NCTM A. Standar Proses NCTM Standar proses merujuk kepada proses matematika yang mana melalui proses tersebut siswa memperoleh dan menggunakan pengetahuan matematika. Kelima standar proses harus tidak dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari standar isis dalam kurikulum matematika. Kelima standar proses mengarahkan metode-metode atau proses-proses untuk mengerjakan seluruh matematika. Oleh karena itu, harus dilihat sebagai komponen-komponen integral dengan pembelajaran dan pengajaran matematika. NCTM memuat lima standar proses, yaitu: 1. Pemahaman 2. Penalaran 3. Komunikasi 4. Koneksi 5. Pemecahan masalah Menurut Van de Wale (2003), “mengajar matematika yang mencerminkan kelima standar proses merupakan pengertian terbaik dari mengajar matematika menurut standar NCTM”. Oleh karena itu bagi guru mutlak adanya untuk menguasai keterampilan lima standar proses tersebut dalam mengajar. B. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Salahsatu tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa. Pemahaman merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu understanding. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemahaman berasal dari kata paham yang artinya mengerti benar dalam suatu hal. Sedangkan Bahasa Inggris pemahaman disebut comperhenson. Dalam istilah lain pemahaman dapat disebut juga “mengerti” yang artinya kemampuan memahami. Menurut Driver (Hasanah, 2004, hlm. 20), “Pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan”. Dari pengertian tersebut terdapat tiga kata kunci, yaitu: Kemampuan mengenal, kemampuan menjelaskan, kemampuan
menginterprestasi atau kemampuan menarik kesimpulan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Machener bahwa untuk memahami suatu objek secara mendalam, seseorang harus mengetahui lima hal, yaitu: 1. Objek itu sendiri. 2. Relasinya dengan objek lain yang sejenis. 3. Relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis. 4. Relasi dual dengan objek lain yang sejenis. 5. Relasi dengan objek dalam teori lainnya. 2. Jenis-jenis Pemahaman Terdapat beberapa pendapat para ahli yang menkjelaskan tentang jenis-jenis pemahaman matematika, salah satunya yang paling populer adalah jenis pemahaman berdasarkan taksonomi tujuan Bloom, Ruseffendi (Herdian, 2010) yang menyebutkan bahwa pemahaman dapat digolongkan kedalam tiga segi yang berbeda yaitu pemahaman translasi (pengubahan), interprestasi (pemberi arti), ekstrapolasi (pembuatan ekstrapolasi). Pemahaman translasi merupakan kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dalam bentuk lain dari pernyataan atau ide yang dikenal sebelumnya. Misalnya mengubah soal cerita luas persegipanjang kedalam kalimat. matematika. Pemahaman interprestasi adalah kemampuan untuk memahami suatu ide yang disusun ke dalam bentuk lain, misalnya mengubah persamaan garis ke dalam bentuk gambar. Pemahaman ekstrapolasi adalah keterampilan untuk meramalkan kalanjutan dari kecenderungan yang ada, misalnya membayangkan bentuk yang terjadi akibat dari perputaran luas daerah yang diputar terhadap sumbu X dan sumbu Y. Menurut Maulana (2011) ada beberapa jenis pemahaman menurut beberapa ahli. Adapun jenis-jenis pemahaman yang dikemukakan oleh beberapa ahli ialah sebagai berikut. a. Polya membagi kemampuan pemahaman menjadi empat tahap. Keempat tahap pemahaman menurut Polya ialah sebagai berikut. 1) Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh kemampuan mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. 2) Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. 3) Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran suatu rumus atau teorema. 4) Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran tanpa ragu-ragu sebelum menganalisis lebih lanjut. b. Polattsek membagi pemahaman dalam dua jenis, yakni sebagai berikut. 1) Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik saja. 2) Pemahaman fungsional, ditandai dengan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya. c. Copeland membedakan dua jenis pemahaman yakni sebagai berikut. 1) Knowing how to, yaitu dapat melakukan suatu perhitungan secara rutin atau algoritmik. 2) Knowing, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara sadar. d. Skemp membedakan dua jenis pemahaman: 1) Pemahaman instrumental, dengan ciri hafal konsep atau prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan melakukan pengerjaan hitung secara algoritmik.
2)
Pemahaman relasional, yakni mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, atau suatu prinsip dengan prinsip lainnya. Terkait dengan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM (Herdian, 2010) dapat dilihat dari kemampuan siswa. a. Mengidentifikasi konsep secara verbal dan tulisan. b. Membuat contoh dan non contoh penyangkalan. c. Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram dan simbol. d. Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain e. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dengan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu konsep. f. Mengenal berbagai makna dan interprestasi konsep. g. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep. 3. Aspek Kemampuan Pemahaman Matematika Terdapat beberapa aspek yang harus termuat dalam kemampuan pemahaman. Menurut Kurniawan (2009), terdapat tujuh aspek yang harus termuat dalam kemampuan pemahaman, yakni sebagai berikut. a. Interpreting/menginterpretasikan/menafsirkan, yaitu suatu kemampuan untuk menafsirkan suatu objek yang diawali dengan proses perubahan representasi yang satu ke representasi yang lainnya. Misalnya, menguraikan sesuatu dengan kata-katanya sendiri, menafsirkan gambar-gambar dengan kata-kata, menafsirkan kalimat atau kata-kata dengan gambar, dan menafsirkan bilangan-bilangan dengan kata-kata atau sebaliknya. b. Examplifying atau kemampuan memberikan contoh khusus dari suatu konsep yang umum. c. Classsifying atau kemampuan mengklasifikasikan, yaitu terjadi ketika seorang siswa merekognisi suatu contoh atau kejadian menjadi suatu konsep tertentu. Mengklasifikasikan merupakan proses yang dimulai dengan pemberian sebuah contoh khusus kepada siswa yang kemudian mendorong siswa untuk menemukan sebuah konsep umum. d. Summarizing atau merangkum, yaitu terjadi ketika siswa memberi kesan atas sebuah statemen tunggal yang mewakili suatu informasi yang disajikan. Yang termasuk merangkum adalah membangun sebuah representasi suatu informasi dari suatu peran. Nama lain merangkum adalah menggeneralisasikan dan mengabstraksikan. Mengabstraksi sebuah rangkuman berarti seperti menentukan sebuah tema utama. e. Inferring atau menduga, yaitu kemampuan menemukan sebuah bentuk dari sejumlah contoh-contoh yang serupa atau menduga suatu objek. Inferring terjadi ketika seseorang dapat membuat suatu abstraksi dari sebuah konsep atau sejumlah contoh-contoh melalui hubungan pengkodean contoh-contoh yang relevan. Sebagai contoh, ketika siswa diberikan sejumlah bilangan berurut seperti 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, … Inferring terjadi ketika siswa dapat membedakan bentuk dari sejumlah bilangan yang satu dengan bilangan sebelumnya. Proses pendugaan suatu objek termasuk membuat perbandingan di antara sekumpulan konteks tertentu. Nama lain menduga, yaitu mengektrapolasi, interpolasi, memprediksi, dan mengkonklusikan. f. Comparing atau membandingkan. Membandingkan terjadi ketika seorang siswa diberikan sebuah informasi baru kemudian siswa meneliti lebih lanjut dengan mengkorespondensikan informasi tersebut dengan pengetahuan yang lebih dikenalnya. Membandingkan berarti juga menemukan korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan bentuk pola suatu objek, kejadian, dan ide yang lainnya.
