PEDOMANKERJA TIM PONEK RS @$ JAM ORGANISASI TIM PONEK
Yayasan Kesehatan Gotong Royong
RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG Jalan Medokan Semampir Indah No.97 Surabaya Telp. (031) 5939693, 5991593 Fax. (031)i 5991592
PEDOMAN KERJA TIM PELAKSANA PROGRAM PONEK RS 24 JAM LEMBAR PENGESAHAN
PENGESAHAN DOKUMEN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG Pedoman Kerja Tim Pelaksana Program PONEK RS 24 Jam KETERANGAN
TANDA TANGAN
TANGGAL
Pristy Dwi Leonita Amd.Keb Pembuat Dokumen
3 Januari 2019
Hendrik Juarsa Sp.OG
Kepala PONEK RS 24 jam
5 Januari 2019
Lusia Harijani , SE
Authorized Person
7 Januari 2019
dr. Suwarni
Direktur
8 Januari 2019
ii
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG Nomor: 4-0001/Per/Dir/RSGR-PED/I/2019 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN TIM PONEK Menimban g
Mengingat
DIREKTUR RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG : a. Bahwa dalam rangka upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi, maka perlu dilakukan pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif di Rumah Sakit; b. Bahwa dalam upaya memberikan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit Gotong Royong, maka diperlukan adanya Pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan khususnya yang terlibat dalam pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit Gotong Royong; c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Gotong Royong. : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1051/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 Jam Di Rumah Sakit 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 10. Surat Keputusan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Kesehatan Gotong Royong Nomor 0002/YKGR/A/III/2015 tentang pengangkatan iii
Direktur Rumah Sakit Gotong Royong 11. Peraturan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Kesehatan Gotong Royong Nomor 0002/Per/D.Peng/YKGR/II/2017 tentang Penetapan Stuktur Organisasi Rumah Sakit Gotong Royong. MEMUTUSKAN Menetapkan : KESATU : PEDOMAN KERJA TIM PELAKSANA PROGRAM PONEK RS 24 JAM DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG KEDUA : Pedoman Kerja Tim Pelaksana PONEK RS 24 Jam di lingkungan Rumah Sakit Gotong Royong sebagaimana terlampir dalam Peraturan ini. KETIGA : Pedoman Kerja Tim Pelaksana Program PONEK RS 24 Jam di Rumah Sakit Gotong Royong wajib digunakan dalam penanganan dan pelayanan pasien KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Surabaya Pada tanggal : 08 Januari 2019 Direktur,
dr. Suwarni
iv
DAFTAR ISI DAFTAR ISI v BAB I PENDAHULUAN 1 A. B. C. D.
LATAR BELAKANG............................................................................................................................................. 1 TUJUAN PEDOMAN............................................................................................................................................ 1 RUANG LINGKUP PELAYANAN...................................................................................................................... 1 BATASAN OPERASIONAL................................................................................................................................. 2
A. B. C.
KUALIFIKASI SDM.............................................................................................................................................. 3 DISTRIBUSI KETENAGAAN............................................................................................................................. 3 PENGATURAN JAGA........................................................................................................................................... 3
A. B.
DENAH RUANGAN.............................................................................................................................................. 5 STANDAR FASILITAS......................................................................................................................................... 6
A. B. C. D. E.
KEGIATAN PONEK.............................................................................................................................................. 7 TATA LAKSANA PENDAFTARAN................................................................................................................... 8 TATA LAKSANASISTIM KOMONIKASI......................................................................................................... 8 TATA LAKSANA PENGISIAN INFORMED CONSENT..............................................................................8 TATA LAKSANASISTIM INFORMASI............................................................................................................ 9
A. B. C. D. E. F.
PENGERTIAN........................................................................................................................................................ 12 TUJUAN................................................................................................................................................................... 12 STANDAR KESELAMATAN PASIEN............................................................................................................... 13 TATA LAKSANA PENANGANAN KEJADIAN KESELAMATAN PASIEN..............................................13 TATA LAKSANA SASARAN KESELAMATAN PASIEN..............................................................................13 PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN......................................................................................16
A. B. C. D. E. F. G.
PENDAHULUAN................................................................................................................................................... 19 TUJUAN................................................................................................................................................................... 19 TINDAKAN YANG BERESIKO TERPAJAN................................................................................................... 19 PRINSIP KESELAMATAN KERJA.................................................................................................................... 20 PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA......................................................................................... 20 PROMOSI KESEHATAN..................................................................................................................................... 23 PENGOBATAN DAN REHABILITASI............................................................................................................. 24
