondisi yang sesungguhnya. Hal lain yang bisa didapat dari Program Kerja Praktek ini adalah sebagai sarana pencarian sumber daya manusia yang baru dengan cara mengevaluasi kualitas kerja dari mahasiswa tersebut. Proses penambangan yang dilakukan di PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk. (yang untuk selanjutnya disebut PTBA) mengandung banyak disiplin ilmu yang dipelajari di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS Surabaya. Salah satu dari disiplin ilmu tersebut adalah pemilihan material. Pemilihan material yang tepat sesuai dengan kondisi dan beban kerja yang diterima oleh material merupakan hal yang penting. Pemilihan meterial juga harus mempertimbangkan desain atau rancangannya. Tentu, sebelum mempertimbangan faktor desain dan beban, yang pertama perlu diketahui adalah fungsi dari alat atau produk tersebut. Lalu untuk mengetahui bagaimana desain dan kondisi kerjanya diperlukan analisa lain seperti, apa yang dilakakukan alat itu, dimana alat itu 1
digunakan, bagaimana cara kerjanya, siapa yang menggunakan, dan berapa biaya yang dibutuhkan. Dengan hasil analisa tersebut dapat diketahui desain yang tepat dan sifat meterial apa yang harus dimiliki oleh alat tersebut untuk kondisi kerja demikian. Dalam pertambangan, permasalahan tentang ilmu material yang sering dihadapi adalah masalah keausan, ketahanan impak dan korosi. Keausan sering kali terjadi pada komponen yang memegang peran utama pertambangan seperti pada gear, hopper, dan crusher. Material dengan ketahanan impak yang tinggi juga memiliki peran penting dan sering ditemukan di alat alat vital seperti Bucket pada BWE. Dengan laju aus yang tinggi ditambah lingkungan pertambangan batubara yang memiliki PH sekitar 5, material yang ada di tambang batubara sering rusak. 1.2
Tujuan Adapun tujuan umum dan tujuan khusus dalam kerja praktik ini adalah: a. Tujuan Umum 1. Mengetahui sejarah dan profil PT Bukit Asam. 2. Mengetahui struktur organisasi dan anak perusahaan PT Bukit Asam. 3. Mengetahui proses penambangan batubara di PT Bukit Asam. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui bagian apa saja yang memerlukan sifat tahan aus dan tahan impak pada peralatan tambang PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. 2. Mengetahui jenis material apa saja yang digunakan pada peralatan tambang yang memerlukan sifat tahan aus dan tahan impak
1.3
Ruang Lingkup Ruang lingkup kerja praktek di PT Bukit Asam Tanjung Enim, meliputi kegiatan:
1
Orientasi secara umum mengenai PT BUKIT ASAM Tanjung Enim. 2 Pengenalan struktur organisasi, tinjauan di lapangan dan kegiatan rutin dari masing3 4
masing bagian tiap satuan kerja. Mempelajari proses penambangan batubara. Mempelajari material yang digunakan pada peratan tambang yang memerlukan sifat tahan aus dan tahan impak.
1.4
Metode Penelitian 2
Metode yang digunakan dalam menyusun laporan Kerja Praktek ini antara lain: a) Studi Literatur Merupakan metode penulisan berdasarkan informasi dan literatur yang bersangkutan dengan objek yang dibahas. Metode ini digunakan terutama untuk memperoleh teoriteori yang menunjang laporan ini. b) Studi Lapangan / Observasi Merupakan metode penulisan yang dilakukan dengan cara melihat langsung objek pengamatan atau proses yang terjadi di lapangan. Dalam metode ini penulis juga melakukan proses wawancara dengan pekerja lapangan yang berada pada cakupan observasi penulis. c) Diskusi Merupakan metode yang dilakukan dengan cara berkonsultasi kepada pembimbing Kerja Praktek dan dosen pembimbing. Yang mana dapat menambah sumber data berdasarkan pengalaman di lapangan ataupun informasi yang tidak didapatkan melalui sumber yang tertulis. 1.5
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengambilan data ini berlangsung selama 1 bulan dimulai pada tanggal 3 Juni 2015
dan berakhir pada tanggal 3 Juli 2015 bertempat di PT BUKIT ASAM Tanjung Enim, Sumatera Selatan 1.6
Sistematika Laporan Sistematika Laporan Tugas Umum Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN Berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, waktu dan tempat
BAB II
:
pelaksanaan, dan sistematika laporan Kerja Praktik. GAMBARAN UMUM PT BUKIT ASAM Berisi tentang sejarah, lokasi, profil perusahaan, stuktur
BAB III
:
organisasi, serta anak perusahaan. PROSES PENAMBANGAN BATUBARA Berisi proses penambangan batubara dari BWE hingga proses coal handling system di PT Bukit Asam.
BAB IV
BAB V
:
:
TINJAUAN PUSTAKA Berisi literatur – literatur yang berkaitan dengan masalah yang di bahas pada laporan ini. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Berisi pengamatan dan pembahasan pada peralatan – peralatan tambang PT Bukit Asam yang menggunakan material tahan aus 3
BAB VI
:
dan tahan impak. KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan hasil pembahasan mengenai material tahan aus dan tahan impak yang digunakan dan saran untuk laporan ini.
4
BAB II GAMBARAN UMUM PT BUKIT ASAM 2.1
Sejarah PT Bukit Asam Perusahaan ini didirikan sejak penjajahan Belanda tahun 1919 dengan metode
penambangan terbuka (Open Pit Mining) dengan daerah pertambangan pertama di daerah Air Laya. Lalu pada tahun 1923 metode penambangan diubah menjadi penambangan bawah tanah (Underground Mining). Tetapi metode ini hanya bertahan hingga 1940. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mulai melakukan pembebasan perusahaan yang dinamakan nasionalisasi. Lalu setelah Belanda mengakui bahwa Indonesia sudah merdeka, pada tahun 1950 pemerintah Indonesia mengesahkan berdirinya Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN. TABA). Lalu pada tahun 1981, PN. TABA resmi berubah nama menjadi Perusahaan Terbuka Tambang Batubara Bukit Asam (persero) Tbk. , yang selanjutnya disebut perseroan. PT Bukit Asam (Persero) Tbk Unit Pelabuhan Tarahan atau di sebut juga dengan PTBA merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang distribusi batubara yang berpusat di Tanjung enim, Sumatera Selatan. PT Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah perusahaan milik negara yang bertujuan mengembangkan usaha pertambangan nasional khususnya batubara. PTBA yang berdiri sejak 1981 termasuk dalam daftar lima besar produsen batubara di Indonesia. Bahkan penjualan PTBA di dalam negeri termasuk terbesar kedua. Di era awal 1970-an saat melambungnya harga minyak, mata dunia terbuka bahwa batubara merupakan sumber energi alternatif yang murah dan memiliki cadangan besar. Di awal tahun 1976, Unit Produksi TABA yang merupakan bagian dari Perum Batubara mendapatkan kunjungan dari pihak Bank Dunia. Unit yang memiliki kapasitas produksi tahunan 122,000 ton saat itu telah memiliki studi kelayakan sederhana dan memiliki angka produksi yang tidak melebihi 1 juta ton per tahun. Kemudian diputuskan untuk mengubah coal mining projectmenjadi coal mining transportation atau pertambangan terpadu. Pertambangan Terpadu ini dalam perencanaannya transportasi batubara akan menempuh perjalanan darat sejauh 420 kilometer dan perjalanan laut 100 kilometer dari lokasi awal (hulu) di area penambangan batubara Tanjung Enim, dan berujung (hilir) di PLTU Suralaya. Untuk studi kelayakan terpadu program pengembangan ini sendiri, Bank Dunia dan pemerintah RI masing-masing mengeluarkan anggaran 10 juta dolar AS. 5
2.2
Lokasi Perusahaan PT Bukit Asam berlokasi di sekitar Pulau Sumatera dan kantor di Jakarta, serta 3
dermaga di Teluk Buyur, Kertapati, dan Tarahan. Lokasi PT Bukit Asam dapat dilihat di bawah ini dengan luas daerah operasi tambang seluas 90.823 ha :
Gambar 2. 1 Lokasi PT Bukit Asam
Tambang batubara Tanjung Enim seluas 66.414 ha yang meliputi Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, yang terdiri dari Air Laya (7.621 ha), Muara Tiga Besar (3.300ha), Banko Barat (4.500 ha), Banko-Tengah Blok Barat (2.423 ha), Banko-Tengah Blok Timur (22.937 ha), Banjarsari, Kungkilan, Bunian, Arahan Utara, Arahan Selatan (24.751 ha).