g. Explaining atau menjelaskan, yaitu terjadi ketika seorang siswa dapat mengkonstruksi dan menggunakan penyebab dan efek model sebuah sistem. 4. Contoh Soal Pemahaman Berdasarkan jenis-jenis masalah menurut Ruseffendi. Berikut a. Pemahaman translasi. Waginoh memiliki sebuah meja belajar lipat yang berbentuk persegi panjang. Meja belajar tersebut memiliki panjang 40cm dan lebarnya 25 cm. Ubahlah pernyataan tersebut kedalam kalimat matematika! b. Pemahaman interprestasi. Tentukanlah letak kordinat-kordinat berikut! a.(2,7) b.(-4, 5) c.(5,-8) c. Suatu pekerjaan dapat selesai oleh 8 orang dalam waktu 24 hari. Jika jumlah pekerja bertambah menjadi 16 orang, berapa hari pekerjaan tersebut dapat selesai? C. Penalaran 1. Pengertian Kemampuan Penalaran Kemampuan untuk menggunakan nalar sangatlah penting untuk memahami matematika. Dengan mengembangkan ide-ide dalam suatu permasalahan dapat terciptanya dugaan atau hipotesis untuk penyelesaiannya. Kemampuan penalaran ini dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Menurut Gilarso (Setyono, 2008) yang dimaksud dengan penalaran adalah suatu penjelasan yang menunjukkan kaitan atau hubungan antara dua hal atau lebih yang atas dasar alasan-alasan tertentu dan dengan langkah-langkah tertentu sampai pada suatu kesimpulan. Menurut Nico (2012) penalaran adalah sebuah pemikiran untuk dapat menghasilkan suatu kesimpulan. Wikipedia (2014) mengemukakan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Suherman dan Winataputra (Gunawan, 2013) menyatakan bahwa, “Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan”. Kesimpulan yang bersifat umum bisa ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat juga sebaliknya dari hal yang bersifat individual menjadi bersifat umum. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adalah suatu penjelasan yang berasal dari proses berpikir yang menghasilkan kesimpulan, baik sebuah konsep maupun pengertian. Dengan kata lain, kemampuan penalaran ini terfokus terhadap kesimpulan dari penyerapan ideide yang telah dibuktikan secara ilmiah. 2. Jenis Kemampuan Penalaran Kemampuan penalaran terbagi menjadi dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Jenis kemampuan penalaran ini dibutuhkan untuk mengetahui adanya berbagai pola pikir yang ada. Berikut ini adalah penjelasan mengenai 2 jenis kemampuan penalaran. a. Penalaran induktif Menurut Smart (Nadia, 2011), “Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum”. Penalaran ini lebih
banyak berpijak pada observasi inderawi (pengamatan) atau empirik. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah generalisasi. Sagala (2006, hlm. 77) mengemukakan bahwa, “Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum”. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena. b. Penalaran deduktif Matematika terkenal dengan penalaran deduktifnya, karena matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan saja. Menurut Maulana (2006, hlm. 29), “Bahwa kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Dalam penalaran deduktif kebenaran setiap pernyataan harus didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar”. Menurut Sagala (2006, hlm. 76), “Pendekatan dduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum hingga keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus”. Seperti telah dijelaskan di atas, terdapat dua jenis kemampuan penalaran, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus. 3. Indikator Kemampuan Penalaran Kemampuan penalaran berpengaruh pada kurikulum pendidikan, sehingga berkaitan dengan indikator pada setiap materi yang akan dibahas. Menurut Maulana (2011), indikator dalam kemampuan penalaran matematik adalah sebagai berikut: a. Menarik kesimpulan logis. b. Memberi penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, dan hubungan. c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi. d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik. e. Menyusun dan menguji konjektur. f. Merumuskan lawan contoh. g. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen. h. Menyusun argumen yang valid. i. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematik.
4. Tujuan Kemampuan Penalaran Berdasarkan indikator kemampuan penalaran tersebut, didapatkan beberapa tujuan dari kemampuan penalaran, diantaranya sebagai berikut. a. Bisa berpikir logis. b. Mengetahui penjelasan yang berkaitan dengan model, fakta, sifat, dan hubungan. c. Dapat melakukan dugaan sementara atau hipotesis. d. Dapat melakukan pembuktian dengan penalaran deduktif. e. Dapat membedakan antara argumen yang valid ataupun sebaliknya. 5. Soal Kemampuan Penalaran a. Contoh soal penalaran induktif. Tebaklah bangun datar apa yang sesuai dengan penjelasan ini? 1) Memiliki empat sisi yang sama panjang. 2) Memiliki empat sudut yang sama besar. Besar masing-masing sudut adalah 90ᵒ. 3) Kelilingnya adalah 4 x sisi. 4) Luasnya adalah sisi x sisi. 5) Memiliki dua diagonal sama panjang. 6) Memiliki empat simetri putar. 7) Memiliki empat simetri lipat. Bangun datar tersebut ialah …….. b. Contoh soal penalaran deduktif. Soal ini diberikan setelah adanya penanaman konsep mengenai luas bangun datar yang telah disampaikan oleh guru sebelumnya. Berapakah luas persegi panjang yang memiliki panjang 8 cm dan lebar 3 cm? D. Kemampuan Komunikasi 1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Komunikasi matematika merupakan salah satu kemampuan matematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa. Pengertian dari kemampuan komunikasi matematika dilihat dari beberapa sumber yaitu menurut Ontario Ministry of Education (Nurdina, 2013) kemampuan komunikasi merupakan, “Proses esensial pembelajaran matematika karena melalui komunikasi, siswa merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman mereka tentang hubungan dan argumen matematika”. Menurut Wahyudin (Rizky, 2012) mengemukakan bahwa, Komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan kelangengan untuk gagasan-gagasan serta menjadikan gagasan itu diketahui publik”. Menurut NCTM (Nurdina, 2013), “Komunikasi yaitu cara untuk berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan”. Dengan demikian proses komunikasi juga
membantu membangun makna dan kelanggengan untuk gagasan-gagasan, serta juga menjadikan gagasan-gagasan itu diketahui publik. Asikin (Rizky, 2012) mengemukakan komunikasi matematika dapat diartikan sebagai, ”Suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan”. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa. Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi pada dasarnya adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara untuk mengklarifikasi pemahaman dan melanggengkan gagasan-gagasan sehingga gagasan-gagasan itu diketahui publik. 2. Aspek Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi secara tertulis maupun lisan atau verbal (Mahmudi, 2004). Komunikasi secara tertulis dapat berupa kata‐kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahamannya terhadap ide‐ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk berpikir tentang matematika dan mengkomunikasikannya kepada orang atau siswa lain secara lisan maupun tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide‐ide matematika itu lebih terstrukur dan menyakinkan, sehingga ide‐ide itu menjadi lebih mudah dipahami, khususnya oleh diri mereka sendiri. Dengan demikian, proses komunikasi akan bermanfaat bagi siswa terhadap pemahamannya akan konsep‐konsep matematika. Menurut Vermont Department of Education, (Mahmudi, 2004) komunikasi matematika melibatkan tiga aspek, diantanya sebagai berikut. a.
Menggunakan bahasa matematika secara akurat dan menggunakannya untuk mengkomunikasikan aspek‐aspek penyelesaian masalah. b. Menggunakan representasi matematika secara akurat untuk mengkomunikasikan penyelesaian masalah. c. Mempresentasikan penyelesaian masalah yang terorganisasi dan terstruktur dengan baik. Ada alasan penting mengapa pelajaran matematika terfokus pada pengkomunikasian, menurut Wahyudin (Rizky, 2012), matematika pada dasarnya adalah suatu bahasa. Bahasa disajikan sebagai suatu makna representasi dan makna komunikasi. Matematika juga merupakan alat yang tak terhingga adanya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, cermat dan tepat. 3. Manfaat Kemampuan Komunikasi Kemampuan komunikasi sebagai salah satu dari lima standar proses NCTM selain memiliki tujuan, tentunya memiliki juga manfaat bagi siswa. Menurut Asikin (Rizky, 2012), uraian tentang peran penting komunikasi dalam pembelajaran matematika dideskripsikan sebagai berikut.
a. b. c. d.
e.
Komunikasi dimana ide matematika dieksploitasi dalam berbagai perspektif, membantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika. Komunikasi merupakan alat untuk mengukur pertumbuhan pemahaman dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa. Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka. Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan ketrampilan sosial. Writing and talking dapat menjadi alat yang sangat bermakna (powerful) untuk membentuk komunitas matematika yang inklusif.
4. Indikator Kemampuan Komunikasi Dalam proses pembelajaran matematika, ketika siswa belajar untuk menemukan, memahami dan mengembangkan konsep yang sedang dipelajarinya melalui kegiatan berpikir, menulis dan berdiskusi sesungguhnya mereka telah menggunakan kemampuan matematika. Ada beberapa indikator kemampuan komunikasi dalam diskusi yang diungkapkan oleh Djumhur (Rizky, 2012), yaitu: a. Siswa ikut menyampaikan pendapat tentang masalah yang dibahas. b. Siswa berpartisipasi aktif dalam menanggapi pendapat yang diberikan siswa lain. c. Siswa mau mengajukan pertanyaan ketika ada suatu yang tidak dimengerti. d. Mendengarkan secara serius ketika siswa lain mengemukakan pendapat. Menurut Utari (Rizky, 2012), indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematika adalah: a.
Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
b.
Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
c.
Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. e.
Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator dari kemampuan komunikasi yaitu: (1) Menyampaikan pendapat, mendengarkan dan berdiskusi tentang masalah yang dibahas; (2) Mengajukan pertanyaan ketika ada suatu yang tidak dimengerti; (3)
Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik; (4) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. 5. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Siswa Solusi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi yang dikemukakan dalam jurnal Ontario Ministry of Education Communication in the Mathematics Classroom (Nurdina, 2013) ada tiga, “Pembelajaran Gallery walk, Kongres Matematika dan Bansho”. Pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa dan memfasilitasi waktu untuk berbicara dan mendengarkan secara aktif satu sama, mendisklusikan pemikiran tentang konsep matematika kepada orang lain dan merefleksikan apa yang mereka pelajari. Bahkan, forum diskusi ini terorganisir dan mendorong siswa untuk berbagi ide yang menantang. a. Gallery walk Fosnot & Dolkdalam Ontario Ministry of Education Gallery walk adalah teknik diskusi interaktif yang mendapat siswa keluar dari kursi mereka dan menjadi mode fokus dan keterlibatan aktif dengan siswa lainnya dalam ide ‘matematika. Tujuan dari Gallery walk adalah agar siswa dan guru memiliki komunikasi matematis dan terlibat dengan berbagai solusi melalui analisis dan respon. Hal ini sering dilakukan setelah siswa telah menghasilkan solusi untuk masalah dalam pembelajaran matematika. Solusi dapat direkam pada komputer, potongan kertas di atas meja atau diposting pada bagan kertas. b. Math Kongres Math Kongres adalah strategi pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Fosnot dan Dolk dalam Ontario Ministry of Education. Tujuan kongres adalah untuk mendukung pengembangan matematika di pembelajaran dalam masyarakat kelas, memperbaiki kesalahan dalam pekerjaan anak-anak atau mendapatkan kesepakatan tentang jawaban. Sebuah kongres memungkinkan guru untuk memfokuskan siswa pada penalaran tentang beberapa ide matematika besar yang berasal dari pemikiran matematika yang ada pada solusi siswa ketika mengerjakan permasalahan matematika. Oleh karena itu, kongres matematika bukan tentang menunjukkan setiap solusi, karena waktu tidak cukup, dua atau tiga solusi strategis siswa dipilih, dalam rangka untuk mengembangkan pembelajaran matematika setiap siswa. Untuk mengeksplorasi strategi ini, mencoba memecahkan masalah sendiri dalam dua cara yang berbeda. c. Bansho (Dewan Menulis) Bansho, dalam bahasa Jepang, secara harfiah berarti menulis papan. Menurut Fernandez dan Yoshida dalam Ontario Ministry of Education tujuan Bansho adalah untuk mengatur dan merekam asal dari pikiran matematika dandiproduk si secara kolektifoleh siswa di papan tulis ukuran besar. Menulis di papan tersebut meliputi penggunaan ekspresi matematis, angka dan diagram solusi siswa dan strategi untuk masalah pelajaran. Karena ini catatan tertulis memungkinkan perbandingan secara simultan multipel-solusi metode, ada potensi siswa untuk membangun ide-ide matematika baru dan memperdalam matematika mereka. Papan tulis adalah catatan tertulis dari pelajaran keseluruhan, para siswa dan guru memiliki pandangan seluruh diskusi matematika di kelas pada seluruh pelajaran. Selain itu, dengan pemodelan organisasi yang efektif, Bansho mendorong keterampilan mencatat matematika siswa. Guru menjaga semua pelajaran yang ditulis pada papan tulis tanpa menghapus. Menurut Goetz (Mahmudi, 2004), mengembangkan kemampuan komunikasi dalam matematika tidak berbeda jauh dengan mengembangkan kemampuan komunikasi di bidang lain.
Berikut pendapat dan saran yang dikemukakannya terkait pengembangan komunikasi matematika siswa. a. Brainstorming (curah pendapat) Perlunya curah pendapat yaitu untuk mengawali proses menulis siswa. Curah pendapat dapat mencakup pengungkapan sejumlah daftar kata atau konsep yang mungkin diperlukan untuk mengkomunikasikan ide‐ide matematika. Daftar kata atau konsep tersebut dapat diletakkan di dinding yang memungkinkan siswa dapat mengaksesnya. b. Tujuan penulisan Ketika siswa menulis dalam seni bahasa, mereka hendaknya berpikir tentang kepada siapa tulisan itu ditujukan. Hal ini juga hendaknya terjadi dalam menulis matematika. Apabila tugas menulis digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa, siswa hendaknya mengetahui bahwa pembaca tulisan mereka adalah guru atau sekelompok penilai yang belum mereka ketahui. Hal ini berarti siswa harus menulis dengan jelas yang mencakup berbagai informasi lengkap yang relevan sehingga mudah dipahami. c. Memberi kesempatan secara verbal Siswa perlu diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk mengungkapkan ide‐ide secara verbal sebelum menuliskannya. Hal yang demikian akan meningkatkan kedalaman dan kejelasan tulisan siswa. d. Memberikan ide kunci Beri kesempatan siswa untuk menggambarkan ide‐ide kuncinya. Selanjutnya minta siswa untuk mendeskripsikan ide‐ide mereka dalam bentuk gambar. Hal ini merupakan strategi penting dalam membantu siswa memulai menulis dalam kelas matematika. Dorong siswa untuk menggambar solusi masalah mereka. Kemudian minta siswa untuk menambah beberapa katakata yang memungkinkan dapat mendeskripsikan gambar siswa. Hal ini dilakukan berulang hingga siswa merasa berhasil dan yakin untuk dapat menuliskan ide‐ide mereka secara tertulis secara langsung. e. Revisi Dorong dan beri kesempatan siswa untuk merevisi dan membetulkan tulisan mereka. Merevisi merupakan kegiatan memperbaiki kesalahan yang ada. f. Refleksi Refleksi merupakan kunci pemahaman. Tanpa memberikan kesempatan bagi siswa merefleksi diri, pembelajaran matematika hanya merupakan sederet aktivitas yang rutin. 6. Peran Guru dalam Pengembangan Kemampuan Komunikasi Siswa Guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan kemampuan komunikasi siswa. Guru dalam pembelajaran berperan sebagai pembimbing, pengarah, pemberi informasi, maupun sebagai fasilitator. NCTM (Rizky, 2012) mengungkapkan mengenai aktivitaspara guru dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa, yaitu: a. Menyelidiki pertanyaan dan tugas yang diberikan, menarik hati dan menantang masingmasing siswa untuk berfikir. b. Meminta siswa untuk mengklarifikasi dan menilai ide-ide mereka secara lisan dan tulisan. c. Menilai kedalam pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam diskusi. d. Memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika kepada siswa.
e.
Memutuskan kapan untuk memberi informasi, kapan mengklarifikasi suatu permasalahan, dan kapan untuk membiarkan para siswa bergelut dengan pemikiran dan penalarannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan. f. Memonitor partisipasi siswa dalam diskusi dan memutuskan kapan dan bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk berpartisipasi. Menurut Jacob (Umar, 2012), makna membangun kemampuan komunikasi bagi guru adalah sebagai “teaching how to learn mathematics”, sedangkan bagi siswa bermakna sebagai “learning how to learn mathematics”. Oleh karena itu, jadikan siswa sebagai subjek dan objek belajar dalam suatu pembelajaran untuk memperoleh ilmu dari guru dan pengalaman siswa itu sendiri. 7. Soal kemampuan Komunikasi a. Perhatikan gambar dibawah ini!
Daerah yang diarsir menyatakan pecahan berapa? Daerah yang tidak diarsir menyatakan pecahan berapa? b. Perhatikan gambar dibawah ini!
Apakah bagian yang diarsir menyatakan pecahan ?
E. Kemampuan Koneksi 1. Pengertian Kemampuan Koneksi Koneksi matematis berasal dari Bahasa Inggris yaitu dari kata Mathematical Connection yang kemudian dipopulerkan NCTM pada tahun 1989. Menurut Suherman (Nurulislamidiana, 2013), Kemampuan koneksi dalam matematika adalah kemampuan untuk mengkaitkan konsep atau aturan matematika yang satu dengan yang lainnya, dengan bidang studi lain, atau dengan aplikasi pada kehidupan nyata.