A. B.
RAPAT RUTIN....................................................................................................................................................... 26 RAPAT BERKALA................................................................................................................................................ 26
BAB II STANDAR KETENAGAAN
3
BAB III STANDAR FASILITAS 5
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN 7
BAB V LOGISTIK 11 BAB VI KESELAMATAN PASIEN
12
BAB VII KESELAMATAN KERJA
19
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
26
BAB IX PENUTUP
27
v
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peningkatan kualitas hidup ibu dan anak tidak terlepas dari penanganan kasus emergensi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia masih tertinggi diantara negara ASEAN dan penurunannya sangat lambat. Pada Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa - Bangsa pada tahun 2000 disepakati bahwa terdapat 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals) pada tahun 2015. Dua diantara tujuan tersebut mempunyai sasaran dan indikator yang terkait dengan kesehatan ibu, bayi dan anak, yaitu mengurangi tiga perempat rasio kematian ibu dalam proses melahirkan. Meskipun tampaknya target tersebut cukup tinggi, namun tetap dapat dicapai apabila dilakukan upaya terobosan yang inovatif untuk mengatasi penyebab utama kematian tersebut yang didukung kebijakan dan sistem yang efektif dalam mengatasi berbagai kendala yang timbul selama ini. Kematian bayi baru lahir umumnya dapat dihindari penyebabnya seperti Berat Badan Lahir Rendah, asfiksia dan infeksi . Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan pengambilan keputusan, merujuk dan mengobati. Sedangkan kematian ibu umumnya disebabkan perdarahan,infeksi, pre-eklampsia / eklampsia, persalinan macet dan abortus. Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan ibu, maka proses persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu. Pelayanan obstetri dan neonatal merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit. Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana,sarana dan manajemen yang handal. B. TUJUAN PEDOMAN 1. Tujuan Umum Mampu menyelamatkan ibu dan anak baru lahir melalui penanganan persalinan yang aman dan program rujukan berencana 2. Tujuan Khusus a. Adanya kebijakan Rumah sakit yang mendukung pelayanan RS PONEK 24 jam b. Terbentuknya tim PONEK beserta SK beserta Uraian Tugas c. Tercapainya kemampuan Tehknis Tim PONEK sesuai dengan Standart Kinerja klinis dan manajemen . C. RUANG LINGKUP PELAYANAN 1. Stabilisasi Di IGD dan persiapan pengobatan definitif 2. Penanganan kasus Gawat Darurat oleh Tim Ponek RS di ruang tindakan 3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi dan Sectio Caesarea 4. Suhan Ante Natal Resiko Tinggi
1
D. BATASAN OPERASIONAL 1. Ponek adalah pelayanan Obstetric neonatal emergency komprehensif 2. IGD adalah Instalansi Gawat Darurat yang dapat melayani penanganan kasus kegawat daruratan maternal dan neonatal serta pelayanan Ginekologis 3. ICU adalah Intensif Care Unit . Dapat melayani pengawasan Gawat Darurat nafas , perawatan sepsis dan pemantauan terapi cairan 4. Unit Rawat inap Maternal mencakup a. Ruang Bersalin b. Ruang Nifas c. Ruang Neonatus Level I d. Ruang Neonatus Level II 5. Pelayanan Penunjang Medik Meliputi a. Unit Laboratorium yang mencakup pelayanan darah b. Unit Radiologi c. Unit Farmasi d. Unit Umum e. Unit Gizi E. LANDASAN HUKUM 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1051/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 Jam Di Rumah Sakit 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
2
BAB II STANDAR KETENAGAAN
F. KUALIFIKASI SDM Ketua Tim PONEK Sekretris Tim PONEK Ketua Sub PONEK Maternal Anggota
Ketua Sub PONEK Neonatal Anggota
Ketua Sub PONEK IGD Anggota
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi D4 Kebidanan Spesialis Kebidanan dan kandungan Spesialis Kebidanan dan kandungan Spesialis Kebidanan dan kandungan D3 Kebidanan D3 Kebidanan D3 Kebidanan Dokter Spesialis Anak Dokter Spesialis Anak D3 Kebidanan D3 Kebidanan D3 Kebidanan D3 Kebidanan S1 Kedokteran D3 Keperawatan D4 Kebidanan D3 Kebidanan D3 Keperawatan D3 Keperawatan
G. DISTRIBUSI KETENAGAAN Pola pengaturan ketenagaan Pelayanan PONEK yaitu : 1. Ponek IGD : Mengikuti jadwal Bidan Jaga Shift Pagi, Shift Siang , Shift Malam 2. Jadwal KSM : Pola pembagian jadwal per 24 jam 07.00 wib sampai 07.00 wib 3. Jadwal Uri Maternal : a. Shift pagi 3 orang b. Shift Siang 3 orang c. Shift malam 3 orang 4. Jadwal OK : a. Shift Pagi 4 orang b. Metode On Call 5. Jadwal Poli Obsgyn shift Pagi 1 0rang H. PENGATURAN JAGA 1. Pengaturan Jaga a. Pengaturan jadwal dinas perawat dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Unit Maternal dan Kepala IGD b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke setiap satu bulan. c. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada lembar 3
permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apabila tenaga cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui). d. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi.dinas siang dan dinas malam e. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat yang bersangkutan harus memberitahu Kepala Unit 2 jam sebelum dinas pagi, 4 jam sebelum dinas sore. Sebelum memberitahu Kepala Unit, diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti, Apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti, maka Kepala Unit akan mencari tenaga perawat pengganti. 2. Pengaturan Jaga Dokter Spesialis a. Pengaturan jadwal dokter spesialis menjadi tanggung jawab Kepala KSM dan disetujui oleh Kepala pelayanan medis b. Jadwal dokter jaga spesialis dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah diedarkan ke unit terkait dan dokter jaga yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di mulai. c. Apabila dokter jaga spesialis karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan maka : 1) Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan kepada Kepala KSM dan Kepala Unit Maternal/ terkait diteruskan pada bagian tata usaha paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta dokter tersebut diharapkan menunjuk dokter jaga pengganti. 2) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke Kepala KSM dan kepala unit Maternal/terkait diteruskan pada bagian tata usaha diharapkan dokter tersebut sudah menunjuk dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Kepala KSM wajib untuk mencarikan dokter jaga pengganti
4
BAB III STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
Keterangan : : Ruangan Poli Barat yang bagian tengah Dari kanan – kiri ada : - Poli Anak - Poli Mata - Poli Jantung - Poli BKIA - Poli Kandungan - Poli Penyakit Dalam / poli geriatrti - Poli Bedah Umum dan Orthopedi - Poli THT - Poli Kulit dan Kelamin - Poli Tumbuh dan Kembang dan ibu menyusi - Poli Syaraf - Poli Gigi - Poli Akupuntur
Atas
Kanan
Kiri
Bawah
5
B. STANDAR FASILITAS PONEK 1. Fasilitas & Sarana a. PONEK IGD b. Unit Kamar Operasi c. HCU d. Unit Rawat Inap Maternal meliputi 1) Kamar Bersalin 2) Neonatal level 1 3) Neonatal level 2 4) Ruang Nifas 5) Ruang Menyusui e. Unit Rawat Jalan 1) Poli Spesialis Obstetri dan Ginekologi 2) Poli Spesialis Anak f. Sarana penunjang 1) Laboratorium dan penyediaan darah 2) Radiologi 2. Peralatan Peralatan yang tersedia a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
Bed Obsgyn Brankar :1 Infant Warmer
Lemari Instrument Kit Ibu-Bayi
Kit PEB
Kit HPP Partus Set Heacting Set Dopler Metline Lingkaran Kehamilan Gel Lampu tindakan