Anak Perusahaan PT Bukit Kendi (882 ha).
Tambang batubara Ombilin seluas 2.950 ha, yang meliputi Lembah Segar dan Talawi.
Lokasi Peranap, Indragiri Hulu Riau (18.230 ha).
Lokasi Kecamatan Palaran, Kotamadya Samarinda melalui anak perusahaan PT Internasional Prima Coal (3.238 ha).
2.3
Profil PT Bukit Asam PT Bukit Asam (Persero) Tbk. merupakan perusahaan tambang batubara di Indonesia
yang sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia sebesar 65,02% dan publik sebesar 34,98%. Perusahaan tambang yang berdiri pada tanggal 2 Maret 1981 berdasarkan dasar hukum Peraturan Pemerintah No 42 tahun 1980 ini memiliki besar modal dasar senilai Rp 4.000.000.000.000 ( Rp 4 triliun). PT Bukit Asam (Persero) Tbk. ini 6
beralamat pusat di Jl. Parigi No. 1 Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2014, PT Bukit Asam (persero) Tbk. mendapatkan laba bersih senilai Rp 2,02 trilliun dengan volume penjualan sebesar 17,96 juta ton. Perusaahan yang baru saja bertransformasi bisnis untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan ini, memiliki visi dan misi sebagai berikut :
Visi Perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan Misi Mengelola sumber energi dengan mengembangkan kompetensi korporasi dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah maksimal bagi stakeholder dan lingkungan Untuk mewujudkan visi, misi dari PTBA dan untuk mendirikan budaya perusahaan sebagai dasar dari keberhasilan jangka panjang, PTBA memiliki nilai nilai yaitu sebagai berikut : 1. Visioner : Mampu melihat jauh kedepan dan membuat proyeksi jangka panjang 2.
dalam pengembangan bisnis. Integritas : Mengedepankan perilaku percaya, terbuka, positif, jujur, berkomitmen
3.
dan bertanggung jawab. Inovatif : Selalu bekerja dengan kesungguhan untuk memperoleh terobosan baru untuk menghasilkan produk dan layanan terbaik dari sebelumnya.
4.
Profesional : Melaksanakan semua tugas sesuai kompetensi dengan kreativitas, penuh keberanian, komitmen penuh, dalam kerjasama untuk keahlian yang terus menerus meningkat.
5.
Sadar biaya dan lingkungan : Memiliki kesadaran tinggi dalam setiap pengelolaan aktivitas dengan menjalankan usaha atas asas manfaat yang maksimal dan kepedulian lingkungan.
2.4 Struktur Organisasi Bukit Asam
7
Gambar 2. 2 Struktur Organisasi PT Bukit Asam 2.5 Anak Perusahaan 8
Gambar 2. 3 Data Anak Perusahaan PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk.
BAB III PROSES PENAMBANGAN BATUBARA 3.1
Proses Penambangan 9
PT Bukit Asam (Persero) Tbk. Tanjung Enim memiliki 3 sumber tambang yaitu tambang utama yang berada di Airlaya, lalu di Muara Tiga Besar yang biasa disebut MTB, dan di Banko Barat. PT Bukit Asam ini merupakan pertambangan open pit atau tambang terbuka, dimana kegiatan penambangan dilakukan di permukaan bukan di bawah tanah. Tentunya proses penambangan yang pertama dilakukan adalah proses eksplorasi untuk mengetahui potensi batubara yang dapat ditambang. Setalah itu, proses penggalian pun dilakukan. Hasil galian lalu akan diangkut ke tempat penyimpanan batu bara sementara atau yang biasa disebut dengan stock pile . Lalu, batu bara akan diangkut dengan kereta dan selanjutnya dengan kapal untuk dikirim ke konsumen. PT Bukit Asam sendiri memiliki beberapa grade batubara yang digali dan secara garis besar aktifitas penambangan di PT Bukit Asam dapat dilihat di gambar 3.1 Grade batubara yang diproduksi oleh PTBA dapat dilihat di tabel 3.1 Tabel 3.1 Grade batubara yang diproduksi oleh PT. Bukit Asam (PERSERO) Tbk.
Pada dasarnya proses penambangan yang terdapat di PT Bukit Asam memiliki 2 tipe penambangan. yang pertama pertambangan kontinyu (continuous mining) dan penambangan manual. Dimana metode Penambangan kontinyu ( BWE System ) dioperasikan oleh perusahaan PTBA sendiri sedangkan untuk metode penambangan manual ( Shovel/Truck ) sebagian besar dilakukan oleh pihak ketiga/Kontraktor. Pada penambangan manual, proses penanmbangan hanya dilakukan secara sederhana menggunakan alat bantu Shovel dan truk pengangkut/Dump Truck. Sedangkan penambangan kontinyu dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan alat BWE dan didukung sistem CHF.
10
11
Gambar 3.1 Aktifitas Tambang PT Bukit Asam 12
Gambar 3.2 Continuous Mining Proses penambangan dimulai dari sumber tambang yang berada di kawasan Airlaya, Muara Tiga Besar dan Banko Barat. Ketiga kawasan tersebut menjadi sumber utama tambang batubara di PTBA. Proses penambangan utama menggunakan alat Bucket Wheel Excavator (BWE) sebagai alat pengeruk. Alat ini berfungsi untuk mengeruk batubara dari tanah penutup. BWE menggunakan listrik sebagai sumber tenaga. Setelah batubara dikeruk, lalu batubara akan jatuh pada conveyor yang sudah terpasang pada BWE sehingga batubara akan jatuh di ujung BWE yang lainnya. Dalam pengerjaanya, BWE dibantu oleh Belt Wagon (BW). BW adalah alat yang digunakan sebagai perpanjangan tangan BWE. BW membantu mengalirkan batubara menuju conveyor excavating (CE). Setelah batubara sampai di conveyor, batubara akan di antarkan ke distribution point. Distribution Point adalah tempat dimana batubara dan tanah dipisahkan. Tanah yang berhasil dipisahkan akan diarahkan menuju outside dump menggunakan Conveyor Dumping (CD), sedangkan batubara akan dialirkan menuju ke stock pile menggunakan Coal Conveyor (CC). Stock pile adalah kawasan untuk menimbun batubara. Stock pile terdiri dari gundukan gundukan batubara yang disusun berdasarkan grade. Stock pile berguna untuk menyimpan pasokan batubara, karena pada saat hujan tidak ada kegiatan penambangan sehingga permintaan batubara dipasok dari stock pile ini. Stock pile dilengkapi dengan alat Stacker/Reclaimer. Sistem operasi Stacker/Reclaimer dapat dibedakan menjdi dua system yaitu:
Stacking yaitu sistem operasi untuk menumpukkan batubara di stockpile jika TLS
tidak membutuhkan batubara. Reclaiming yaitu system operasi untuk mengambil batubara dari stock pile jika TLS membutuhkan batubara untuk dimuat ke gerbong. 13
S/R merupakan suatu mesin sejenis BWE tetapi lebih kecil, kelebihan dari mesin ini bisa mengambil batubara dan menimbun batubara. Sesuai dengan namanya Stacker/Reclaimer yang berarti mengambil kembali dan menimbun batubara ke lokasinya. Setelah ditumpuk di stock pile, batubara sesuai permintaan akan diangkut menggunakan S/R ke Coal Conveyor (CC) menuju Train Loading Station (TLS). TLS berfungsi untuk penyimpanan batubara sementara sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam kereta. TLS dilengkapi oleh hopper pembantu, sehingga batubara dari CC akan masuk ke dalam hopper. Lalu ketika kereta datang, hopper akan terbuka dan batubara akan jatuh pada gerbong yang kosong. Kereta lalu di distribusikan ke berbagai macam tujuan salah satunya ke PLTU, pelabuhan untuk kebutuhan pengiriman dosmetik maupun ekspor. 3.2