Yang menjadi pokok bahasan dalam koneksi disini terdapat tiga hal yaitu pengkoneksian antar konsep dalam matematika, pengkoneksian dengan disiplin ilmu lain serta pengkoneksian secara kontekstual. Sementara itu Widarti (2013) mengemukakan bahwa, Kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur, memahami antar topik matematika, dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemampuaan koneksi matematika adalah kemampuan untuk menghubungkan konsep baik secara interdisipliner maupun multidisipliner, serta mampu mengaplikassikannya pada kehidupan nyata. Sehingga pengkoneksian tidak hanya menghubungkan antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan berbagai ilmu lain dan juga dengan kehidupan. 2. Aspek-aspek Kemampuan Koneksi matematika Menurut Coxford (Yuli, 2011) terdapat tiga aspek yang berkaitan dengan koneksi matematika, “Penyatuan tema–tema, proses matematika dan penghubung-penghubung matematika”. Secara rinci mengenai ketiga aspek tersebut akan dibahas berikut ini: a. Penyatuan tema-tema. Penyatuan tema-tema seperti perubahan (change), data dan bentuk (shape) dapat digunakan untuk menarik perhatian terhadap sifat dasar matematika yang saling berkaitan. Gagasan tentang perubahan dapat menjadi penghubung antara aljabar, geometri, matematika diskrit dan kalkulus. Contohnya adalah Bagaimana keliling suatu bangun datar dapat berubah ketika bangun datar tersebut ditranformasikan? Pertanyaan tersebut memberikan kesempatan untuk mengaitkan topik-topik matematika dengan menghubungkannya melalui tema perubahan. Tema lain yang memberikan kesempatan yang luas untuk membuat koneksi matematika adalah data. Misalnya data berpasangan menjadi konteks dan motivasi untuk mempelajari fungsi linear karena data berpasangan sering ditampilkan dengan grafik fungsi. Selain itu, bentuk adalah tema lain yang dapat digunakan untuk memperlihatkan koneksi. b. Proses matematika Proses matematika meliputi: Representasi, aplikasi, problem solving dan reasoning. Empat kategori aktivitas ini akan terus berlangsung selama seseorang mempelajari matematika. Agar siswa dapat memahami konsepsecara mendalam, mereka harus dapat membuat koneksi di antara representasi. Aktivitas aplikasi, problem solving dan reasoning membutuhkan berbagai pendekatan matematika sehingga siswa dapat menemukan koneksi. c. Penghubung-penghubung matematika. Fungsi, matriks, algoritma, variabel, perbandingan dan transformasi merupakan ide–ide matematika yang menjadi penghubung ketika mempelajari topik–topik matematika dengan spektrum yang luas.
Kemampuan koneksi matematik merupakan suatu gabungan dari berbagai topik atau konsep tertentu yang memiliki keterhubungan. Koneksi matematika berdasarkan dengan bagaimana cara pengkoneksiannya dapat dibagi menjadi tiga aspek pengkoneksian yaitu: a. Aspek koneksi antar topik matematika. Aspek ini dapat membantu siswa menghubungkan konsep–konsep matematika untuk menyelesaikan suatu situasi permasalahan matematika. b. Aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain. Aspek ini menunjukkan bahwa matematika sebagai suatu disiplin ilmu, selain dapat berguna untuk pengembangan disiplin ilmu yang lain, juga dapat berguna untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi lainnya. c. Aspek koneksi dengan dunia nyata siswa atau koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Aspek ini menunjukkan bahwa matematika dapat bermanfaat untuk menyelesaikan suatu permasalahan di kehidupan sehari–hari. 3. Indikator Kemampuan Koneksi Salah satu pentingnya siswa diberikan latihan-latihan yang berkenaan dengan soal-soal koneksi adalah bahwa dalam matematika setiap konsep berkaitan satu sama lain, seperti dalildengan dalil, antara teori-dengan teori, antara topik-dengan topik, dan antara cabang-cabang matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (Nurulislamidiana, 2013), yang mengemukakan bahwa, Dalam matematika setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Begitu pula antara yang lainnnya misalnya antara dalil dengan dalil, antara teori dan teori, antara topik denan topik, antara cabang matematika. Oleh karena itu, agar siswa berhasil belajar matematika, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu. Selain itu untuk lebih jelas akan kemampuan yang akan dikembangkan khususnya koneksi pada siswa maka yang perlu diperhatikan yaitu indikator pencapaiannya. Adapun indikator kermampuan koneksi matematik menurut Sartika (Nurulislamidiana, 2013), adalah. a. b. c. d. e. f.
Mencari hubungan antar berbagai representatif konsep dan prosedur. Memahami hubungan antar topik matematika. Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari. Memahamai representatif ekuivalen konsep yang sama. Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen. Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik lain.
4. Tujuan Kemampuan Koneksi Matematika Pengembangan kemampuan koneksi siswa tentunya memilki tujuan. Tujuan tersebut harus dijadikan acuan pencapaian keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan koneksi siswa. Adapun tujuan koneksi matematika menurut NCTM (Yuli, 2011), adalah agar siswa dapat: a. Mengenali representasi yang ekuivalen dari suatu konsep yang sama. b. Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen.
c. Menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik matematika. d. Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan disiplin ilmu yang lain. Dalam mengembangkan kemampuan koneksi agar dapat mengukur pada tujuan maka diperlukan suatu pedoman penskoran. Kriteria penskoran untuk tes kemampuan koneksi diberi level 0, 1, 2, 3, dan 4. Persoalan yang diberikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemampuan koneksi matematik. Kriteria pedoman penskoran menurut Sabandar (Nurulislamidiana, 2013), sebagai berikut. Tabel 2.1 Kriteria Pemberian Skor menurut Sabandar Skor Kriteria 4 Lengkap dan kompeten 3 Kompetensi dasar 2 Jawaban Parsial 1 Jawaban hanya coba-coba 0 Tidak ada respon
5. Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah siswa mendapatkan pembelajaran yang menekankan pada aspek koneksi matematika menurut standar kurikulum NCTM (Yuli 2011, hlm. 5), adalah. a. b. c. d. e.
Siswa dapat menggunakan koneksi antar topik matematika. Siswa dapat menggunakan koneksi antara matematika dengan disiplin ilmu lain. Siswa dapat mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama. Siswa dapat menghubungkan prosedur antar representasi ekuivalen. Siswa dapat menggunakan ide–ide matematika untuk memperluas pemahaman tetang ideide matematika lainnya. f. Siswa dapat menerapkan pemikiran dan pemodelan matematika untuk menyelesaikan masalah yang muncul pada disiplin ilmu lain. g. Siswa dapat mengeksplorasi dan menjelaskan hasilnya dengan grafik, aljabar, model matematika verbal atau representasi. 6. Soal Kemampuan Koneksi Matematika a. Soal koneksi antarkonsep dalam matematika. Jika diketahui isi air dalam sebuah kubus 108 cm kubik, akan ditumpahkan kepada tabung yang berdiameter 14 cm maka ketinggian air dalam tabung tersebut adalah…. b. Soal koneksi antarmateri pelajaran. Jika adi membeli sepatu yang sedang ada diskon 40 %. Harga sepatu sebelum di diskon adalah Rp. 200.000,00. Kemudian sepatu tersebut dijual kembali kepada temannya dengan harga Rp. 170.000,00, maka Adi dari penjualan sepatu tersebut untung atau rugi? c. Soal koneksi kontekstual.
Ridi membeli empat buku dan tiga pensil. Harga untuk satu buku Rp. 2.500,00 dan satu buah pensil Rp. 750,00, maka berapa uang yang harus dibayar oleh Ridi?
