BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (WHO, 2004 dalam Depkes RI 2011). Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila sebelum dirawat tidak ada tanda-tanda klinik terjadi infeksi namun selama dirawat muncul tanda-tanda infeksi yang timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan (Darmadi, 2008). Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, prosedur invasif, terapi yang di terima dan lamanya perawatan mempengaruhi resiko terinfeksi. Risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. Kasus infeksi nosokomial di dunia 9% dari 1,4 juta pasien rawat inap di dunia. Infeksi ini terus meningkat dari 1% di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika (Kemenkes RI, 2011). Hasil survey pada beberapa negara terutama di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa infeksi nosokomial yang prevalensinya tinggi adalah infeksi saluran kemih 42%, infeksi luka operasi 24%, dan infeksi saluran nafas 11% (Nasronudin, dkk., 2007). Di Indonesia kasus infeksi nosokomial tidak diketahui keakuratannya, namun data pada beberapa rumah sakit seperti: Rumah Sakit DKI Jakarta 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi baru, di RSUP Dr.Sardjito Surabaya 7,3% (Napitupulu, 2009 dalam Puspitasari, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeyamohan (2010) di RSUP Haji Adam Malik, memaparkan dari 534 pasien pasca operasi diperoleh prevalensi sebanyak 5,6% pasien mengalami infeksi nosokomial luka operasi kelas bersih. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial sangat memprihatinkan. Infeksi nosokomial berdampak menambahkan ketidakberdayaan fungsional, tekanan emosional, dan ada beberapa kasus yang mengakibatkan kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup (Tietjen, dkk, 2004).
Sangat banyak dampak yang merugikan pasien akibat infeksi nosokomial bila tidak dilakukan penanganan terhadap masalah tersebut. Untuk itu Sasaran Internasional Keselamatan Pasien (SIKP), disyaratkan untuk mengimplementasikannya mulai tanggal 1 Januari 2011 di semua rumah sakit yang terakreditasi oleh t Commission International (JCI) di bawah Standar Internasional untuk Rumah Sakit. Dan pada kesempatan ini kelompok akan membahas sedikit tentang sasaran ke- 5 dari keselamatan pasien yaitu Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Infeksi Nosokomial). 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6 1.2.7
Bagaimanakah konsep dasar patien safety ? Apa yang dimaksud dengan IPSG.5 ? Apa saja standar IPSG.5 ? Bagaimana maksud dan tujuan IPSG.5 ? Apa saja elemen penilaian IPSG.5 ? Apa yang dimaksud dengan Infeksi Nosokomial ? Bagaimana Identifikasi masalah IPSG.5 ?
1.3 Tujuan 1.3.1
Untuk mengetahui konsep dasar tentang patien safety.
1.3.2
Untuk mengetahui tentang IPSG.5.
1.3.3
Untuk mengetahui standar IPSG.5.
1.3.4
Untuk mengetahui maksud dan tujuan IPSG.5.
1.3.5
Untuk mengetahui elemen penilaian IPSG.5.
1.3.6
Untuk mengetahui tentang Infeksi Nosokomial.
1.3.7
Untuk mengetahui identifikasi masalah IPSG 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Patient Safety 2.1.1
Pengertian Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: a) Assessment risiko b) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien c) Pelaporan dan analisis insiden d) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya e) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
2.1.2
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat 3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit 4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah: 1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar) 2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif) 3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi) 4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi) 5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan) 6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
2.1.3
Sasaran keselamatan pasien Tujuan IPSG adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien Sasaran sasaran dalam SIKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari t Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan Spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut : IPSG.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar IPSG.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif IPSG.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai IPSG.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar, Pembedahan Pada PasienYang Benar IPSG.5 Mengurangi Resiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan IPSG.6 Mengurangi Resiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh 2.2 Standar IPSG.5 Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. 2.3 Maksud dan Tujuan IPSG.5 Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses
kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi dari petunjuk itu di rumah sakit. 2.4 Elemen Penilaian IPSG.5 1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety). 2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. 3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. 2.5 Konsep Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Infeksi Nosokomial) A. Definisi Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari
satu
orang
ke
orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit. Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu : a. Waktu mulai perawatan tidak ditemukan tidak didapatkan tanda klinik dan tidak sedang masa inkubasi infeksi tertentu. b. Infeksi sekurang-kurangnya muncul 72 jam stelah dirawat c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tertentu. d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan baerasal dari rumah sakit
e. Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat persalinan atau selama perawatan dirumah sakit. A. Rantai Penularan Infeksi/ Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah: 1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load) 2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina 3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain. 4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu : a. Kontak ( transmission): 1. Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen 2. Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek (benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella. c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran
jauh,
dapat
terinhalasi,
contoh: Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat 5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka). 6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter. B. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari: 1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi. 3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan
Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan) 4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV. C. Kewaspadaan Isolasi Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius diantara petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar. Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari : Standard Precautions /Kewaspadaan Standar gabungan dari:
Universal Precautions/Kewaspadaan Universal
Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap
waktu di semua unit pelayanan kesehatan
Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standard
precautions.