BWE System BWE adalah sebuah alat berat tambang yang digunakan untuk surface mining. Fungsi
utama BWE adalah pengeruk utama dalam penambangan skala besar dan kontinyu. Faktanya BWE adalah alat penambangan terbesar yang pernah dibuat, dan kendaraan terbesar di darat. BWE hanya digunakan untuk penambangan batubara. Secara umum, BWE memiliki 4 bagian yaitu bucket wheel, lengan, conveyor, dan penggerak. Sebelum pengerukan dilakukan, ahli geologi memastikan ada tidaknya batubara dibawah tanah tersebut, grade apa yang ada dan batas areal pengerukan. Jika sudah ditetapkan arealnya, lalu dilakukan analisa ada tidaknya penghalang seperti pohon atau batu. Penghalang harus disingkirkan sebelum dilakukan pengerukan. Jika ada pohon, harus ditebang terlebih dahulu dan jalur penambangan harus mampu menahan beban BWE. Sedangkan jika penghalang berupa batu, maka dilakukan metode bombing jika dibutuhkan. Setelah semua persiapan selesai, lalu BWE akan mulai menggali. Biasanya, batubara akan tertutupi oleh tanah, sehingga BWE harus menggali tanah terlebih dahulu. Ketika menggali tanah, conveyor diarahkan menuju outside dump. Setelah selesai, BWE akan mulai mengeruk batubara. Bucket wheel bertugas sebagai bagian pertama yang menyentuh bahan tambang. Maka dari itu, tingkat keausan bucket wheel sangat tinggi. Karena sulitnya medan yang harus ditempuh BWE, BWE menggunakan chain link untuk memudahkan gerak maju mundur BWE. Selain itu dengan adanya gear rim pada poros BWE, maka memungkinkan BWE untuk berputar ke kanan dan ke kiri (slewing). Material tahan impak dan tahan aus yang dibutuhkan pada alat ini adalah : gear rim segment, crawler chain link, cam for drive thumbler, wheel boogie, dan gigi bucket.
14
Gambar 3.3 Spefikasi BWE
3.3
CHF (Coal Handling Facilities)
15
CHF atau Coal Handling Facilities adalah sebuah fasilitas atau sistem yang bertujuan untuk memindahkan batubara dari satu tempat ke tempat lain, pada pertambangan batubara di PT Bukit Asam ini CHF digunakan untuk memindahkan batubara dari area tambang sampai ke tempat penampungan atau stockpile yang selanjutnya akan dikirim ke konsumen. Di PT Bukit Asam selain menangani batubara, fasilitas ini juga untuk menangani tanah hasil penggalian. Diagram CHF yang terdapat pada PT Bukit Asam dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.4 Coal Handling Facilities
Secara garis besar CHF PT Bukit Asam terdiri dari, conveyor system, dump hopper, crusher, stacking/reclaiming, spreader, stockpile dan TLS (Train Loading Station). Stockpile merupakan tempat penampungan sementara batubara dimana di PT Bukit Asam, salah satu stockpile-nya dapat menampung 250.000 ton batubara. Batubara yang berada di stockpile ini nantinya akan dikirim menggunakan kereta api setelah melalui proses pemuatan batubara di TLS. Salah satu TLS PT Bukit Asam dapat memuat batubara ke dalam gerbong kereta api dengan kapasitas curah sebesar 2.800 ton/jam. Stacking/reclaiming merupakan alat untuk membantu proses penumpukan atau pengambilan batubara yang biasanya ditempatkan di stockpile. Stacking berarti batubara ditumpuk menggunung pada stockpile, sedangkan reclaiming berarti mengambil batubara dari stockpile. Stacking/reclaiming bisa dilihat pada gambar 3.5 Spreader merupakan alat untuk menyebarkan tanah sisa penggalian pada tambang 16
yang dibawa conveyor dumping seperti pada gambar diagram CHF. Spreader ini memiliki kapasitas 5600 bcm (bucket per minute) dengan berat total 960 ton.
Gambar 3.5 Spreader
Gambar 3.6 Stacker/Reclaimer di Stockpile Pada penambangan manual menggunakan excavator, tidak terdapat conveyor system yang dapat langsung memindahkan batubara secara cepat seperti pada penambangan kontinyu dimana terdapat BWE yang terhubung dengan conveyor distribution point seperti pada gambar 3.4 di penambangan manual ini batubara yang telah ditambang dikumpulkan pada satu tempat terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan conveyor system. Tempat penampungan tersebut disebut dump hopper. Secara sederhana hopper dapat dijelaskan seperti wadah atau corong untuk menampung batubara dan menuangkannya kembali ke conveyor. Apabila dilihat dari fungsi dump hopper ini, dapat diketahui bahwa dump hopper ini akan menerima gaya impak dan gaya gesek yang cukup besar dari batubara. Gaya impak timbul saat batubara di jatuhkan dari atas dan berbenturan dengan dinding hopper, sedangkan gaya gesek timbul saat batubara meluncur turun ke arah conveyor. Tentu agar hopper dapat bertahan dari beban demikian, dinding hopper haruslah dilindungi dengan material yang tepat. Pada dinding hopper ini untuk dapat bertahan dari gaya impak maka dibutuhkan material yang memiliki ketangguhan yang tinggi. Akan tetapi, dinding yang tangguh tidaklah cukup, karena dinding hopper juga harus menahan beban gaya gesek dari batubara agar tidak 17
aus. Untuk mendapat ketahanan terhadap gaya gesek, material dinding hopper juga harus memiliki kekerasan yang tinggi. Pada dump hopper juga ditemukan crusher, karena batubara yang masuk ke dump hopper relatif masih berukuran besar. Crusher ini digunakan untuk mengecilkan ukuran batubara hingga 200 mm. Pada crusher ini dibutuhkan material dengan kekerasan yang tinggi untuk menghancurkan batubara. Conveyor merupakan alat untuk memindahkan batubara yang bentuknya seperti rel panjang. Seperti yang terlihat pada gambar 3.4 diagram CHF, terdapat beberapa conveyor seperti coal conveyor dan conveyor dumping. Saat batubara ditambang oleh BWE, batubara tersebut akan didistribusikan ke conveyor distribution point untuk memisahkan antara material batubara dan tanah. Conveyor ini memiliki panjang rel berbeda tergantung kebutuhan. Di PT Bukit Asam sendiri memiliki conveyor dengan panjang jalur yang berbeda diantaranya 500 m hingga lebih. Conveyor ini bergerak dengan kecepatan 5,5 m/detik. Dari satu conveyor ke conveyor lain biasanya dihubungkan dengan transfer chute. Di transfer chute ini juga biasa ditemukan hopper tanpa ada crusher.