F. Pemecahan Masalah 1. Makna Masalah dan Pengertian Pemecahan Masalah Sebagai manusia kita tidak akan pernah terlepas dari masalah. Masalah senantiasi mengiringi kehidupan manusia dan masalah inilah yang dapat membuat manusia menjadi berkembang jika mampu memecahkan masalah yang dihadapinya tersebut. Tapi seperti apakah masalah itu? Apakah masalah setiap orang sama? Masalah yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari merupakan situasi tertentu yang dapat menimbulkan kebingungan serta ketidaksesuaian dengan apa yang diharapkan. Maka dari itu diperlukan upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut. Kadar masalah bagi setiap orang tentu tidak akan sama, ada kemungkinan suatu situasi dianggap masalah bagi seseorang namun di situasi yang sama hal tersebut bukan masalah bagi seseorang yang lainnya. Kemudian seperti apa masalah yang dapat dijadikan bahan pembelajaran, khususnya dalam matematika? Menurut Winarti &Harmini (2011), suatu pertanyaan akan merupakan masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan tertentu yang dapat segera digunakan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Masalah yang bisa menjadi bahan pembelajaran juga bisa tersirat pada situasi sedemikian hingga situasi itu sendiri membutuhkan alternatif pemecahan masalah. Suatu pertanyaan dapat menjadi masalah tergantung pada siapa pertanyaan tersebut dihadapkan sesuai dengan tingkat berpikir serta kemampuan dalam kesiapan mengahadapi masalah tersebut. Suatu pertanyaan bisa diartikan sebagai suatu permasalahan jika dapat menantang seseorang untuk menemukan alternatif pemecahannya. Inti dari makna masalah adalah situasi yang menuntut adanya penyelesaian atau pemecahan yang dilakukan melalui prosedur tertentu (bukan prosedur yang rutin), dan membutuhkan penalaran yang lebih luas dan rumit. Menurut Adjie & Maulana (2006), “Pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah”. Sependapat dengan pernyataan Wahyudin (2012), “Pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, dengan demikian pemecahan masalah jangan dijadikan bagian yang terpisah dari pembelajaran”. Pada pembelajaran matematika, pemecahan masalah bukanhanya suatu sasaran belajar, tetapi sekaligus sebagai cara untuk melakukan proses belajar itu sendiri. 2. Tujuan dan Indikator Pemecahan Masalah Pada dasarnya pemecahan masalah dalam matematika bertujuan untuk membantu siswa dalam mengenbangkan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliiknya. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Menurut Maulana (2008),
Pemecahan masalah akan mendorong siswa untuk berpikir kritis dalam memandang setiap permasalahan, kemudian mencoba menemukan jawaban secara kreatif, sehingga diperoleh suatu hal baru yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi kehidupannya. Menurut Ruseffendi (tanpa tahun) tujuan pemecahan masalah diberikan kepada siswa adalah: (1) dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi,menumbuhkan sifat kreativitas; (2) di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung, dan lain-lain), disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar; (3) dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, dan dapat menambah pengetahuan baru; (4) dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya; (5) mengajak siswa untuk memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya; (6) Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi (bila diperlukan) banyak bidang studi, malahan dapat melibatkan pelajaran lain di luar pelajaran sekolah; merangsang siswa untuk menggunakan segala kemampuannya. Menurut Sumarmo (Smart Institute, 2011), pemecahan masalah sebagai tujuan dapat dirinci dengan indikator sebagai berikut: a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. b. Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya. c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika. d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. e. Menerapkan matematika secara bermakna 3. Jenis Masalah dalam Matematika Siswa pada umumnya akan tertarik menyelesaikan suatu masalah jika masalah tersebut dapat memunculkan ketertarikan serta kebermaknaan bagi diri mereka. Masalah yang dapat dingkat untuk pembelajaran matematika di SD harus masalah-masalah yang berasal serta sering mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pemecahan masalah-masalah tersebut siswa akan diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan matematis yang baru. Menurut Winarti & Harmini (2011), masalah dapat dibedakan berdasarkan sumber masalahnya, yaitu, permainan, peristiwa yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, iklan, sains, data, peta, konstruksi, dan pola. Sedangkan menurut Adjie & Maulana (2006), masalah dapat dibedakan berdasarkan bentuk rumusan masalah dan teknik pengerjaanya, yaitu: 1. 2. 3. 4.
masalah translasi, masalah aplikasi. masalah proses, dan masalah teka-teki.
Masalah translasi merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari siswa yang disajikan dalam bentuk verbal dalam kaitan matematika. Masalah yang ada pada kehidupan siswa ini bisa berupa masalah sederhana atau bisa juga masalah kompleks yang memerlukan penalaran serta prosedur yang lebih rumit untuk penyelesaiannya. Masalah aplikasi merupakan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penyelesaian dengan menggunakan berbagai prosedur serta keterampilan matematika yang telah mereka pahami sebelumnya. Penyelesaian masalah ini lebih menekankan pada aspek kebermaknaan matematika itu sendiri. Siswa akan dapat menyadari bahwa matematika akan sangat berguna dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Masalah proses merupakan masalah yang dalam penyelesaiannya siswa diarahkan untuk menyusun langkah-langkah dalam merumuskan pola pemecahan masalah tersebut. Pemberian masalah seperti ini dapat melatih keterampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu siswa untuk menjadi terbiasa meyeleksi masalah dalam berbagai situasi. Masalah teka-teki merupakan masalah yang mengarahkan siswa untuk merasakan kesenangan dalam kegiatan matematika, sehingga pada diri mereka dapat tertanam sikap positif terhadap matematika itu sendiri. Masalah seperti ini juga dapat mengasah otak siswa serta digunakan untuk pengantar suatu pembelajaran, untuk memfokuskan perhatian, atau untuk mengisi waktu kelas yang sedang senggang. 4. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Penyelesaian suatu masalah merupakan sebuah tantangan yang akan menuntut siswa untuk berpikir dan bekerja keras. Konsep atau rumus matematika tidak akan dapat langsung diterapkan untuk menyelesaikan suatu masalah, karena terdapat kemungkinan masalah yang satu dan yang lainnya tidak sama dalam langkah penyelesaiannya. Siswa terlebih dahulu dituntut untuk mampu memahami maksud dari suatu masalah hingga pada akhirnya mampu menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Polya (Winarti & Harmini, 2011) terdapat langkah-langkah dalam pemecahan masalah, a. b. c. d.
memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, dan meninjau kembali kelengkapan pemecahan masalah.
Pemahaman terhadap suatu masalah berarti siswa mampu mengetahui serta mengerti apa yang hendak disampaikan oleh masalah yang disajikan tersebut. Untuk mampu memahami masalah, siswa bisa melakukan beberapa cara seperti membaca secara berulang masalah yang disajikan hingga dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah tersebut, mengabaikan hal-hal yang tidak relevan, dan tidak menambahkan hal-hal yang diluar cakupan masalah tersebut. Langkah selanjutnya yaitu merencanakan dan melaksanakan pemecahan masalah. Perencanaan masalah harus dilakukan dengan melihat hubungan antara data-data yang disajikan sehingga bisa memunculkan ide suatu rencana untuk melaksanakan pemecahan masalah. Pada
pembelajaran matematika di SD terdapat beberapa langkah yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah, diataranya: a. Menyederhanakan masalah serta menghilangkan hal atau situasi yang tidak mungkin. b. Mengumpulkan data yang ada pada masalah. c. Menyusun cara dan menentukan rumus yang akan digunakan. d. Menggunakan rumus dengan membagi masalah menjadi bagian-bagian. e. Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan pemecahan masalah tersebut. Apabila penyelesaian masalah telah dilaksanakan oleh siswa, arahkan mereka untuk melakukan peninjauan kembali terhadap hasil pekerjaan mereka. Langkah ini dapat dilakukan melalui mengecek hasil dan bila perlu meninjau apakah terdapat cara lain dalam pemecahan masalah tersebut. Peninjauan kembali ini dimaksudkan agar siswa merasa yakin dengan jawabannya sehingga alternatif pemecahan masalah yang mereka pilih dapat diterapkan pada situasi lain yang relatif memiliki kesamaan. Siswa juga dilatih supaya tidak merasa puas atas satu jawaban tetapi mereka bisa mengkaji alternatif pemecahan masalah yang lainnya, bahkan siswa juga bisa dilatih membuat masalah sendiri untuk dipecahkan. 5. Melatih Keterampilan Pemecahan Masalah Pembelajaran masalah matematika pada dasarnya melatih siswa untuk mampu menerapkan pengetahuan matematika yang telah mereka ketahui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang diangkat harus masalah yang sudah tidak asing dan memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dalam pembelajaran guru dapat memilih pendekatan yang sesuai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan Matematika Realistik melalui soal cerita. Sutawidjaja (Adjie & Maulana, 2006) pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan soal cerita dapat diarahkan kepada pendekatan model dan pendekatan terjemahan (translasi). Pada pendekatan model siswa terlebih dahulu membaca atau mendengarkan soal cerita kemudian mereka diberi kesempatan untuk mencocokan situasi pada soal tersebut dengan model yang sudah mereka pelajari sebelumnya. Sedangkan pada pendekatan terjemahan (translasi) siswa harus membaca kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dari soal cerita kemudian menterjemahkannya ke dalam kalimat matematika. Menurut Maulana (2008), terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh guru dalam membantu siswa agar mampu memecahkan masalah antara lain dengan memberikan masalah dalam konteks yang beragam setiap hari, atau bahkan setiap jam pelajaran matematika. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Melatih siswa membaca masalah. Bertanya kepada siswa mengenai pemahaman terhadap masalah tersebut. Merencanakan strategi penyelesaian. Menyelesaikan masalah. Mendiskusikan hasil.