Kewaspadaan Standar Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:
1. Kebersihan tangan/Handhygiene 2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield(pelindungwajah), gaun 3. Peralatan perawatan pasien 4. Pengendalian lingkungan 5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen 6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan 7. Penempatan pasien 8. Hyangiene respirasi/Etika batuk 9. Praktek menyuntik yang aman 10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada pasien
gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman
penyebab infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak kulit atau permukaan terkontaminasi. 3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi: – kewaspadaan transmisi kontak – kewaspadaan transmisi droplet – kewaspadaan transmisi airborne Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. 1. Kewaspadaan transmisi Kontak a)
Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri mencegah HAIs)
b)
Kohorting (management MDRo ) APD petugas:
Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
c)
Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan Transport pasien
Batasi kontak saat transportasi pasien
2. Kewaspadaan transmisi droplet a)
Penempatan pasien :
Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m
Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka
b)
APD petugas:
c)
Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien Transport pasien
Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne a)
Penempatan pasien :
Di ruangan tekanan negatif
Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol
Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA
Pintu harus selalu tertutup rapat.
kohorting
Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting jarak >1 m
Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif mencegah penyebaran
Ventilasi airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih mahal)
Terpisah jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang
b)
APD petugas:
Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur
Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,
Gaun
Goggle
Sarung tangan
(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol) c)
Transport pasien
Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan
Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan : Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi patogen yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.
Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien 2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu lainnya 3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh) 4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan infeksius 5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien. 6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya. 7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) 8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah dibersihkan dan didisinfeksi benar. D. Kebersihan Tangan Salah Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif. Pada tahun 2009,WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene.Five Moments for Hand Hygiene adalah 5 momen krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan kebersihan tangan dengan mencuci tangan disaat: sebelum kontak/ bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/ steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan, setelah kontak/ bersentuhan dengan pasien, dan setelah kontak/ bersentuhan dengan benda dan lingkungan pasien (WHO, 2006). Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci
tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis alkohol. Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.
Kapan Mencuci Tangan?
Segera setelah tiba di rumah sakit
Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien
Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien
Diantara kontak pasien satu dengan yang lain
Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien
Sesudah ke kamar kecil
Sesudah kontak darah atau cairan tubuh lainnya
Bila tangan kotor
Sebelum meninggalkan rumah sakit
Segera setelah melepaskan sarung tangan
Segera setelah ihkan sekresi hidung
Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
Alternatif Kebersihan Tangan
Handrub berbasis alkohol 70%: –
Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas
–
Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau
–
Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml 100 ml alkohol 70 %)
Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan sabun harus dilakukan
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan kotor harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan sabun dan air mengalir
Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya mencuci tangan sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.
Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit
Enam langkah kebersihan tangan : Langkah 1
:
Gosokkan kedua telapak tangan
Langkah 2
:
Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan, dan
lakukan sebaliknya Langkah 3
:
Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan saling
menyilang Langkah 4
:
Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan kanan dan
lakukan sebaliknya Langkah 5
:
Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan secara
memutar, dan lakukan sebaliknya Langkah 6
:
Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan
kiri, dan lakukan sebaliknya
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Salah Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif. Pada tahun 2009,WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan five moments for hand hygiene.Five Moments for Hand Hygiene adalah 5 momen krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan kebersihan tangan dengan mencuci tangan disaat: sebelum kontak/ bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/ steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan, setelah kontak/ bersentuhan dengan pasien, dan setelah kontak/ bersentuhan dengan benda dan lingkungan pasien (WHO, 2006).
DAFTAR PUSTAKA IPSG.5 PRI http://akreditasi.web.id/2012/?page_id=1322. Diakses pada tanggal 3 April 2016.
Anonym.(2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 1691/Menkes/Per/Viii/2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.Diakses pada tanggal 29 Maret 2016 dari http://www.hukor.depkes.go.id. Anonym.(2012). International Patient Safety Goals (IPSG). Diakses pada tanggal 29 Maret 2016 dari http://jci-akreditasirumahsakit.blogspot.com. Anonym.(2012).Academia.Edu. https://www.academia.edu.
Diakses
pada
tanggal
5
Maret
2014
dari
Yuliarto.(2013). International Patient Safety Goals (IPSG) Sasaran Internasional.Diakses pada tanggal 29 Maret 2016 dari http://lamongankab.go.id.