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1
Baja dan Unsur Paduan 4.1.1 Baja Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan yang terdiri atas unsur besi (Fe) dan karbon (C). Dimana besi merupakan unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Dalam proses pembuatan baja akan ditemukan pula penambahan 18
kandungan unsur kimia lain seperti sulfur (S), fosfor (P), slikon (Si), mangan (Mn) dan unsur kimia lainnya sesuai dengan sifat baja yang diinginkan. Baja karbon memiliki kandungan unsur karbon dalam besi sebesar 0,2% hingga 2,14%, dimana kandungan karbon tersebut berfungsi sebagai unsur pengeras dalam struktur baja. Dalam pengaplikasiannya baja karbon sering digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan alat-alat perkakas, komponen mesin, struktur bangunan, dan lain sebagainya. Menurut pendefenisian ASM handbook vol.1:148 (1993), baja karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi kimia karbon dalam baja yakni sebagai berikut: 1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) Baja karbon rendah merupakan baja dengan kandungan unsur karbon dalam sturktur baja kurang dari 0,3% C. Baja karbon rendah ini memiliki ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi memiliki sifat kekerasan dan ketahanan aus yang rendah. Pada umumnya baja jenis ini digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, bodi mobil, dan lain-lainya. 2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel) Baja karbon sedang merupakan baja karbon dengan persentase kandungan karbon pada besi sebesar 0,3% C – 0,59% C. Baja karbon ini memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan baja karbon rendah, baja karbon sedang memiliki sifat mekanis yang lebih kuat dengan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Besarnya kandungan karbon yang terdapat dalam besi memungkinkan baja untuk dapat dikeraskan dengan memberikan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang biasanya digunakan untuk pembuatan poros, rel kereta api, roda gigi, baut, pegas, dan komponen mesin lainnya. 3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon sebesar 0,6% C – 1,4% C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas, kekerasan serta kekuatan tarik yang sangat tinggi akan tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah sehingga baja karbon ini menjadi lebih getas. Baja karbon tinggi ini sulit diberi perlakuan panas untuk meningkatkan sifat kekerasannya, hal ini dikarenakan baja karbon tinggi memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi sehingga tidak akan memberikan hasil yang optimal pada saat dilakukan proses pengerasan permukaan. Dalam 19
pengaplikasiannya baja karbon tinggi banyak digunakan dalam pembuatan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, pembuatan kikir, pisau cukur, dan sebagainya.
Gambar 4.1 Diagram kesetimbangan Fe-Fe3C
20
4.1.2 Unsur Paduan Besi murni sangat lunak untuk digunakan dalam keperluan yang membutuhkan material dengan sifat yang kuat. Sehingga dalam aplikasinya, penambahan unsur paduan lain dalam jumlah kecil dapat meningkatkan kekuatan baja tersebut. Ini terjadi karena adanya perbedaan ukuran atom yang mendesak masuk ke dalam struktur baja sehingga menyebabkan baja sulit untuk terdeformasi secara atomik. Maka dari itu seberapa kecil pun penambahan unsur lain dalam baja akan merubah sifat mekaniknya. Berikut adalah pengaruh unsur paduan terhadap sifat mekanik dalam baja. a. Karbon (C) Karbon adalah salah satu unsur yang terpenting dan paling berpengarh dalam paduan baja. Dengan ditambahkannya karbon pada baja menyebabkan meningkatnya kekuatan dan kekerasan tetapi menurunkan sifat elastis, sifat mampu tempa dan sifat machining baja tersebut. Penambahan carbon pada baja tidak mempengaruhi sifat anti korosi pada gas, asam dan air. b. Aluminium (Al) Aluminium adalah salah satu de-oksidator yang paling bagus jika ditambahkan nitrogen. Selain sebagai de-oksidator, efek lainnya adalah baja akan lebih tahan
terhadap
strain
aging.
Penambahan
sedikit
aluminium
akan
menyebabkan struktur semakin halus. c. Krom (Cr) Penambahan krom akan menaikkan tensile strength dan yield strength baja. Tensile strength bertambah 0.8-10 MPa untuk setiap penambahan 1% krom. Semakin tinggi kadar krom, baja akan semakin tahan karat. Ini disebabkan karena krom menutupi baja dengan lapisan oksida. d. Mangan (Mn) Penambahan unsur mangan akan meningkatkan kekuatan, sifat mampu tempa, sifat mampu las dan yang paling penting adalah meningkatkan kedalaman kekerasan. Hal inilah yang menyebabkan baja manganese steel memiliki sifat semakin tangguh jika terus dipakai. e. Molybdenum (Mo) Penambahan unsur molybdenum akan meningkatkan tensile strength, sifat mampu las, dan sifat tahan terhadap panas tetapi mengurangi sifat mampu
21
tempa baja tersebut. Jika dikombinasikan dengan unsur krom dan nikel, molybdenum akan menambahkan kekuatan baja secara drastis. f. Nikel (Ni) Penambahan nikel secara signifikan akan menambahkan ketangguhan, dan sifat mampu laku panas. Jika dikombinasikan dengan krom, maka kekerasan baja akan naik dan tahan terhadap korosi. Jika aplikasi yang diinginkan adalah proses las, maka penambahan nikel tidak di rekomendasikan. g. Fosfor (P) Unsur fosfor sangat dihindari dalam baja sehingga dalam aplikasinya dibatasi untuk unsur ini. Menghilangkan unsur ini dalam baja hampir tidak mungkin, maka dari itu hanya dibatasi maksimal 0.05%. h. Timah (Pb) Penambahan timah pada baja akan meningkatkan sifat machinability baja tanpa menurunkan tensile strength. Meski begitu, penambahan timah dibatasi dengan kadar diantara 0.2-0.5%. Ini disebabkan karena timah cenderung terserbar secara merata pada baja. i. Sulfur (S) Penambahan sulfur sangat bagus untuk material tool steel. Dengan bertambahnya sulfur, maka umur tool steel akan bertambah karena sulfur mengurangi friksi tool steel dengan benda kerja (hot hardness). Selain itu, penambahan sulfur mengurangi adanya crack saat proses pengelasan. j. Silikon (Si) Bertambahnya kadar silikon pada karbon akan mengakibatkan adanya peningkatan kekuatan, tahan aus, dan sifat elastis. Inilah kelebihan penambahan unsur silikon, kekuatan dan sifat elastis material akan bertambah padahal kedua sifat tersebut saling berbanding terbalik. Ini dikarenakan silikon membantu terbentuknya presipitasi grafit. Maka dari itu silikon sangat bagus untuk aplikasi baja per. Di sisi lain, sifat kondutifitas material sangat menurun drastis, akibatnya unsur silikon harus di minimalisir dalam aplikasi material elektrik. k. Vanadium Vanadium adalah unsur paduan utama untuk memperhalus butir. Selain itu, vanadium adalah salah satu unsur pembentuk karbida dan mengakibatkan sifat tahan aus, kekuatan saat temperature tinggi, sifat mudah dibentuk, dan sifat tahan creep pada baja meningkat. 4.2
Perlakuan Panas 22
Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama baja, melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat treatment kita memanaskan specimen sampai dengan temperature austenisasinya. Tujuan dari heat treatment adalah : Mempersiapkan material untuk pengolahan berikutnya. Mempermudah proses machining. Mengurangi kebutuhan daya pembentukan dan kebutuhan energi. Memperbaiki keuletan dan kekuatan material Mengeraskan logam sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat. Menghilangkan tegangan dalam. Memperbesar atau memperkecil ukuran butiran agar seragam. Menghasilkan pemukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Perlakuan panas terdiri dari 2 pendekatan, yakni near equilibrium (mendekati kesetimbangan) dan non equilibrium (tidak setimbang). Near equilibrium dilakukan mendekati kondisi equilibrium, sehingga menghasilkan struktur mikro yg mendekati diagram fasenya. Bertujuan untuk melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan tegangan dalam, dan memperbaiki machineability. Perlakuan panas near equilibrium dapat berupa annealing, spheroidizing, normalizing, dan homogenizing. Sedangkan non quilibrium bertujuan untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Perlakuan Panas non-equilibrium dapat berupa pengerasan (Hardening), Tempering, Austempering, Martempering ,dan surface hardening Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening). 4.3
Kekuatan Impak Kekuatan impak adalah kemampuan material untuk menyerap energi dari
pembebanan tiba - tiba tanpa mengalami patahan. Biasanya untuk mengukur kekuatan impak digunakan pengujian izod ataupun charpy test. Metode Charpy merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal/ mendatar, dan arah pembebanan berlawanan
dengan arah takikan. Metode Izod merupakan pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi , dan arah pembebanan searah dengan arah takikan. Metode Charpy banyak digunakan di Amerika sedangkan Izzod digunakan di Eropa.