Keterampilan memecahkan masalah perlu dilatih sejak dini. Siswa SD perlu dilatih mengembangkan pemecahan masalah, khususnya yang berkaitan dengan matematika. Guru harus mampu menyajikan masalah yang sesuai dengan pengalaman serta tingkat berpikir siswa. Guru dapat menggunakan beberapa cara untuk mengajarkan pemecahan masalah kepada siswa
seperti memberikan masalah pada setiap jam pelajaran matematika atau menyajikan aktivitas untuk memecahkan masalah itu sendiri. 6. Soal Kemampuan Pemecahan Masalah a. Masalah Translasi 1) Translasi Sederhana Pada suatu hari Dede disuruh ibunya membeli 2 kg telur ayam dan 3 kg daging ayam di pasar. Jika harga 1 kg telur ayam Rp 15.000,00 dan harga 1 kg daging ayam Rp 24.000,00 maka berapa total uang yang harus dibayar oleh Dede? 2) Translasi Kompleks Pak Ahmad berniat mengubin kamar anaknya yang berbentuk persegi panjang dengan keramik warna putih. Kamar anak Pak Ahmad berbentuk persegi panjang dengan ukuran lebar 3 m dan ukuran panjangnya satu setengah kali lebih besar dari ukuran lebarnya, dan luas kamar tersebut sekitar 13,5 m2. Keramik yang akan digunakan Pak Ahmad berbentuk persegi dengan ukuran sisinya 30 cm dan harga satu keramik adalah Rp 4.000,00. Berapa uang yang diperlukan Pak Ahmad untuk membeli keramik yang dibutuhkan untuk mengubin secara penuh kamar anaknya tersebut? b. Masalah Aplikasi Dede sudah menabung selama 2 bulan dan sudah terkumpul uang sebanyak Rp 120.000,00. Dede bermaksud menggunakan uang tersebut untuk membeli sepatu untuk keperluan sekolah. Untuk menemukan harga yang minimal namun kualitas tetap maksimal, Dede melihat-lihat terlebih dahulu “jenis dan merek sepatu” yang diinginkan di berbagai toko. Jika harga sepatu dengan “jenis dan merek” yang diinginkan Dede di toko Aa harganya Rp 140.000,00 dengan diskon 10 %, di toko Bb harganya 150.000,00 dengan diskon 20%, dan di toko Cc harganya Rp 160.000,00 dengan diskon 30%. Jika Dede ingin membeli sepatu tersebut dengan harga yang seminimal mungkin, di toko manakah Dede harus membelinya?
DAFTAR PUSTAKA Adjie, Nahrowi & Maulana. (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press. Gunawan, Panji Ridwan. (2013). Kemampuan Penalaran Matematis. [Online]. Tersedia di: http://proposalmatematika23.blogspot.com/2013/09/kemampuan-penalaran-matematis.html. Diakses 28 April 2014. Herdian (2010). Kemampuan Pemahaman Matematika. [Online]. Tersedia http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/. Diakses 28 April 2014.
di:
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2014). Kamus Versi Online/Daring (Dalam Jaringan). [Online]. Tersedia di: http://kbbi.web.id/. Diakses 27 April 2014
Kurniawan, Rudy (2009). Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik. [Online]. Tersedia di: http://rudyks3-majalengka.blogspot.com/2009/01/kemampuanpemahaman-dan-pemecahan.html. Diakses 29 April 2014. Mahmudi, Ali.(2004). Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika.[Online] Tersedia di: http://eprints.uny.ac.id/7247/1/PM10%20-%20Ali%20Mahmudi.pdf. Diakses 29 April 2014. Maulana. (2006). Konsep Dasar Matematika. Bandung: Tidak diterbitkan. Maulana. (2008). Dasar-dasar Keilmuan Matematika. Subang: Royyan Press. Maulana. (2011). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 1. Subang: Royyan Press.
Nadia.
(2011). Pengertian Penalaran dan Macam-macam. http://rachmawatinadya.blogspot.com/2011/10/pengertian macam.html Diakses 28 April 2014.
[Online]. Tersedia di: -penalaran-dan-macam-
Nico.
(2012). Definisi Penalaran. [Online]. Tersedia di: http://nicokani.blogspot.com/2012/03/definisi-penalaran.html. Diakses 28 April 2014.
Nurulislamidiana, rifka. (2013). Kemampuan Koneksi Matematika. [Online] Tersedi di: http://proposalmatematika23.blogspot.com/2013/05/kemampuan-koneksimatematik.html. Diakses 25 April 2014.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Setyono. (2008). Bab I Pendahuluan. [Online]. Tesedia di: http://setyono.blogspot.com/2008/07/bab-i-pendahuluan_09.html. Diakses 28 April 2014. Smart Institute. (2011). Pemecahan Masalah Matematik. [Online]. Tersedia di: http://www.poin99plus.com/2011/03/pemecahan-masalah-matematik.html. Diakses 29 April 2014. Tanpa
nama. (2014). Pemecahan Masalah Matematika. [Online]. Tersedia di: httpdigilib.unimed.ac.idpublicUNIMED-Master-22972-8106171013%20-%20BAB %20II.pdf. Diakses 29 April 2014.
Umar, Wahyudin. (2012). Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika. [Online] Tersedia di: Http://EJournal.Stkipsiliwangi.ac.id/index.php/infinity/article/view/2/1. Diakses 25 April 2014. Van De Walle, John A. (2003). Pengembangan Pengajaran Matematika. Jakarta: Erlangga Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-model Pembelajaran Matematika. Bandung: Mandiri. Widarti, Arif (2013). Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Matematis Siswa. [Online] Tersedia di: ejurnal.stkipjb.ac.id/index.php/AS/article/.../205/141. Diakses 28 April 2014. Wikipedia. (2014). Penalaran. [Online] Tersedia di: http://id.wikipedia.org/w/index.php? title=Penalaran&oldid=7648831 [28 April 2014] Winarti, E. S. & Sri Harmini. (2011). Matematika untuk PGSD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Yuli.
(2011). Makalah Koneksi Matematika. [Online] tersedia di: http://yulimpd.wordpress.com/2011/01/27/makalah-koneksi-matematika/. Diakses 29 April 2014.
http://bayulikids.blogspot.co.id/2015/06/nctm.html
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri. Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi. 1. Koperatif (CL, Cooperative Learning). Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasisosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. 2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).
3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education) Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika). Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), intertwinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan). 4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning) Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi). 5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning) Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri 6. Problem Solving Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi. 7. Problem Posing Bentuk lain dari problem posing adalah problem posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan. 8. Problem Terbuka (OE, Open Ended) Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola
pikir, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir. Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan. 9. Probing-prompting Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi 10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning) Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan prasyarat, eksplanasi berarti mengenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda. 11. Reciprocal Learning Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mengemukan bahwa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis. Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membacamerangkum. 12. SAVI Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan menanggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran
dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. 13. TGT (Teams Games Tournament) Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut: a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok. c. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium. d. Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama. e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual. 14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic) Model pembelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic. 15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition) Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis. 16. TAI (Team Assisted Individualy) Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab belajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif. 17. STAD (Student Teams Achievement Division) STAD adalah salah satu model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward. 18. NHT (Numbered Head Together) NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward. 19. Jigsaw Model pembelajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. 20. TPS (Think Pairs Share) Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward. 21. GI (Group Investigation) Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengolahan data penyajian data hasil investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward. 22. MEA (Means-Ends Analysis) Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadi koneksivitas, pilih strategi solusi.