:1 :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1 :1
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
6
A. KEGIATAN PONEK Kegiatan pelayanan PONEK 24 Jam RS terdiri dari 1.
Konsep pelayanan a. b. c. d. e.
Dilakukan secara kerjasama tim (team work) Pelayanan dilakukan sesuai standart Peralatan yang tersedia memenuhi ketentuan Semua tindakan terdokumentasi dengan baik Harus ada system monitor dan evaluasi
2. Starta pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan,kompetensi SDM, fasilitas sarana dan prasarana pelayanan dalam pelayanan maternal dan neonatal RS Gotong Royong dalam strata pelayanan tipe D 3. Sistem Pelayanan Rujukan Maternal dan Perinatal Bila pasien maternal dan perinatal tidak dapat ditangani sendiri segera rujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap fasilitas dan tenaga kesehatan yang lebih lengkap fasilitas dan tenaga kesehatannya dengan ketentuan a. b. c. d. e. f.
harus ada koordinasi mudah, sehingga tidak memperlambat pertolongan tidak merugikan pasien Rujukan internal rumah sakit sesuai mekanisme kerja tiap unit rumah sakit Rujukan eksternal mengikuti mekanisme rujukan sesuai jenjang pelayananPersiapan rujukan pasien Persiapan rujukan 1) Menyiapkan petugas yang terlatih untuk mendampingi pasien 2) Memberitahu penjelasan kepada pihak keluarga alasan pasien dirujuk ke rumah sakit 3) Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarganya bahwa segala tindakan yang dilakukan adalah untuk menyelamatkan ibu dan bayinya 4) Persiapan pihak keluarga untuk memberikan darah jika dibutuhkan 5) Pasien/ keluarga diberi penjelasan mengenai tindakan atau peralatan yang akan dilaksanakan 6) Pada saat merujuk pasien harus disertakan surat rujukan dan resume medis pasien meliputi a) riwayat penyakit b) penilaian kondisi pasien yang dibuat saat kasus diterima perujuk c) tindakan atau pengobatan yang telah diberikan d) keterangan lain yang perlu atau ditemukan sehubungan dengan kondisi pasien
B. TATA LAKSANA PENDAFTARAN PASIEN 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat Rawat Jalan/Ponek IGD b. Petugas ission / Kamar Terima 7
2. Perangkat Kerja a. Status Medis 3. Tata Laksana Pendaftaran Pasien a. Pendaftaran pasien yang datang dilakukan oleh pasien / keluarga di bagian ission , Pasien dilakukan pemeriksaan di PONEK IGD b. Bila keluarga tidak ada petugas mencari identitas pasien dibantu security c. Sebagai bukti pasien sudah mendaftar di bagian ission akan memberikan status untuk diisi oleh dokter Umum dengan konsul Dokter Spesialis yang bertugas. C. TATA LAKSANA SISTIM KOMUNIKASI 1. Petugas Penanggung Jawab Dokter / perawat/Bidan Unit Rawat Jalan / Unit Rawat Inap 2. Perangkat Kerja a. Pesawat telpon b. Hand phone 3. Tata Laksana Sistim Komunikasi Geriatri Rawat Jalan/ Unit Rawat Inap a. Antara Rawat Jalan / Unit Rawat Inap dengan unit lain dalam RS adalah dengan nomor extension masing-masing unit b. Antara Rawat Jalan / Unit Rawat Inap dengan dokter konsulen / rumah sakit lain / yang terkait dengan pelayanan diluar rumah sakit adalah menggunakan pesawat telephone langsung dari IGD dengan menggunakan kode PIN yang dimiliki oleh dokter jaga atau melalui bagian operator c. Antara Rawat / Unit Rawat Inap Jalan dengan petugas ambulan yang berada dilapangan menggunakan pesawat telephone dan handphone d. Dari luar RS dapat langsung melalui operator. D. TATA LAKSANA PENGISIAN INFORMED CONSENT 1. Petugas Penangung Jawab Dokter Spesialis 2. Perangkat Kerja Formulir Persetujuan Tindakan 3. Tata Laksana Informed Consent a. Dokter Rawat Jalan yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dari pengisian informed consent pada pasien / keluarga pasien disaksikan oleh perawat b. Pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap disaksikan oleh perawat. c. Setelah diisi dimasukkan dalam status medik pasien. E. TATA LAKSANA SISTIM INFORMASI PELAYANAN PRA RUMAH SAKIT 1. Petugas Penanggung Jawab a. Perawat Rawat Jalan/ Unit Rawat Inap 2. Perangkat Kerja a. Ambulan b. Handphone 3. Tata Laksana Sistim Informasi Pelayanan Pra Rumah Sakit
8
a. Perawat yang mendampingi pasien memberikan informasi mengenai kondisi pasien yang akan dibawa, kepada perawat IGD disambungkan pada bidan yang bertugas di RS . b. Isi informasi mencakup : 1) Keadaan umum ( kesadaran dan tanda – tanda vital ) 2) Kondisi dan status Obstetri 3) Peralatan yang digunakan dan diperlukan ( suction, monitor, oksigen ) 4) Kemungkinan untuk dilakukan tindakan lanjutan/ dirawat di unit Rawat Inap Maternal/ unit OK/ intensive care 5) Perawat IGD/Bidan jaga melaporkan pada dokter jaga IGD dan dokter spesialis serta menyiapkan hal-hal yang diperlukan sesuai dengan laporan yang diterima dari petugas ekstertnal F. TATA LAKSANA SISTIM RUJUKAN Melalui : 1. Petugas Penanggung Jawab a. Dokter IGD b. Perawat IGD c. Bidan Jaga 2. Perangkat Kerja a. Ambulan b. Formulir persetujuan tindakan c. Formulir rujukan 3. Tata Laksana Sistim Rujukan IGD a. Alih Rawat Perawat /Bidan IGD menghubungi rumah sakit yang akan dirujuk Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit rujukan mengenai keadaan umum pasein Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat IGD menghubungi RS sesuai kondisi pasien b. Pemeriksaan Diagnostik 1) Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan pemeriksaan diagnostik, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi informed consent 2) Perawat / Bidan menghubungi rumah sakit rujukan 3) Perawat / Bidan menghubungi petugas ambulan RS c. Spesimen 1) Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan specimen 2) Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent 3) Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas laboratorium 4) Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju
9
BAB V LOGISTIK A. PENGERTIAN Logistik atau biasanya disebut dengan unit pengadaan merupakan penyelenggaraan pengurusan kebutuhan barang pendukung proses kegiatan seperti obat-obatan injeksi, cairan serta alat habis pakai yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di pelayanan unit rawat jalan rumah sakit gotong royong secara teratur dalam kurun waktu tertentu secara cermat dan tepat dengan biaya yang telah ditentukan. B. TUJUAN a. Menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan di unit rawat jalan sesuai kebutuhan b. Efisien waktu sehingga lebih mempermudah petugas C. PELAYANAN LOGISTIK Pemesanan Barang dan Obat-obatan 1. Perawat/bidan poli melakukan permintaaan barang atau material kepada petugas unit pengadaan. 2. Petugas seksi bidang pengadaan akan menginfokan permintaan barang kepada kepala unit farmasi. 3. Kepala unit farmasi akan akan membaca permintaan untuk kemudian melakukan pengadaan dengan order melalui supplier atau belanja langsung. 4. Kepala farmasi memberikan barang hasil permintaan diserahkan bukti laporan permintaan barang. 5. Unit farmasi dan pengadaan menyerahkan barang sesuai permintaan tersebut kepada unit rawta jalan dengan bukti tanda terima barang .
BAB VI KESELAMATAN PASIEN 10
A. PENGERTIAN 1. Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: Asesmen risiko Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien Pelaporan dan analisis insiden Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh: Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil 2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse Event Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cidera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cidera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah 3. KTD Yang Tidak Dapat Dicegah/Unpreventable Adverse Event Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan mutakhir 4. Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/Near Miss Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat menciderai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi : Karena “ keberuntungan” Karena “ pencegahan ” Karena “ peringanan ” 5. Kesalahan Medis/Medical Errors Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien 6. Kejadian Sentinel/Sentinel Event Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cidera yang terjadi (seperti, amputasi pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku. B. TUJUAN 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
11
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) G. STANDAR KESELAMATAN PASIEN 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien 5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien 6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien H. TATA LAKSANA PENANGANAN KEJADIAN KESELAMATAN PASIEN 1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien 2. Melaporkan pada dokter jaga IGD 3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga 4. Mengobservasi keadaan umum pasien 5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insiden Keselamatan” I. TATA LAKSANA SASARAN KESELAMATAN PASIEN 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Kegiatan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran atau kesesuaian sosok orang yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan diagnosis dan/atau pengobatan dengan identitas orang tersebut sebagaimana tercantum dalam file rekam medis pasien atau dokumen lain yang berkaitan dengan sosok orang tersebut. Kegiatan identifikasi pasien dilakukan sebelum melakukan pemberian obatobatan, prosedur pemeriksaan penunjang medis radiologi (rontgen, MRI, CT-Scan), Laboratorium, endoskopi, treill, EEG ; pengambilan sampel (misalnya darah, tinja, urin, dan sebagainya) ; intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya; transfusi darah ; transfer pasien ; konfirmasi kematian. Para staf IGD harus mengkonfirmasi identifikasi pasien dengan benar dengan menanyakan nama dan tanggal lahir/umur pasien, kemudian membandingkannya dengan yang tercantum di rekam medis dan gelang pengenal. Jangan menyebutkan nama, tanggal lahir, dan alamat pasien dan meminta pasien untuk mengkonfirmasi dengan jawaban ya / tidak. Identifikasi pasien yang dalam keadaan tidak sadar dapat dilakukan melalui keluarga dan atau pengantar yang mengetahui identitas pasien. Apabila pasien datang dalam keadaan tidak sadar dan tidak ada keluarga dan atau pengantar yang mengetahui identitas pasien, maka pasien sementara akan diidentifikasi sebagai Mr. X atau Ms. X, sampai identitas yang sesungguhnya diketahui lebih lanjut. 2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman). Prosesnya adalah pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan ; isi pesan 12
dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh penerima pesan ; dan penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan. Komunikasi dilakukan sedemikian sehingga isi pesan yang hendak disampaikan benar-benar diterima oleh penerima sesuai dengan maksud pemberi pesan. Komunikasi per lisan dengan menggunakan telepon dilaksanakan sedemikian sehingga sebelum pembicaraan diakhiri, penerima informasi/ instruksi mengulang kembali informasi/ instruksi yang diberikan dan pemberi informasi/ instruksi mengecek kebenaran informasi/ instruksi yang diberikan. (lihat SPO Konsultasi dengan Dokter per Telepon). Informasi/ instruksi lisan yang telah diterima segera dicatat pada status rekam medis pasien, untuk selanjutnya pada kesempatan pertama dimintakan tanda tangan dari pemberi instruksi. 3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High Alert Medication) Sasaran high alert medication ditujukan pada identifikasi, pengelolaan, pelaporan serta dokumentasi obat–obat yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan cidera pada pasien bila digunakan secara salah. Obat–obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat–obat yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan cidera pada pasien bila digunakan secara salah yang daftarnya diperoleh dari hasil inventarisasi unit pelayanan. Obat-obatan yang perlu diwaspadai diberi label khusus dengan menggunakan stiker berwarna (lihat SPO Pemberian Label Obat yang Perlu Diwaspadai). LASA (nama obat, rupa dan ucapan mirip) adalah obat–obat yang memiliki nama, rupa dan ucapan mirip yang perlu diwaspadai khusus agar tidak terjadi kesalahan pengobatan (dispensing error) yang bisa menimbulkan cidera pada pasien. Pemberian obat-obatan tersebut diberikan kepada pasien dengan melakukan pengecakan ulang atas obat dan pasien yang akan diberi. Contoh rupa mirip: Dextrose 40% dan Magnesium Sulfat, Oxytocin dan Lidocaine. Contoh ucapan mirip: Phenobarbital dan Phentobarbital. 4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur dan Tepat-Pasien Operasi Tindakan Pembedahan yang dilakukan oleh dokter IGD harus menjamin ketepatan pada pasien dan pada Lokasi yang tepat, dan menggunakan metode yang sesuai untuk mencegah komplikasi anestesi dan melindungi pasien dari rasa nyeri. Dokter IGD mengidentifikasi dan mengantisipasi secara efektif ancaman hilangnya fungsi pernapasan, risiko kehilangan darah, menghindari penggunaan obat yang dapat menimbulkan reaksi alergi atau reaksi obat yang tidak dikehendaki pada pasien yang diketahui berisiko, secara konsisten menggunakan metode pencegahan terjadinya infeksi luka operasi, mencegah tertinggalnya instrumen bedah dan/atau kasa pada luka/tempat operasi, mengidentifikasi secara akurat dan mengamankan spesimen bedah, dan melakukan komunikasi dan konsultasi atas informasi penting atas jalannya tindakan pembedahan yang aman. Formulir Persetujuan Tindakan Medis (informed consent) harus sudah ditandatangani oleh yang berkepentingan, segera setelah penjelasan/ informasi yang diperlukan disampaikan kepada pasien dan/ atau keluarganya (lihat SPO Persetujuan Tindakan Medis). 5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Semua bahan/material yang terkontaminasi darah dan komponen cairan tubuh pasien harus dianggap berpotensi terhadap penularan infeksi, oleh karena itu 13
perlu dilakukan penggunaan alat pelindung diri (APD) dan dilakukan prosedur dekontaminasi terlebih dahulu (lihat SPO Penggunaan APD dan SPO Dekontaminasi) Semua peralatan medis yang akan dipergunakan untuk melakukan prosedur invasif terhadap pasien harus terjamin sterilitasnya (lihat SPO Sterilisasi Alat) Semua tenaga medis/ keperawatan/ paramedis lain harus melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan terhadap pasien (lihat SPO Cuci Tangan). Pasien perlu diberi informasi mengenai maksud dan tujuan tindakan cuci tangan serta setiap prosedur septik dan antiseptik yang dilakukan terhadapnya Mencuci tangan adalah prosedur tindakan ihkan tangan dengan menggunakan sabun/ anti septic di bawah air bersih yang mengalir atau cairan lainnya. Lima momen cuci tangan, meliputi: sebelum kontak dengan pasien; sebelum tindakan aseptik ; setelah kontak pasien ; setelah kontak cairan tubuh pasien ; setelah kontak lingkungan. Prosedur cuci tangan: a. Gosokkan kedua telapak tangan. b. Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan atau sebaliknya.
c. Dengan menghadapkan telapak tangan kiri dan telapak tangan kanan dan bersihkan sela – sela jari.
d. Mengepalkan tangan dan gosok pungung jari tangan kanan dengan tangan kiri atau sebaliknya.
e. ihkan ibu jari dengan cara mengosok dan putar ibu jari tangan kanan dengan tangan kiri atau sebaliknya.
f.