Kekuatan impak ini sangat mempengaruhi umur pemakaian material pada desain untuk 23
aplikasi tertentu. Kekuatan impak dipengaruhi beberapa faktor, yaitu volume, modulus elastisitas, distribusi pembebanan, dan yield strength. Untuk mendapatkan kekuatan impak yang tinggi beban yang diterima harus terdistribusi keseluruh material secara merata. Serta harus memiliki volume yang besar dengan modulus elastisitas rendah dan yield strength yang tinggi. Kekuatan impak sangat berkaitan dengan sifak mekanik material yang dimilikinya terutama sifat ketangguhan. Ketangguhan (toughness) merupakan kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Energi yang diserap digunakan untuk berdeformasi, mengikuti arah pembebanan yang dialami. Dengan adanya ketangguhan material akan terdeformasi platis sebelum terjadi patahan, akan tetapi material yang ductile bukanlah material yang memiliki ketangguhan yang paling baik. Kunci ketangguhan yang baik merupakan kombinasi dari kekuatan dan ductility. Material yang memiliki kekuatan yang tinggi dan duktilitas yang tinggi akan menghasilkan ketangguhan yang tinggi pula. Ketangguhan dapat diukur dengan menghitung luas area dibawah kurva tegangan regangan dengan satuan berupa energi per volume. Perbandingan beberapa material dapat dilihat pada kurva di bawah :
Gambar 4.2 Perbandingan Kurva Strain Stress
Beberapa hal yang mempengaruhi ketangguhan material adalah sebagai berikut : Strain rate ( rate of loading) 24
Temperature Notch effect Sebuah material dapat memiliki ketangguhan yang baik dibawah beban static tetapi
juga dapat mengalami kegagalan dibawah beban dinamik. Ketangguhan menurun seiring peningkatan pembebenan. Sedangkan saat temperatur rendah, duktilitas dan ketangguhan menurun. Material mungkin menunjukan ketangguhan yang baik ketika tegangan yang dikenainya berupa uniaxial, tetapi ketika multiaxial diberikan karena adanya notch, material tersebut akan tidak dapat bertahan terhadap deformasi plastis dan elastis yang simultan pada arah yang bervariasi. 4.4
Ketahanan Aus Setiap benda yang bergerak dan bersentuhan antara satu dengan yang lainnya pasti
mengalami gesekan. Gesekan atau biasa disebut dengan friksi adalah gaya yang menahan gerakan sliding atau rolling suatu benda terhadap benda lainnya. Penyebab utama gesekan antara dua benda kelihatannya adalah gaya tarik (adhesi) daerah kontak dari permukaan yang secara mikroskopik tidak beraturan, jika diperbesar permukaannya menyerupai bukit dan lembah. Gesekan yang teradi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya keausan atau hilangnya partikel suatu benda. Keausan terjadi apabila dua buah benda yang saling menekan dan saling bergesekan. Keausan yang lebih besar terjadi pada bahan yang lebih lunak. Faktor faktor yang mempengaruhi keausan adalah kecepatan, tekanan, kekasaran permukaan dan kekerasan bahan. Semakin besar kecepatan relatif benda yang bergesekan, maka material semakin mudah aus. Demikian pula sebaliknya, semakin besar tekanan pada permukaan benda yang berkontak, material akan cepat aus, begitu pula sebaliknya. Keausan yang mengakibatkan berkurangnya partikel pada benda akan menyebabkan kerusakan pada benda tersebut. Berikut adalah sifat sifat yang dibutuhkan material tahan aus Kekerasan (Hardness) dan kekerasan panas (Hot Hardness) Material tahan aus diharuskan memiliki kekerasan yang tinggi untuk mencegah terjadinya kerusakan pada material tersebut saat terjadi kontak dengan material lain. Secara logika juga dapat dipahami bahwa material yang keras akan lebih tahan terhadap gesekan jika dibandingkan dengan material yang lunak. Selain kekerasan secara umum, material tahan aus juga harus memiliki sifat hot hardness yang tinggi. Sifat ini artinya material tahan aus tetap dapat mempertahankan kekerasannya walaupun pada suhu tinggi sekalipun. Hal ini dikarenakan ketika kontak 25
antara material terjadi, akan timbul friksi atau gesekan yang disertai dengan pelepasan
panas sehingga suhu permukaan kontak pun dapat meningkat drastis. Ketangguhan (Toughness) Material tahan aus harus memiliki ketangguhan yang baik agar material tersebut tidak mengalami premature failure (pecah / fracture) saat digunakan. Ketangguhan merupakan kombinasi antara sifat kekuatan dan keuletan dari suatu material. Material yang tangguh tentunya tidak akan cepat mengalami failure ketika mengalami
pembebanan atau kontak dengan material lain. Stabilitas Kimia (Chemical Stability) Material tahan aus harus harus memiliki stabilitas kimia yang baik karena ketika kontak terjadi dan ada kenaikan suhu, maka ada kemungkinan terjadinya difusi atomatom antara material yang mengalami kontak. Hal ini tentunya tidak diinginkan karena proses difusi atom tersebut dapat menimbulkan segregasi komposisi dan mengubah sifat mekanis material tahan aus. BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Pengamatan Material tahan impak adalah material yang memiliki ketangguhan yang cukup untuk
menerima beban kejut. Material tahan impak biasanya diberikan perlakuan berupa tempering. Tempering bertujuan untuk memperbaiki sifat material. Material tahan impak harus memiliki ketangguhan yang bagus, sehingga harus dilakukan proses tempering. Sedangkan material tahan aus adalah tahan terhadap abrasi dari gaya gesek sehingga biasanya material ini memiliki kekerasan yang tinggi. Setelah diamati di lapangan, diketahui penerapan komponen tambang yang membutuhkan material tahan impak dan tahan aus berada pada : 1. Gear Rim Segment Main Slewing pada BWE 2. Crawler Chain Link pada BWE 3. Cam for Drive Thumbler 4. Wheel Bogie (Travel Wheel) 5. Gigi Bucket pada BWE 6. Transfer Chute pada Hopper 7. Breaker Assy 8. Chain Feeder Breaker 5.2
Pembahasan
Gear Rim Segment Main Slewing pada BWE 26
Gear rim segment adalah gear utama penggerak utama BWE. Gear ini berfungsi untuk memutar BWE ke kanan dan ke kiri. Gear ini terbuat dari material GS 30CrMoV64II. Komposisi kimia material ini dapat dilihat di tabel 5.1. Tabel 5.1 Komposisi Kimia GS30CrMoV64II Unsur Kadar
Min Max
%C 0.27 0.34
%Si
%Mn
0.6
0.6 1
%P 0.02
%S
%Cr
%Mo
%V
0.015
1.3 1.7
0.3 0.5
0.05 0.15
Material ini termasuk baja karbon medium. Pada kasus ini, material membutuhkan sifat tahan aus yang cukup tinggi. Penambahan unsur Cr, Mn, dan Si secara signifikan menaikkan sifat tahan aus. Penggunaan baja karbon medium pada spare part gear bertujuan untuk menghindari adanya sifat getas. Sifat getas pada gear harus dihilangkan agar gear tidak failure saat dikenakan beban kejut. Maka dari itu diperlukan perlakuan panas berupa surface hardening. Jenis aus yang biasa terjadi di bagian ini adalah fatigue wear dan melt wear. Fatigue wear terjadi karena beban yang terus menerus diberikan sehingga material mengalami fatigue. Selain itu, saat gear ini bekerja, memungkinkan terjadinya panas akibat dari gesekan. Hal ini juga mempercepat keausan gear.