23. S (Creative Problem Solving) Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi. 24. TTW (Think Talk Write) Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laporan hasil presentasi. Sintaknya adalah: informasi, kelompok (membacamencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan. 25. TS-TS (Two Stay – Two Stray) Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok. 26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending) Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan. 27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (catat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh 28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review) SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan. 29. MID (Meaningful Instructionnal Design) Model ini adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisis pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaman belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep 30. KUASAI Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahuimemahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.
31. CRI (Certainly of Response Index) CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain. 32. DLPS (Double Loop Problem Solving) DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap yang menyebabkan munculnya masalah tersebut. Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesaian masalah sebagai berikut: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasi kausal, implementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama. 33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy) DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengembangan, penerapan, dan penutup. 34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition) Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi. 35. IOC (Inside Outside Circle) IOC adalah model pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separuh dari jumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkaran luar berputar kemudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya. 36. Tari Bambu Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa pertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi. 37. Artikulasi Artikulasi adlah model pembelajaran dengan sintaks: penyampaian kompetensi, sajian materi,
bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan. 38. Debate Debat adalah model pembalajaran dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu seterusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu. 39. Role Playing Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan skenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan kesimpulan dan refleksi. 40. Talking Stick Sintak pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa membaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan pertanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi. 41. Snowball Throwing Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyimpulan, refleksi dan evaluasi. 42. Student Facilitator and Explaining Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi. 43. Course Review Horay Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. 44. Demostration Pembelajaran ini khusus untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
45. Explicit Instruction Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan prosedural, membimbing pelatihanpenerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. 46. Scramble Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok. 47. Pair Checks Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. 48. Make-A Match Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. 49. Mind Mapping Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatif jawaban, presentasi hasil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi. 50. Examples Non Examples Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, evaluasi dan refleksi. 51. Picture and Picture Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi. 52. Cooperative Script Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi. 53. LAPS-Heuristik Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam rangka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah
alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan. 54. Improve Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latihan dan bertanya, balikanperbaikan-pengayaan-interaksi. 55. Generatif Basis generatif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan idekonsep awal, tantangan dan restrukturisasi sajian konsep, aplikasi, rangkuman, evaluasi, dan refleksi 56. Circuit Learning Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan fokus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi 57. Complette Sentence Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintaks: sisapkan blanko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi, presentasi. 58. Concept Sentence Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tiap kelompok membuat kalimat berdasarkan kata kunci, presentasi. 59. Time Token Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan. 60. Take and Give Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi 61. Superitem Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa pemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep
konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan soal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis. 62. Hibrid Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusiworkshop, virtual workshop menggunakan computer-internet. 63. Treffinger Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaanurutan ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward. 64. Kumon Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing. 65. Quantum Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihanrangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan. (muhfida.com) MACAM-MACAM METODE PEMBELAJARAN MetodolOgi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar. Beberapa metode mengajar 1. Metode Ceramah (Preaching Method) Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Beberapa kelemahan metode ceramah adalah : a. Membuat siswa pasif b. Mengandung unsur paksaan kepada siswa c. Mengandung daya kritis siswa ( Daradjat, 1985) d. Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya. e. Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik. f. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata). g. Bila terlalu lama membosankan.(Syaiful Bahri Djamarah, 2000) Beberapa kelebihan metode ceramah adalah : a. Guru mudah menguasai kelas. b. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar. d. Mudah dilaksanakan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000) 2. Metode diskusi ( Discussion method ) Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ). Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk : a. Mendorong siswa berpikir kritis. b. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas. c. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama. d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama. Kelebihan metode diskusi sebagai berikut : a. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan b. Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik. c. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000) Kelemahan metode diskusi sebagai berikut : a. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar. b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas. c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara. d. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000) 3. Metode demontrasi ( Demonstration method ) Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui
penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Muhibbin Syah ( 2000). Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Syaiful Bahri Djamarah, ( 2000). Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi adalah : a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan . b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari. c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa (Daradjat, 1985) Kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut : a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu kerja suatu benda. b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan . c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melaui pengamatan dan contoh konkret, drngan menghadirkan obyek sebenarnya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000). Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut : a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan. b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000). 4. Metode ceramah plus Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu : a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (TT). Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Metode campuran ini idealnya dilakukan secar tertib, yaitu : 1). Penyampaian materi oleh guru. 2). Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa. 3). Pemberian tugas kepada siswa. b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas (DT) Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi tugas. c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (DL) Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill)
5. Metode resitasi ( Recitation method ) Metode resitasi adalah suatu metode mengajar dimana siswa diharuskan membuat resume dengan kalimat sendiri (http://re-searchengines.com/art05-65.html). Kelebihan metode resitasi sebagai berikut : a. Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama. b. Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri (Syaiful Bahri Djamarah, 2000) Kelemahan metode resitasi sebagai berikut : a. Terkadang anak didik melakukan penipuan dimana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan temennya tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri. b. Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan. c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Syaiful Bahri Djamarah, 2000) 6. Metode percobaan ( Experimental method ) Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Syaiful Bahri Djamarah, (2000) Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium. Kelebihan metode percobaan sebagai berikut : a. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku. b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi. c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Kekurangan metode percobaan sebagai berikut : a. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen. b. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran. c. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi. Menurut Roestiyah (2001:80) Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar, di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan
percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan eksperimn siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a) Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa. (b) Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan, atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih. (c) dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses percobaan , maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu. (d) Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih , maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu. (e) Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah mengenai kejiwaan, beberapa segi kehidupan social dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bias diadakan percobaan karena alatnya belum ada. Prosedur eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) adalah : (a) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen,mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen. (b) memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat. (c) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen. (d) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab. Metode eksperimen menurut Djamarah (2002:95) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri , mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu. Metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : Kelebihan metode eksperimen : (a) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya. (b) dalam membina siswa untuk membuat terobosanterobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. (c) Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia. Kekurangan metode eksperimen : (a) Metode ini lebih sesuai untuk bidang-bidang sains dan teknologi. (b) metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan kadangkala mahal. (c) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan. (d) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada factor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian.