Bersihkan ujung jari dengan cara menggosok ujung jari tangan kanan di atas telapak tangan kiri atau sebaliknya
14
6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Jatuh dapat diartikan sebagai hilangnya posisi tegak yang berakibat pada berakhirnya posisi tubuh di lantai, tanah atau obyek lain seperti mebeler atau tangga ; atau dapat diartikan perpindahan tubuh ke bawah dan mencapai lantai/tanah atau membentur obyek lain (kursi, tangga, dsb.) secara tiba-tiba, tidak terkontrol, tidak disengaja, dan tanpa tujuan. Dokter/ perawat/ paramedis wajib melakukan asesmen terhadap pasien dengan risiko jatuh dan memberikan identifikasi berupa gelang dan papan petunjuk mengenai hal tersebut (lihat Panduan Pencegahan Pasien Jatuh). Pasien yang telah diidentifikasi berpotensi atas risiko jatuh wajib dimonitor dan dilakukan tindakan pencegahan (lihat SPO Pencegahan Pasien dengan Risiko Jatuh). Asesmen harus sudah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24 jam sejak pasien dirawat di Rumah Sakit. Asesmen dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan / atau perawat (minimal penanggung jawab shift / kepala tim) dengan menentukan skore risiko jatuh berdasarkan Morse Fall Scale dan Humpty Dumpty. Terhadap semua pasien baru dilakukan penilaian atau asesmen atas potensi risiko jatuh dan penilaian diulang jika diindikasikan adanya perubahan kondisi pasien atau pengobatan yang menimbulkan adanya risiko jatuh. Hasil penilaian dimonitor dan ditindaklanjuti sesuai level risiko jatuh. Seluruh pasien rawat inap dinilai risiko jatuh dengan menggunakan lembar penilaian risiko jatuh. Penilaian memakai formulir Morse Fall Scale (MFS) : Kriteria Pasien dengan risiko jatuh (label Kuning – Morse Fall) Upaya pencegahan risiko pasien jatuh : railing, restraint Indikasi restraint : gaduh gelisah, kejang Penilaina memakai formulit Humpty Dumpty : Kriteria Pasien dengan risiko jatuh (label Kuning ) Upaya pencegahan risiko pasien jatuh : railing, restraint Indikasi restraint : gaduh gelisah, kejang J. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN Pelaporan secara anonym dan tertulis kepada Tim KPRS setiap kejadian nyaris cidera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang menimpa pasien atau kejadian lain yang terjadi di rumah sakit. 1. Alur Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal) a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak diharapkan. b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung. Paling lambat 2x24 jam, jangan menunda laporan. c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen :
15
Supervisor/Kepala Bagian/Instalasi/Departemen/Unit, Ketua Komite Medis/ Ketua KSMF) d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan e. Hasil grading akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden yang dilakukan sebagai berikut : (Pembahasan lebih lanjut lihat BAB III) f. Grade biru: investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu g. Grade hijau: investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu h. Grade kuning: investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari. i. Grade merah: investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari. j. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS. k. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading. l. Untuk grade Kuning/Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisa akr masalah/Root Cause Analysis (RSC). m. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : Petunjuk/”Safety Alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. n. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi. o. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik kepada unit kerja terkait. p. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masingmasing. q. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS. (Alur : Lihat Lampiran 4) 2. Alur Pelaporan Insiden Ke Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal) a. Faktor Kontributor Adalah keadaan, tindakan atau faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan). Contoh: 1) Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal) 2) Faktor kontributor dalam organisasi (internal), misal : tidak adanya prosedur 3) Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya teamwork atau komunikasi). 4) Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien. b. Analisa akar masalah/ Root cause analysis (RCA) 16
Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis kejadian menggunakan pertanyaan “kenapa” yang diulang hingga menemukan akar penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan “kenapa” harus ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi. Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/ potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya. Mengapa pelaporan insiden penting? Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Bagaimana memulainya? Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada semua karyawan. Apa yang harus dilaporkan? Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi. Siapa yang membuat Laporan Insiden? Siapa saja atau semua staf RS yang menemukan kejadian Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian. Masalah yang dihadapi dalam Laporan Insiden Laporan dipersepsikan sebagai “pekerjaan perawat” Laporan sering disembunyikan, karena takut disalahkan. Laporan sering terlambat Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture. Bagaimana cara membuat Laporan Insiden? Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisis laporan.
BAB VII KESELAMATAN KERJA
17
A. PENDAHULUAN HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai. Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll). Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan gejala. Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “ Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”. Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal. B. TUJUAN 1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi. 2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”. C. TINDAKAN YANG BERESIKO TERPAJAN 1. Cuci tangan yang kurang benar. 2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat. 3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman. 4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman. 5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat. 6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
18
D. PRINSIP KESELAMATAN KERJA Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu : 1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang 2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain. 3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai 4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan 5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan. Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para karyawan rumah sakit dilakukan dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. E. PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA 1. Pengendalian Barang Berbahaya dan Beracun (B-3) a. Tata Laksana Inventarisasi B-3 1) Melakukan pencatatan penggunaan, penyimpanan bahan dan limbah berbahaya yang ada di lingkungan Rumah Sakit 2) Pencatatan/inventarisasi berdasarkan unit kerja terkait yang menggunakan, menyimpan dan mengelola berdasarkan jenis, spesifikasi dan kategori bahan. 3) Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang dianggap berisiko dan berbahaya) 4) Melakukan pemantauan secara berkala oleh unit berwenang, akan pengunaannya 5) Menyusun prosedur pencatatan, pelaporan, penanggulangan dan tindak lanjutnya b. Tata Laksana Penanganan B-3 Dalam penanganan B-3 (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan, menggunakan, dsb.) setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara penanganannya dengan melihat standar prosedur dan MSDS (material safety data sheet) yang telah ditetapkan. 1) Penanganan untuk personil a) Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan b) Baca petunjuk yang tertera pada kemasan c) Letakkan bahan sesuai ketentuan d) Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk e) Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan f) Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama g) Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata h) Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan bahan, hindari terjadinya tumpahan/kebocoran i) Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.
19
j) Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan bahaya/kecelakaan atau nyaris celaka (accident atau near miss) melalui formulir yang telah disediakan dan alur yang telah ditetapkan. 2. Pengendalian Dan Penanggulangan Kebakaran a. Tata laksana identifikasi area berisiko kebakaran 1) Melakukan identifikasi area/lokasi yang berisiko 2) Melakukan inventarisasi bahan dan sumber yang berisiko terjadinya kebakaran dimasing-masing unit Rumah Sakit. 3) Melakukan mapping (denah) area berdasarkan kategori dan jenis/tingkat risiko bahaya kebakaran. 4) Memberikan tanda dan symbol tempat serta bahan yang mengandung risiko kebakaran 5) Melakukan sosialisasi ke staf dan pengunjung tentang sumber risiko bila terjadi kebakaran b. Tata laksana pencegahan kebakaran 1) Memberikan informasi dan edukasi kepada staf, pasien, pengunjung tentang bahaya kebakaran. 2) Memberikan pendidikan, pelatihan dan aplikasi/uji coba yang nyata kepada staf tentang kebakaran secara berkala 3) Mengidentifikasi pemakaian, penggunaan dan penempatan bahanbahan/sumber-sumber/peralatan yang mengakibatkan kebakaran. 4) Menetapkan lokasi-lokasi yang dapat menyebabkan risiko kebakaran, baik risiko kebakaran kecil maupun besar 5) Melakukan kontrol/inspeksi, perbaikan dan penggantian secara berkala peralatan/fasilitas yang rusak atau sudah waktunya dilakukan pembaharuan. 6) Menjauhkan peralatan dan fasilitas yang berisiko terbakar dengan sumber/bahan yang mudah terbakar. 7) Menempatkan alat pemadam kebakaran di area-area/titik-titik tertentu yang dapat mudah dijangkau oleh semua orang. 8) Memasang label, symbol dan tanda peringatan pada lokasi-lokasi yang berisiko terjadinya kebakaran. 9) Mengatur/mendesain bangunan, peralatan dan sumber-sumber risiko kebakaran sesuai dengan jarak aman yang diperkenankan. 10) Melakukan pengawasan setiap pembangunan didalam atau berdekatan dengan bangunan yang dihuni pasien c. Tata laksana deteksi dini kebakaran 1) Deteksi asap (smoke detector) dan alarm kebakaran a) Penempatan peralatan disesuaikan dengan fungsi dan area berisiko (public area) b) Pastikan terlebih dahulu lokasi/area alarm kebakaran atau deteksi asap yang bunyi/mendeteksi kebakaran. c) Lakukan penanganan secepatnya bila sistem deteksi mengetahui adanya tanda-tanda kebakaran dengan menuju lokasi terjadinya kebakaran. d) Ambil peralatan kebakaran yang tersedia/terjangkau sekitar area/lokasi kebakaran dan melakukan tindakan penyelamatan. e) Pemeliharaan sistem/komponen deteksi kebakaran yang dilakukan secara berkala 20
d. e.
f.
g.
h.
i. j.
f) Dilakukan uji coba/simulasi terhadap peralatan dalam periode tertentu untuk memastikan fungsi dan kegunaan alat. 2) Patroli kebakaran a) Penetapan/penunjukkan staf sebagai petugas patroli kebakaran b) Adanya prosedur pengawasan yang menjadi prosedur baku yang ditetapkan sebagai langkah control yang ada. c) Adanya rute/jadwal ronda secara berkala untuk melakukan pemantauan area/lokasi dan tempat/fasilitas yang berisiko terjadinya kebakaran d) Adanya sistem/kategori tingkat pengawasan lokasi/fasilitas dan area public yang menimbulkan bahaya kebakaran besar, sedang dan kecil. Tata laksana penghentian/supresi atau pengendalian kebakaran Memastikan sistem penghentian/supresi pemadam kebakaran dapat berjalan dengan baik dengan melakukan inspeksi dan uji coba secara berkala atas fungsi alat. Penggunaan dan penempatan peralatan disesuaikan dengan jenis bahan pada lokasi yang mudah terjadinya kebakaran dan besarnya risiko yang terjadi (supresan kimia dan springkler) Gunakan sistem pemadaman sesuai dengan jenis/bahan yang terbakar, sistem isolasi, sistem pendinginan dan sistem urai untuk mengurangi serta membatasi api. Memastikan petugas patroli kebakaran, staf dan pengunjung dapat menggunakan peralatan pemadam kebakaran dengan baik dan tepat sasaran sebagai fungsi pengendalian tingkat pertama sebelum terjadinya kebakaran yang lebih besar lagi. Memastikan ketersediaan APAR dan hydrant pada area/lokasi terdekat atau pada titik rawan risiko terjadinya kebakaran Tata laksana evakuasi 1) Pasien a) Informasikan terjadinya kebakaran dengan membunyikan alarm/sirene tanda bahaya kebakaran b) Kepala ruangan/kepala unit yang terkait dengan pelayanan pasien melakukan instruksi untuk melakukan pengosongan ruangan dengan cara memindahkan pasien ke ruangan yang lebih aman/titik kumpul. c) Kepala ruangan/kepala unit bekerjasama dengan kepala unit perawatan dan perawat yang ada untuk mengevakuasi pasien dengan terlebih dahulu menginformasikan alasan dilakukannya evakuasi. d) Kepala ruangan/kepala unit dapat bekerjasama dengan keluarga dan pengunjung yang berada dilokasi/ruangan untuk mempercepat jalannya evakuasi pasien. e) Lakukan evakuasi pada pasien yang mempunyai kondisi/keadaan yang lebih stabil (dapat berjalan/menggunakan kursi roda), selanjutnya evakuasi pasien yang berikutnya. 2) Karyawan & pengunjung/keluarga a) Informasikan terjadinya kebakaran dengan membunyikan alarm/sirene tanda bahaya kebakaran b) melakukan evakuasi terhadap staf/tamu/pengunjung yang berada dilokasi atau dekat dengan lokasi kebakaran (pengosongan area atau gedung). 21
c) Mengarahkan dan memandu staf/tamu/pengunjung ke area yang aman (titik kumpul) dari jangkauan kebakaran. d) Mengamankan lokasi sekitar dari staf/tamu/pengunjung dan bantu kelancaran jalur evakuasi petugas pemadam menuju area kebakaran e) Lakukan pemadaman listrik instalasi yang terdekat dengan area/lokasi kebakaran atau bahan-bahan/sumber yang dapat menimbulkan terjadinya kebakaran yang lebih hebat. k. Tata laksana penanganan korban kebakaran 1) Proses penanganan korban dilakukan secepatnya untuk mencegah risiko kecacatan dan atau kematian 2) Menentukan prioritas penanganan terhadap korban dan penempatan korban sesuai hasil triage 3) Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman dan layak untuk dapat dilakukan pertolongan 4) Melakukan stabilisasi atau tindakan dasar (basic live ) pada korban 5) Tindakan definitive sesuai kondisi kegawatan dan bila diperlukan Memberikan tindakan perawatan lanjutan F. PROMOSI KESEHATAN 1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit: a. Pemeriksaan fisik lengkap b. Kesegaran jasmani; c. Rontgen paru-paru (bilamana mungkin); d. Laboratorium rutin; e. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu; f. Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. g. Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter (pemeriksaan berkala), tidak ada keragu-raguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. 2. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit a. Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaanpemeriksaan lain yang dianggap perlu; b. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang-kurangnya 1 tahun. c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada : 1) SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu; 2) SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau SDM Rumah Sakit yang wanita dan SDM Rumah Sakit yang cacat serta SDM Rumah Sakit yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu; 3) SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan; 4) Pemeriksaan kesehatan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan-keluhan diantara SDM Rumah Sakit, atau atas pengamatan dari Organisasi Pelaksana K3RS.
22
d. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental. Yang diperlukan antara lain: 1) Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan K3; 2) Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya; 3) SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan kewajibannya; 4) Orientasi K3 di tempat kerja; 5) Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/penyuluhan kesehatan kerja secara berkala dan berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka menciptakan budaya K3. e. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit : 1) Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling dll; 2) Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit; 3) Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi; 4) Pembinaan mental/rohani. G. PENGOBATAN DAN REHABILITASI 1. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang menderita sakit : a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seiuruh SDM Rumah Sakit; b. Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk SDM Rumah Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK); c. Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus; d. Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait. 2. Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja adalah penyakit penyakit yang ditimbulkan akibat karyawan melakukan aktivitas pekerjaannya atau sebagai akibat/risiko yang diitimbulkan karena aktivitas yang dilakukan karyawan selama melakukan pekerjaan tersebut. Penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh factor-faktor biologi (virus, bakteri, jamur, parasit), faktor kimia (antiseptik, reagen, gas anestesi), faktor ergonomis (lingkungan kerja, cara kerja dan posisi kerja yang salah), faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja, hubungan sesame pekerja/atasan) sehingga dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dari Penyakit Akibat Kerja berupa : a. Jenis pekerjaan (saat ini dan sebelumnya) b. Gerakan dalam bekerja c. Tugas yang berat / berlebihan d. Perubahan / pergeseran kerja e. Iklim di tempat kerja
23
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu (quality control) adalah proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan atau perubahan segera setelah terjadi dalam rangka mempertahankan mutu. Indikator mutu adalah variabel mutu yang dapat digunakan sebagai pengukuran terhadap pencapaian standar, dapat dievaluasi dari waktu ke waktu dan dapat dipakai sebagai tolok ukur prestasi kuantitatif/kualitatif terhadap perubahan dari standar atau target yang telah ditetapkan sebelumnya dengan selalu memperhatikan hubungan kerjasama para pelaksanan pelayanan dari dokter, tenaga kesehatan dan tenaga lain yang bekerja di rumah sakit.untuk pengendalian mutu dilakukan evaluasi melalui
24
A. Rapat rutin Rapat rutin diadakan 2 bulan sekali untuk evaluasi dan pengkajian hasil kerja pelayanan PONEK 24 Jam RS , selanjutnya Rekomendasi untuk pelayanan berkelanjutan . B. Rapat berkala Rapat berkala dilakukan jika 1. Sosialisasi dari rapat eksternal (hasil rapat Dinkes, hasil pelatihan ) 2. Ditemukan kasus yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan maternal neonatal untuk dilakukan Audit Maternal Neonatal.. 3. Ditemukan kasus/ Hal yang mengganggu pelayanan PONEK 24 Jam RS C. Rapat Tahunan Rapat tahunan dilakukan sekali setahun untuk evaluasi program dan rencana kerja yang dilanjutkan dengan pembuatan program dan rencana kerja tahun selanjutnya.
25
BAB IX PENUTUP Pedoman Pelayanan PONEK RS 24 Jam ini diharapkan menjadi panduan penyelenggaraan pelayanan maternal dan neonatal secara komprehensif di RS Gotong Royong. Pelaksanaan PONEK RS 24 jam di RS Gotong Royong harus disesuaikan dengan SDM yang tersedia, peralatan, sarana dan prasarana sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, selain itu perlu adanya kerjasama tim yang secara bersama-sama menangani pasien sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing sehingga mendukung penurunan angka AKI dan AKB . Pedoman petunjuk teknis pelayanan ini selanjutnya perlu dijabarkan dalam prosedur tetap guna kelancaran pelaksanaannya.
Rumah Sakit Gotong Royong Direktur,
dr. Suwarni
26