(a) (b) Gambar 5.1 (a) posisi gear pada BWE (b) gear rim segment dari bawah
Selain itu, masalah yang seringkali terjadi di lapangan adalah gear rim segment mengalami microcrack. Microcrack terjadi karena material tidak homogen. Dalam hal ini, komposisi gear memang tidak homogen karena sebuah gear pasti diberikan perlakuan panas berupa carburizing ataupun surface hardening. Pada skala mikroskopis, material ulet adalah tidak homogen. Ketika ada beban yang berisolasi (beban dinamik) di daerah yang tidak 27
homogen tersebut akan menyebabkan local yielding pada daerah tersebut. Yielding plastis yang terlokalisasi tersebut menyebabkan distorsi dan membentuk “slip band” sepanjang batas kristal material. Slip band adalah daerah yang sangat intens mengalami deformasi akibat shear motion. Dengan semakin banyaknya tegangan yang berosilasi maka slip band terus bertambah dan akan bergabung membentuk mikroskopis crack. Walaupun tidak ada notch mekanisme ini tetap terjadi sepanjang beban dinamik melampaui yield strength di suatu daerah mikroskopik pada material. Keberadaan void atau inclusion membantu terjadinya crack. Mekanisme lain penyebab crack propagation adalah korosi. Apabila ada suatu komponen mesin yang terdapat crack di dalamnya berada di lingkunagan korosif maka crack dapat tumbuh ketika menerima beban statik. Kombinasi tegangan dan korosi memiliki efek yang saling bersinergi satu sama lain yang mana material akan cepat terkorosi ketika menerima tegangan dibandingkan material yang tidak menerima tegangan. Kondisi akibat kombinasi tersebut dapat berbentuk stress-corrosion (tegangan yang mempercepat korosi) atau environmentally assisted cracking (lingkungan korosif yang membantu crack propagation). Jika komponen mesin tersebut menerima beban dinamik di lingkungan korosif, maka akan lebih cepat pertumbuhan crack-nya dibandingkan jika tidak berada di lingkungan korosif. Dengan kondisi lingkungan asam batubara, ditambah beban kerja berlebih untuk mengejar target produksi akan mempercepat proses microcrack ini. Selama ini, PTBA hanya melakukan proses polishing untuk menanggulangi microcrack ini. Umur gear ini tidak bisa diprediksi, tetapi rata rata penggantian gear ini 3 tahun sekali. Crawler Chain Link Crawler chain link adalah bagian pada BWE yang berfungsi sebagai penggerak utama untuk maju dan mundur. Crawler chain link terbuat dari material Austenitic Manganese Steel seperti ASTM A 128 (A) dengan komposisi kimia pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Chemical composition for crawler chain link Unsur Kadar
Min Max
%C 0.9 1.3
%Si
%Mn
0.8
11 14
%P 0.07
%S
%Cr
0.04
1.5 2.5
Austenitic manganese steel sangat bagus digunakan untuk keperluan alat berat karena material ini memiliki toughness yang paling bagus dari material lainnya. Ciri khas Austenitic 28
manganese steel apabila menerima tumbukan dengan besaran tumbukan tertentu yang berulang ulang semakin meningkatkan nilai kekerasan tanpa terjadi retak atau cracking. Austenitic manganese steel atau lebih dikenal dengan Baja mangan Hadfield berbeda dari baja lain yang mendapatkan pengerasan permukaan dengan kedalaman kekerasan tetapi seperti nitriding atau carburizing. Kekerasan yang dimiliki baja mangan terdapat keuletan tinggi di dalamnya sehingga dapat dikatakan baja mangan Hadfield memiliki ketangguhan yang tinggi. Tabel 5.4 Sifat Mekanik Crawler Chain Link Mechanical Properties Tensile Strength
Yield Strength
Shear Streangth
600 N/mm2
300 N/mm2
580 N/mm2
Gambar 5.2 Crawler Chain Link Permasalahan yang sering terjadi pada chain link adalah patah. Ini terjadi karena beban geser yang diterima crawler chain link sangat besar. Ini dapat dijelaskan karena adanya konsenterasi panas di salah satu bagian crawler chain link. Distribusi beban dapat dilihat pada gambar 5.4.
29
Gambar 5.3 Posisi crawler chain link dan sayap (sheet wings)
Gambar 5.4 Distribusi beban crawler chain link. Karena adanya beban geser yang melebihi kapasitas maka seringkali crawler chain link mengalami patah. Maka dari itu, proses manufaktur dari crawler chain link sangat menentukan umur dari crawler chain link. Cam for Drive Thumbler Cam adalah salah satu unit pembentuk gerigi. Material utama pembentuk cam biasanya adalah ASTM 4135 atau JIS SCM3H atau DIN 1.7225 (GS 42CrMo4). Komposisi material dan spesifikasi dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.5 Komposisi Kimia EN 10083 Unsur Kadar
%C
Min Max
0.38 0.45
%Si
%Mn
0.6
0.6 1
%P 0.05
%S
%Cr
%Mo
0.15
0.8 1.2
0.2 0.3
Sementara itu dibutuhkan mechanical properties seperti pada tabel 5.4 Tabel 5.6 Mechanical Properties for Cam Drive Tumbler 30
Dengan permintaan mechanical properties seperti itu, dibutuhkan perlakuan pada material tersebut. Dengan kadar karbon medium, baja ini dapat di quench untuk mendapatkan kekerasan
yang Mechanical Properties
diinginkan. baja
ini
di
memperbaiki mekaniknya.
Tensile Strength 90 MPa
Hardness 270-330 HB
Limit of Elasticity 800 MPa
Setelah
itu,
temper
untuk
sifat Setelah
itu,
baja diberikan perlakuan surface hardening hingga mendapatkan hardness sebesar 330 HB.
Gambar 5.5 Cam untuk Drive Thumbler Wheel Boogie Wheel Boogie adalah pasangan dari cam drive. Saat cam berputar, maka wheel boogie akan berputar juga. BWE membutuhkan roda berbentuk wheel boogie karena desainnya yang fleksibel dan seimbang untuk jalur yang bergelombang (tidak rata). Untuk mencegah adanya kegagalan akibat berbedanya mechanical properties cam dengan wheel boogie, maka dari itu material dan mechanical properties wheel boogie sama dengan cam drive.
31
Gambar 5.6 Wheel Bogie BWE Material yang digunakan untuk wheel bogie berupa ASTM 4135. Dimana material tersebut telah melalui proses oil quench dan kemudian melalui proses tempering. Material ini harus mampu dalam menahan beban bobot hingga 554 ton dengan jumlah 16 wheel bogie dalam satu BWE. Material wheel bogie ini, bukannya hanya keras tetapi juga memiliki nilai elastis. Tabel 5.7 Komposisi Kimia Wheel Bogie Unsur Kadar
%C
Min Max
0.38 0.45
%Si
%Mn
0.6
0.6 1
%P 0.05
%S
%Cr
%Mo
0.15
0.8 1.2
0.2 0.3
Tabel 5.8 Sifat mekanik Wheel Bogie Mechanical Properties Tensile Strength
Limit of Elasticity
900 – 1100 N/mm2
800 N/mm2
Hardness 270-330 HB
Gigi Bucket BWE Tugas utama BWE adalah mengeruk batubara. BWE sendiri memiliki Bucket sebagai pengeruk utama. Bucket inilah yang pertama kali menyentuh tanah ketika proses penambangan berlangsung. Bucket sendiri terdiri dari beberapa bagian, tetapi bagian yang bertugas sebagai penghancur adalah gigi bucket. Gigi bucket terbuat dari baja karbon menengah dengan komposisi seperti pada tabel 5.5. 32
Tabel 5.9 Komposisi kimia gigi bucket Unsur Kadar
%C
Min Max
0.38 0.45
%Si
%Mn
0.6
0.6 1
%P 0.05
%S
%Cr
%Mo
0.15
0.8 1.2
0.2 0.3
Sementara itu, gigi bucket membutuhkan tensile strength yang sangat tinggi. Mechanical properties yang dibutuhkan seperti pada tabel 5.6. Tabel 5.10 Sifat mekanik yang dibutuhkan gigi bucket Mechanical Properties
Fungsi
Tensile Strength
Yield Strength
Hardnes s
163.1-165.6 MPa
140.1-143.9 MPa
472 HB
utama
gigi
bucket adalah untuk menghancurkan. Hanya dibutuhkan untuk menghancurkan batubara. Untuk mengoptimalkan kerja mesin dan untuk memangkas pengeluaran digunakan baja karbon rendah. Selain murah, mudah ditemukan di pasaran, baja karbon rendah juga memiliki toughness yang tinggi. Artinya, ketahanan impak yang cukup tinggi untuk menerima beban kejut dari batubara, selain itu baja ini juga memiliki kekerasan yang cukup. Karena memiliki kekerasan yang cukup, ketahanan aus juga cukup tinggi. Diperlukan penggantian gigi secara berkala jika gigi sudah aus. Dalam satu wheel, terdapat 14 bucket yang masing masingnya memiliki 6 gigi. Tingkat keausan minimal 70 mm per 300 jam. Kerusakan utama yang sering terjadi pada gigi bucket adalah aus, patah dan bengkok. Patah dan bengkok gigi bucket terjadi karena adanya tumbukan gigi bucket dengan batu pack yang menyerupai batubara. Batu ini memiliki warna yang hampir mirip dengan batubara tetapi memiliki kekerasan yang lebih dibanding batubara. Seringkali gigi bucket patah karena tertumbuk batu ini. Aus juga menjadi masalah utama. Keausan pada gigi bucket tidak merata. Perawatan dilakukan secara visual. Jika ada gigi yang sudah aus, akan ditangani sebelum BWE beroperasi.
33
Gambar 5.7 Gigi Bucket Transfer Chute Transfer Chute merupakan bagian dari CHF ( Coal Handling Facilities ). Pada bagian CHF ini material yang memerlukan sifat tahan aus dan tahan impak adalah pada bagian hopper yang di tunjukkan pada gambar 5.8. untuk melapisi dinding hopper tersebut digunakan material yang mampu menahan impak akibat dari hantaman batubara saat jatuh dan tahun aus karena batubara akan mnegalami sliding. Kekuatan impak yang diterima dinding hopper ini harus mampu menahan batubara yang jatuh dari ketinggian hingga enam meter lebih dengan kecepatan dari conveyor hingga 4 m/detik. Material batubara yang masuk ke hopper dalam sehari dapat mencapai 750 ton/jam. Selain itu, dinding hopper juga harus mampu tahan terhadap korosi karena batubara memiliki tingkat keasaman yang cukup tinggi. Untuk dapat bekerja pada kondisi demikian, pelapis untuk dinding hopper menggunakan wearplate. Wearplate merupakan material yang memiliki sifat tahan terhadap abrasi sangat baik tetapi juga memiliki ketahanan terhadap temperatur dan impak yang baik pula. Ketahanan terhadap abrasi dan impak ini didapatkan dari sifat materialnya yang memiliki kekerasan dan ketangguhan yang baik sekaligus. Wearplate biasa dikembangkan dalam berbagai produk. Salah satu produk tersebut yang digunakan di PT Bukit Asam adalah produk duaplate D60.
34
a.
b.
Gambar 5.8 a. Transfer Chute b. Plate pada Hopper Duaplate D60 adalah dua plat, yaitu wearplate dan base plate, yang digabungkan dengan proses welding. Duaplate D60 merupakan material austenitic chromium carbide yang digunakan untuk wearplatenya dan sebagai base material menggunakan mildsteel ASTM A36. Material austenitic chromium carbide iron ini secara mikrostruktur terdiri dari karbida chromium yang keras yang telah melalui proses quenching dan tempering. Kemudian untuk menggabungkan material wearplate dengan base metalnya, biasanya digunakan cara pengelasan baik secara vertikal maupun horizontal ditambah dengan adanya pemasangan baut. Baut ini dipasangkan ke wearplate dan base metal memiliki jumlah yang berbeda tergantung besar dimensi dari plate tersebut dan dimensi hoppernya. Dimensi plate yang dipakai PT Bukit Asam dapat ditemukan dengan ukuran 13x650x800, 10x630x470, dsb, sehingga diantara dimensi plate tersebut ada yang membutuhkan 4 hole baut atau 12 hole baut. Baut tersebut juga akan dilas untuk melindungi dari keausan. Komposisi material dan sifat mekanik austenitic chromium carbide iron dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.11 Komposisi kimia Unsur Kadar
Min Max
%C 4 5
%Si 0.8
%Mn 2.2
%P
%S
%Cr
%Mo
28 36
35
Tabel 5.12 Sifat mekanik Mechanical Properties VFC Primary Carbide 20 - 40 %
Vickers Hardness Macro 620 - 690
Dengan komposisi kimia dan sifat mekanik demikian didapatkan bahwa material D60 ini dapat digunakan dengan laju keausan 0,5 mm dengan lama jam operasi 2.186 jam ( ± 6 bulan). Akan tetapi tidak tentu pada waktu 6 bulan tersebut terjadi penggantian terhadap plate yang rusak. Kerusakan dilapangan dapat berupa material aus, pecah, retak, dan korosi. Selain itu, tidak secara keseluruhan dinding hopper terjadi kerusakan. Kerusakan lebih sering terjadi pada daerah yang sering menerima beban impak, yaitu pada bagian bawah yang memiliki sudur kemiringan. Pada daerah ini, dengan pengecekan visual, sering terjadi pecah dan retak dibanding keausan, sehingga membutuhkan perbaikan dengan cara penggantian yang baru.
Gambar 5.9 Wearplate yang mengalami kerusakan Breaker Assy Breaker assy merupakan komponen dalam alat crusher. Sesuai dengan namanya, crusher berfungsi untuk menghancurkan dalam hal ini batubara yang berukuran besar menjadi ukuran kecil sesuai yang diinginkan. Breaker assy merupakan komponen penting dalam crusher karena breaker assy bertujuan untuk menghancurkan batubara tersebut. Pada breaker assy ini haruslah memiliki sifat material yang cukup keras untuk menghancurkan dan tahan aus. Namun sifat tersebut juga harus didukung dengan sifat tahan terhadap korosi karena batubara bersifat asam. Dalam satu breaker assy, terdapat sekitar 30 gigi pemecah atau 36
pick breaker. Pick breaker inilah yang sifatnya konsumtif karena cepat mengalami keausan. Pick breaker ini ditempat pada holder dan ring untuk menyambungkan pada main body breaker assy sehingga dapat diganti. Breaker Assy ini biasa terpasang pada dump hopper. Breaker assy bekerja dengan motor penggerak sebesar 1500 rpm yang tereduksi hingga 39 rpm, 39 rpm inilah kecepatan yang diterapkan pada breaker assy. Output batubara yang telah dihancurkan, ukurannya akan berkurang hingga 200 mm.
Gambar 5.10 Breaker Assy Material utama yang digunakan adalah HB500 dan AISI 4145. Baik HB500 dan AISI 4145 memiliki kekerasan yang cukup dengan kandungan karbon dan molydebnumnya. Material ini juga memiliki ketahanan terhadap korosi yang cukup baik dengan adanya unsur chromium. Kondisi aktual dilapangan, breaker assy ini mampu bekerja hingga ± 8 bulan. Dalam waktu 8 bulan ini dapat terjadi keausan, patah, korosi dan crack. Keausan tentu terjadi karena crusher bergesekan terus – menerus dengan batubara sehingga terjadi abrasi pada permukaan pick breaker. Biasanya bagian yang paling aus terjadi pada pinggir breaker assy. Breaker assy ini juga dapat mengalami patahan dikarenakan beberapa kali ada batuan lain yang masuk kedalam crusher yang kekerasan diatas batubara. Breaker assy juga mengalami korosi namun karena bagian yang terkorosi mengalami gaya gesek terus menerus dan mengerus bagian yang terkorosi, daerah yang terkorosi tidak terlihat. Breaker assy ini apabila tingkat keausan masih rendah, dapat di las atau hard facing pada pick breakernya. Sedangkan bila sudah parah pick breaker ini akan langsung diganti.
37
Tabel 5.13 Komposisi Kimia Unsur
%C
HB 500 AISI 4145
0.26 0.45
%Si
%Mn
%P
%S
1.3 0.9
%Cr
%Mo
1.9 1
0.03 0.2
Tabel 5.14 Sifat Mekanik Mechanical Properties Tensile Strength HB 500 AISI 4145
1350 – 1700 Mpa 140 ksi
Yield Strength
Ellongati on
1350 MPa
10 %
120 ksi
13 %
Gambar 5.11 Breaker Assy yang mengalami kerusakan Chain Feeder Breaker
Gambar 5.12 Chain Feeder Breaker Sama halnya dengan breaker assy, chain feeder breaker merupakan bagian komponen pada alat crusher. Rantai ini berfungsi untuk menggerakan belt pada crusher, sehingga 38
material batu bara dapat di hancurkan. Sama halnya breaker assy, rantai ini bekerja pada hopper yang tiap jamnya mampu menampung batubara hingga 750 ton. Rantai ini bergerak dengan pompa hidrolik. Pada rantai ini dapat digunakan SAE 1045. SAE 1045 merupakan baja karbon medium. Baja 1045 memiliki sifat weldabilty dan machinibilty yang baik. Dengan perlakuan panas berupa hardening, baja ini akan memiliki kekerasan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, menggunakan bahan material tersebut sudah cukup memiliki kekerasan dan kekuatan untuk menahan keausan akibat gaya gesek dan cukup kuat untuk menghantarkan belt. Pada kondisi normal, rantai ini hingga mencapai titik keausan yang tidak layak pakai lagi dapat bertahan hingga pemakain selama 9 bulan. Namun pada praktiknya, rantai ini dapat mengalami patahan seperti pada gambar 5.13. hal ini terjadi karena adanya batu pack atau batu asing selain batubara yang memiliki nilai kekerasan cukup tinggi dan masuk kesela – sela rantai sehingga menyebabkan patahan, sehingga perbaikan yang dilakukan adalah berupa penggantian. Tabel 5.15 Komposisi Kimia Unsur
%C Min
Kadar
Max
%Si
0.38
%Mn
%P
%S
0.003 5
0.003 5
0.75
0.43
10.
%Cr
%Mo
0.8
0.15
1.1
0.25
Tabel 5.16 Sifat Mekanik Mechanical Properties Tensile Strength
Yield Strength
Hardnes s
565 MPa
310 MPa
163 HB
Gambar 5.13 Chain Feeder Breaker yang mengalami kerusakan
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa pada peralatan tambang banyak ditemukan komponen yang memerlukan material bersifat tahan aus dan tahan impak sebagai berikut : 1. Gear Rim Segment Main Slewing pada BWE (Cast Steel) Memerlukan sifat tahan aus yang tinggi, ketangguhan yang cukup dan kekerasan yang tinggi. PTBA menggunakan material GS30CrMoV64II. Penambahan unsur Cr dan Si secara signifikan menaikkan sifat tahan aus. 2. Crawler Chain Link pada BWE (Austenitic Manganese Steel) Ciri khas Austenitic manganese steel apabila menerima tumbukan dengan besaran tumbukan tertentu yang berulang ulang semakin meningkatkan nilai kekerasan tanpa terjadi retak atau cracking. Cocok untuk aplikasi tahan aus. PTBA menggunakan material ASTM A-128 (A). 3. Cam for Drive Thumbler (Cast Steel) Dengan kadar karbon medium, baja ini dapat di quench untuk mendapatkan kekerasan yang diinginkan. Setelah itu, baja ini di temper untuk memperbaiki sifat mekaniknya untuk bekerja dalam aplikasi tahan aus d an impak. PTBA menggunakan material ASTM 4135. 4. Wheel Bogie (Travel Wheel) (Cast Steel) Merupakan material yang melalui oil quenching dan tempering, memiliki kekerasan yang cukup tinggi dengan elastisitas yang memadai. Cocok untuk menahan beban besar dan aplikasi tahan aus. PTBA menggunakan material ASTM 4135. 5. Gigi Bucket pada BWE (Cast Steel) Untuk mengoptimalkan kerja mesin dan untuk memangkas pengeluaran digunakan baja karbon rendah. Selain murah, mudah ditemukan di pasaran, baja karbon rendah juga memiliki toughness yang tinggi dan memiliki kekerasan yang cukup. 6. Transfer Chute pada Hopper (Austenitic Chromium Carbide Iron) Memiliki kekerasan yang tinggi untuk menahan keausan dan ketangguhan yang tinggi pula untuk menahan beban impak. PTBA menggunakan material Duaplate D60. 7. Breaker Assy (Chromium Molybdenum Alloy Steel) PTBA menggunakan material ASTM 4145. Material tersebut memiliki kekerasan dan ketangguhan yang cukup untuk aplikasi tahan aus dan tahan impak. 8. Chain Feeder Breaker (Medium Carbon Steel)
40
Merupakan baja dengan kekerasan yang cukup tinggi, sehingga tahan terhadap keuasan akibat gaya gesek dan adanya unsur Cr untuk mencegah korosi. PTBA menggunakan material SAE 1045.
41
DAFTAR PUSTAKA
A Macsteel Group Company. 2005. MACSTEEL : SPECIAL STEELS CATALOGUE. Lea Road Dunswart, South Africa. Albar, M. Ekaditya. 2012. Material Selection. Jakarta, Indonesia. ASM Internationals. 1991. ASM Handbook Volume 4 Heat Treating. America. Bonšjak, Srđan M. dkk. 2011. Failure Analysis of the Stacker Crawler Chain Link. Berlin : . Procedia Engineering 2010. Callister, William D. 2007. Materials Science and Engineering : an Introduction. America. John Wiley & Sons, Inc. Erinofiardi, dkk. 2013. Perancangan Roda Gigi Lurus, Roda Gigi Miring dan Roda Gigi Kerucut Lurus Berbasis Program Komputasi. Bengkulu, Indonesia. Kaelani, Yusuf dan Dwi Tarina W. 2012. Studi Eksperimental Laju Keausan (Specific Wear Rate) Resin Akrilik dengan Penambahan Serat Penguat pada Dental Prosthesis. Surabaya, Indonesia. Marinković, Zoran dan Goran Petrović. 2004. Processing the Lifetime of Bucket Wheel Excavator Parts in Strip Mine Technologies. Facta Universitatis : Serbia and Montenegro. Mechanical Engineering vol.2. Mukti. 2011. Kriteria Kegagalan Lelah. Solo : Indonesia. Universitas Negeri Solo. Nurdiansyah, Yanto Ahmad. 2011. Perhitungan Keausan berbasis FEM pada Sistem Rolling Sliding . Semarang, Indonesia. Ramachandran, V., dkk. 2005. Failure Analysis of Engineering Structures : Metodolgy and Case Histories. Bangalore : America. ASM International. Setiyorini, Yuli dan Mohammad Ismanhadi S. 2013. Pengaruh Media Pendingin pada Proses Hardening terhadap Struktur Mikro Baja Mangan Hadfield AISI 3401 PT Semen Gresik. Surabaya, Indonesia. Suherman, Wahid. 2001. Diktat Perlakuan Panas. Surabaya, Indonesia.
5
LAMPIRAN
6
7
8
9
10
11
12
Gambar Dimensi Chain Feeder Breaker
Gambar Dimensi Hopper Gambar dimensi Crawler Chain Link Pick Gambar Dimensi Breaker Assy dan Posisi Gambar Dimensi Liner Gambar Dimensi Breaker Assy Gambar Dimensi Duaplate D60 Gambar Dimensi Gigi Bucket
13