Menurut Schoenherr (1996) yang dikutip oleh Palendeng (2003:81) metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena metode eksprimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional siswa. Siswa mendapat kesempatan untuk melatih ketrampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu cara atau kondisi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga perilaku yang inovatif dan kreatif. Pembelajaran dengan metode eksperimen melatih dan mengajar siswa untuk belajar konsep fisika sama halnya dengan seorang ilmuwan fisika. Siswa belajar secara aktif dengan mengikuti tahap-tahap pembelajarannya. Dengan demikian, siswa akan menemukan sendiri konsep sesuai dengan hasil yang diperoleh selama pembelajaran. Pembelajaran dengan metode eksperimen menurut Palendeng (2003:82) meliputi tahap-tahap sebagai berikut : (1) percobaan awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam. Demonstrasi ini menampilkan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi fisika yang akan dipelajari. (2) pengamatan, merupakan kegiatan siswa saat guru melakukan percobaan. Siswa diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut. (3) hipoteis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil pengamatannya. (4) verifikasi , kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya. (5) aplikasi konsep , setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang telah dipelajari. (6) evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan pembelajaran dengan metode eksperimen akan membantu siswa untuk memahami konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila siswa mampu mengutarakan secara lisan, tulisan, , maupun aplikasi dalam kehidupannya. Dengan kata lain , siswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait dengan pokok bahasan . Metode Eksperimen menurut Al-farisi (2005:2) adalah metode yang bertitik tolak dari suatu masalah yang hendak dipecahkan dan dalam prosedur kerjanya berpegang pada prinsip metode ilmiah. 7. Metode Karya Wisata Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan. Kelebihan metode karyawisata sebagai berikut : a. Karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
b. Membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat. c. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak. Kekurangan metode karyawisata sebagai berikut : a. Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak. b. Memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang. c. Dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan. d. Memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik anak didik di lapangan. e. Biayanya cukup mahal. f. Memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh. Kadang-kadang dalam proses belajar mengajar siswa perlu diajak ke luar sekolah, untuk meninjautempat tertentu atau obyek yang lain. Menurut Roestiyah (2001:85) , karya wisata bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karena itu dikatakan teknik karya wisata, ialah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, toko serba ada, dan sebagainya. Menurut Roestiyah (2001:85) ,teknik karya wisata ini digunakan karena memiliki tujuan sebagai berikut: Dengan melaksanakan karya wisata diharapkan siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya, dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat bertanya jawab mungkin dengan jalan demikian mereka mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran, ataupun pengetahuan umum. Juga mereka bisa melihat, mendengar, meneliti dan mencoba apa yang dihadapinya, agar nantinya dapat mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yang sama ia bisa mempelajari beberapa mata pelajaran. Agar penggunaan teknik karya wisata dapat efektif, maka pelaksanaannya perlu memeperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Persiapan, dimana guru perlu menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas, mempertimbangkan pemilihan teknik, menghubungi pemimpin obyek yang akan dikunjungi untuk merundingkan segala sesuatunya, penyusunan rencana yang masak, membagi tugas-tugas, mempersiapkan sarana, pembagian siswa dalam kelompok, serta mengirim utusan, (b) Pelaksanaan karya wisata, dimana pemimpin rombongan mengatur segalanya dibantu petugas-petugas lainnya, memenuhi tata tertib yang telah ditentukan bersama, mengawasi petugas-petugas pada setiap seksi, demikian pula tugas-tugas kelompok sesuai dengan tanggungjawabnya, serta memberi petunjuk bila perlu, (c) Akhir karya wisata, pada waktu itu siswa mengadakan diskusi mengenai segala hal hasil karya wisata, menyusun laporan atau paper yang memuat kesimpulan yang diperoleh, menindaklanjuti hasil kegiatan karya wisata seperti membuat grafik, gambar, model-model, diagram, serta alat-alat lain dan sebagainya. Karena itulah teknik karya wisata dapat disimpulkan memiliki keunggulan sebagai berikut: (a) Siswa dapat berpartisispasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas pada obyek karya wisata itu, serta mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka. Hal mana tidak mungkin diperoleh disekolah, sehingga kesempatan tersebut dapat
mengembangkan bakat khusus atau ketrampilan mereka, (b) Siswa dapat melihat berbagai kegiatan para petugas secara individu maupun secara kelompok dan dihayati secara langsung yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman mereka, (c) dalam kesempatan ini siswa dapat bertanya jawab, menemukan sumber informasi yang pertama untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapi, sehingga mungkin mereka menemukan bukti kebenaran teorinya, atau mencobakan teorinya ke dalam praktek, (d) Dengan obyek yang ditinjau itu siswa dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah dan terpadu. Penggunaan teknik karya wisata ini masih juga ada keterbatasan yang perlu diperhatikan atau diatasi agar pelaksanaan teknik ini dapat berhasil guna dan berdaya guna, ialah sebagai berikut: Karya wisata biasanya dilakukan di luar sekolah, sehingga mungkin jarak tempat itu sangat jauh di luar sekolah, maka perlu mempergunakan transportasi, dan hal itu pasti memerlukan biaya yang besar. Juga pasti menggunakan waktu yang lebih panjang daripada jam sekolah, maka jangan sampai mengganggu kelancaran rencana pelajaran yang lain. Biaya yang tinggi kadang-kadang tidak terjangkau oleh siswa maka perlu bantuan dari sekolah. Bila tempatnya jauh, maka guru perlu memikirkan segi keamanan, kemampuan pihak siswa untuk menempuh jarak tersebut, perlu dijelaskan adanya aturan yang berlaku khusus di proyek ataupun hal-hal yang berbahaya. Suhardjono (2004:85) mengungkapkan bahwa metode karya wisata (field-trip) memiliki keuntungan: (a) Memberikan informasi teknis, kepada peserta secara langsung, (b) Memberikan kesempatan untuk melihat kegiatan dan praktik dalam kenyataan atau pelaksanaan yang sebenarnya, (c) Memberikan kesempatan untuk lebih menghayati apa yang dipelajari sehingga lebih berhasil, (d) membei kesempatan kepada peserta untuk melihat dimana peserta ditunjukkan kepada perkembangan teknologi mutakhir. Sedangkan kekurangan metode Field Trip menurut Suhardjono (2004:85) adalah: (a) Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan, (b) Kadang-kadang sulit untuk mendapat ijin dari pimpinan kerja atau kantor yang akan dikunjungi, (c) Biaya transportasi dan akomodasi mahal. Menurut Djamarah (2002:105), pada saat belajar mengajar siswa perlu diajak ke luar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau obyek yang lain. Hal itu bukan sekedar rekreasi tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karena itu, dikatakan teknik karya wisata, yang merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pegadaian. Banyak istilah yang dipergunakan pada metode karya wisata ini, seperti widya wisata, study tour, dan sebagainya. Karya wisata ada yang dalam waktu singkat, dan ada pula yang dalam waktu beberapa hari atau waktu panjang. Metode karya wisata mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (a) Karya wisata memiliki prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran, (b) Membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan di masyarakat, (c) Pengajaran serupa ini dapat lebih merangsang kreativitas siswa, (d) Informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas dan aktual. Kekurangan metode karya wisata adalah: (a) Fasilitas yang diperlukan dan biaya yang diperlukan sulit untuk disediakan oleh siswa atau sekolah, (b) Sangat memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang, (c) memerlukan koordinasi dengan guru-guru bidang studi
lain agar tidak terjadi tumpang tindih waktu dan kegiatan selama karya wisata, (d) dalam karya wisata sering unsure rekreasi menjadi lebih prioritas daripada tujuan utama, sedang unsure studinya menjadi terabaikan, (e) Sulit mengatur siswa yang banyak dalam perjalanan dan mengarahkan mereka kepada kegiatan studi yang menjadi permasalahan. Metode field trip atau karya wisata menurut Mulyasa (2005:112) merupakan suatu perjalanan atau pesiar yang dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar, terutama pengalaman langsung dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah. Meskipun karya wisata memiliki banyak hal yang bersifat non akademis, tujuan umum pendidikan dapat segera dicapai, terutama berkaitan dengan pengembangan wawasan pengalaman tentang dunia luar. Sebelum karya wisata digunakan dan dikembangkan sebagai metode pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan menurut Mulyasa (2005:112) adalah: (a) Menentukan sumbersumber masyarakat sebagai sumber belajar mengajar, (b) Mengamati kesesuaian sumber belajar dengan tujuan dan program sekolah, (c) Menganalisis sumber belajar berdasarkan nilai-nilai paedagogis, (d) Menghubungkan sumber belajar dengan kurikulum, apakah sumber-sumber belajar dalam karyawisata menunjang dan sesuai dengan tuntutan kurikulum, jika ya, karya wisata dapat dilaksanakan, (e) membuat dan mengembangkan program karya wisata secara logis, dan sistematis, (f) Melaksanakan karya wisata sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, materi pelajaran, efek pembelajaran, serta iklim yang kondusif. (g) Menganalisis apakah tujuan karya wisata telah tercapai atau tidak, apakah terdapat kesulitan-kesulitan perjalanan atau kunjungan, memberikan surat ucapan terima kasih kepada mereka yang telah membantu, membuat laporan karyawisata dan catatan untuk bahan karya wisata yang akan datang. 8. Metode latihan keterampilan ( Drill method ) Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar , dimana siswa diajak ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik. Kelebihan metode latihan keterampilan sebagai berikut : a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat. b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya. c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan. Kekurangan metode latihan keterampilan sebagai berikut : a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian. b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. c. Kadang-kadang latihan tyang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan. d. Dapat menimbulkan verbalisme.
9. Metode mengajar beregu ( Team teaching method ) Metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut. 10. Metode mengajar sesama teman ( Peer teaching method ) Metode mengajar sesama teman adalah suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri 11. Metode pemecahan masalah ( Problem solving method ) Metode ini adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-soal, lalu diminta pemecahannya. 12. Metode perancangan ( projeck method ) yaitu suatu metode mengajar dimana pendidik harus merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian. Kelebihan metode perancangan sebagai berikut : a. Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyuluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan. b. Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan terpadu, yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kekurangan metode perancangan sebagai berikut : a. Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini. b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk ini. c. Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan. d. Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas. 13. Metode Bagian ( Teileren method ) yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian, misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya. 14. Metode Global (Ganze method )
yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka serap atau ambil intisari dari materi tersebut. 15. Metode Discovery Salah satu metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery, hal itu disebabkan karena metode discovery ini: (a) Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, (b) Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, (c) Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (d) Dengan menggunakan strategi penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri, (e) dengan metode penemuan ini juga, anak belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan probela yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian diharapkan metode discovery ini lebih dikenal dan digunakan di dalam berbagai kesempatan proses belajar mengajar yang memungkinkan. Metode Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimil