PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA SUKOREJO NOMOR : 0073/RSPHS/I-PER/DIR/I/2019 TENTANG PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA SUKOREJO, Menimban g
: a. bahwa pelayanan dan asuhan kepada pasien Rumah Sakit
Mengingat
:
merupakan hal pokok di Rumah Sakit terutama dalam hal komunikasi. b. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit, perlu mengatur kembali penyelenggaraan komunikasi efektif dengan adanya Pedoman Komunikasi Efektif. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu adanya Peraturan Direktur tentang Pedoman Kerja TIM Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit; 4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan; 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 6. Keputusan Direktur Perseroan Terbatas Disa Prima Medika Nomor : 089/DPM/I-KEP/DIR/XI/2018 tentang Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Prima Husada Sukorejo; 7. Keputusan Direktur Perseroan Terbatas Disa Prima Medika Nomor : 090/DPM/I-KEP/DIR/XI/2018 tentang Pengangkatan Direktur Rumah Sakit Prima Husada Sukorejo MEMUTUSKAN :
Menetapka : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA n TENTANG PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF. BAB I KOMUNIKASI EFEKTIF Pasal 1 (1) Komunikasi efektif dilakukan antar professional pemberi asuhan 1
(2) Komunikasi efektif yang dimaksud adalah komunikasi secara verbal atau melalui telpon (3) Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan. (4) Penyampaian hasil pemeriksaan diagnostic secara verbal ditulis lengkap, dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap. Pasal 2 Para professional pemberi asuhan terlatih komunikasi efektif
BAB II Pasal 3 KRITERIA NILAI DAN DIAGNOSTIK KRITIS
Rumah sakit menetapkan besaran nilai pemeriksaan diagnostik dan diagnostik kritis
kritis
hasil
PasaL 4 PELAPORAN NILAI DAN DIAGNOSTIK KRITIS (1) Yang melaporkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostic sebagaimana dimaksud adalah pelayanan laboratorium yaitu petugas labiratorium (2) Yang melaporkan hasil pemeriksaan diagnostic kristis sebagaimana yang dimaksud adalah pelaynan radiologi yaitu petugas radiologi (3) Yang menerima nilai kristis hasil pemeriksaan diagnostic kritis adalah PPA (Profesional Pemberi Asuhan) dan dilakukan pencatatan di rekam medis
BAB III SERAH TERIMA (HAND OVER) Pasal 5 (1) Hal kritikal dikomunikasikan anatara professional pemberi asuhan padawaktu dilakukan serah terima pasien dan dicatat dalam rekam medik (2) Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien (hand over) bila mungkin melibatkan pasien. (3) Catatan komunikasi yang terjadi waktu serah terima pasien (hand over) dievaluasi untuk memperbaiki proses.
BAB IV KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT Pasal 6 (1) Rumah sakit mempunyai pedoman komunikasi efektif yang meliputi komunikasi dengan masyarakat, dengan pasien dan 2
(2) (3) (4) (5)
keluarga, serta antar staf klinis. Rumah sakit mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menyampaikan informasi pelayanan rumah sakit. Rumah sakit melaksanakan pemberian informasi di bagian isi. Bukti pemberian informasi dan edukasi terdapat dalam rekam medis. Bukti pelaksanaan komunikasi efektif antar staf klinis dalam rekam medis meliputi PT, transfer, rujukan, early warning system, tulbakon, serah terima (operan).
Pasal 7 (1) Demografi populasi sebagai dasar strategi komunikasi dengan komunitas dan populasi yang menggambarkan usia, etnis, agama, serta tingkat pendidikan termasuk buta huruf dan bahasa yang dipergunakan antara lain hambatan dalam berkomunikasi. (2) Rumah sakit menyediakan informasi jenis pelayanan, waktu pelayanan, serta akses dan proses untuk mendapatkan pelayanan. (3) Rumah sakit menyediakan informasi kualitas pelayanan.
(1)
(2)
(1)
(2) (3)
BAB V KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA Pasal 8 Rumah sakit menyediakan informasi untuk pasien dan keluarga tentang asuhan dan pelayanan serta akses terhadap pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit dalam bentuk website atau brosur. Rumah sakit menyediakan informasi alternatif asuhan dan pelayanan di tempat lain apabila rumah sakit tidak dapat menyediakan asuhan dan pelayanan yang dibutuhkan pasien. Pasal 9 Komunikasi dan edukasi pasien serta keluarga menggunakan format yang praktis yang mudah dipahami sesuai demografi komunitas dan populasi berupa tulisan/ gambar/ video/ demonstrasi/ praktikum sesuai data demografi. Materi komunikasi dan edukasi pasien dan keluarga diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti. Rumah sakit menyediakan penerjemah sesuai dengan kebutuhan dan bila di rumah sakit tidak ada petugas penerjemah maka diperlukan kerja sama dengan pihak terkait. BAB VI KOMUNIKASI ANTARTENAGA KESEHATAN PEMBERI ASUHAN DI DALAM DAN LUAR RS
Pasal 10 (1) Penetapan informasi yang harus disampaikan secara akurat dan tepat waktu ke seluruh rumah sakit. (2) Penyampaian informasi yang akurat dan tepat waktu di seluruh rumah sakit termasuk yang urgent antara lain code blue dan code red.
3
(1)
(2)
(3) (4) (5)
(6)
Pasal 11 Rumah sakit memiliki regulasi tentang tata cara berkomunikasi, berisi juga tata cara komunikasi antar staf klinis pada saat bekerja shift dan antar shift yang meliputi informasi tentang : a. status kesehatan termasuk catatan perkembangan pasien terintregasi (PT). b. ringkasan pasien rawat jalan dan rawat inap c. informasi klinis saat transfer dan dirujuk d. serah terima/ operan Informasi kondisi pasien antar staf klinis termasuk Profesional Pemberi Asuhan (PPA) pada saat penting tertentu dalam proses asuhan ditulis dalam rekam medis. Setiap pasien setelah rawat inap dibuat ringkasan pulang. Setiap pasien rawat jalan dengan diagnosis kompleks dibuat profil ringkas medis rawat jalan. Proses transfer dan rujukan dalam rekam medis memuat informasi yang dikomunikasikan termasuk ringkasan asuhan dan pelayanan yang telah diberikan. Dokumentasi proses serah terima pasien/ operan dalam shift (hand over) dalam rekam medis. BAB VII EDUKASI PASIEN DAN KELUARGA
Pasal 12 (1) Rumah sakit menetapkan organisasi dalam bentuk tim promosi kesehatan rumah sakit yang mengkoordinasikan pemberian edukasi kepada pasien. (2) Tim promosi kesehatan rumah sakit berfungsi sesuai peraturan perundang-undangan. (3) Edukasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien dan keluarga di seluruh rumah sakit. Pasal 13 (1) Rumah sakit mengadakan pelatihan komunikasi efektif terhadap Profesional Pemberi Asuhan (PPA) agar terampil dalam melakukan komunikasi efektif. (2) Profesional pemberi asuhan harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang materi yang diberikan. Pasal 14 (1) Asesmen kemampuan dan kemauan belajar pasien dan keluarga yang meliputi : a. keyakinan serta nilai-nilai pasien dan keluarga. b. kemampuan membaca, tingkat pendidikan, dan bahasa yang digunakan c. hambatan emosional dan motivasi d. keterbatasan fisik dan kognitif e. kesediaan pasien untuk menerima informasi. (2) Asesmen kebutuhan edukasi untuk pasien dan dicatat dalam rekam medis. (3) Perencanaan edukasi disesuaikan dengan hasil asesmen. Pasal 15 4
(1) Pasien diberikan edukasi mengenai hasil asesmen, diagnosis, dan rencana asuhan yang akan diberikan dan dicatat dalam form pemberian edukasi dalam rekam medis. (2) Pasien diberikan edukasi oleh DPJP tentang hasil asuhan dan pengobatan termasuk hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan. (3) Pasien diberikan edukasi oleh DPJP/ PPJA/ MPP tentang asuhan lanjutan untuk perawatan di rumah (discharge planning). (4) Pasien dijelaskan tentang risiko dan komplikasi yang dapat terjadi untuk dapat memberikan persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) untuk tindakan medik yang memerlukan informed consent. (5) Pasien diberi edukasi mengenai hak dan tanggung jawab mereka untuk berpartisipasi pada proses asuhan. Pasal 16 Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang penggunaan obat secara efektif dan aman, potensi efek samping obat, potensi interaksi obat, antar obat konvensional, suplemen atau makanan. Pasal 17 Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang asuhan yang diberikan meliputi keamanan dan efektivitas penggunaan peralatan medis. Pasal 18 Pasien dan keluarga diberikan edukasi terkait asuhan yang diberikan meliputi diit dan nutrisi yang memadai. Pasal 19 Pasien dan keluarga diberikan edukasi terkait asuhan yang diberikan meliputi manajemen nyeri. Pasal 20 Pasien dan keluarga diberikan edukasi terkait asuhan yang diberikan meliputi teknik rehabilitasi. Pasal 21 Pasien dan keluarga diberikan edukasi terkait asuhan yang diberikan meliputi cara cuci tangan yang aman. Pasal 22 (1) Profesional pemberi asuhan (PPA) menyediakan waktu yang adekuat dalam memberikan edukasi. (2) Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan secara kolaboratif oleh PPA terkait. (3) Pada proses pemberian edukasi, staf harus mendorong pasien dan keluarga untuk bertanya dan memberi pendapat agar dapat sebagai peserta aktif. (4) Terdapat verifikasi untuk memastikan pasien dan keluarga dapat memahami materi edukasi yang diberikan dan diperkuat dengan materi tertulis. (5) Materi tertulis digunakan untuk memperkuat informasi yang disampaikan secara verbal. 5
Pasal 23 Rumah sakit mengidentifikasi sumber-sumber yang ada di komunitas untuk mendukung promosi kesehatan berkelanjutan dan edukasi untuk menunjang asuhan pasien yang berkelanjutan. Pasal 24 (1) Pasien dan keluarga dirujuk agar mendapatkan edukasi dan pelatihan yang diperlukan untuk menunjang asuhan pasien berkelanjutan, agar mencapai hasil asuhan yang optimal setelah meninggalkan rumah sakit. (2) Edukasi berkelanjutan tersebut diberikan kepada pasien yang rencana pemulangannya kompleks
.
Ditetapkan di Pasuruan Pada tanggal 21 Januari 2019 Direktur Rumah Sakit Prima Husada Sukorejo,
dr. Sadi Hariono, MMRS
6
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA SUKOREJO NOMOR 0073/RSPHS/I-PER/DIR/I/2019 TENTANG PEDOMAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan sangat bergantung pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah kepada dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta antarstaf klinis, terutama Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/komunikan, dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberika edukasi kepada pasien dan keluarga agar mereka mereka memahami kondisi kesehatannya sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya. Edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan oleh staf klinis terutama PPA yang sudah terlatih (dokter, perawat, nutrisionis, apoteker, dll). Mengingat banyak profesi yang terlibat dalam edukasi pasien dan keluarganya maka perlu koordinasi kegiatan dan fokus pada kebutuhan edukasi pasien. Edukasi yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan edukasi pasien dan keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan pembelajaran, tetapi juga proses edukasi dapat dilaksanakan dengan baik. Edukasi paling efektif apabila sesuai dengan pilihan pembelajaran yang tepat dan mempertimbangkan agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca serta Bahasa. Edukasi akan berdampak positif bila diberikan selama proses asuhan. Edukasi termasuk pengetahuan yang diperlukan selama proses asuhan maupun pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan (discharged) ke pelayanan kesehatan lain atau ke rumah. Dengan demikian, edukasi dapat mencakup informasi sumber-sumber di komunitas untuk tambahan pelayanan dan tindak lanjut pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan. Edukasi yang efektif dalam suatu rumah sakit hendaknya menggunakan format visual dan elektronik, serta berbagai edukasi jarak jauh dan teknik lainnya. 1.2 TUJUAN PEDOMAN Pedoman berkomunikasi efektif sesuai standar di rumah sakit antar sesama PPA, staf rumah sakit dengan pasien, keluarga dan masyarakat. Tujuan komunikasi efektif di Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan pelayanan rumah sakit dan mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan komunikasi efektif yang harus tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh penerima. 7
1.3 MANFAAT Manfaat dari adanya pedoman komunikasi efektif untuk melakukan identifikasi pasien yang meliputi instalasi rawat jalan, rawat inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya. Pelaksana dari panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya); staf di ruang rawat, staf istratif, dan staf pendukung yang bekerja di rumah sakit.
8
BAB II TATA LAKSANA KOMUNIKASI EFEKTIF 2.1 KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT Rumah sakit berkomunikasi dengan masyarakat untuk memfasilitasi akses masyarakat ke pelayanan di rumah sakit dan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit. Rumah sakit mengenali komunitas dan populasi pasiennya, serta merencanakan komunikasi berkelanjutan dengan kelompok kunci (keygroup) tersebut. Komunikasi dapat dilakukan kepada individu secara langsung atau melalui media publik dan agen yang ada di komunitas atau pihak ketiga melalui komunikasi efektif. Tujuan komunikasi efektif dengan masyarakat adalah memfasilitasi akses masyarakat ke pelayanan di rumah sakit. Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit maka rumah sakit juga harus mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan komunikasi efektif pada pasien dan keluarga. Komunikasi efektif harus tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima. Komunikasi dengan masyarakat terbagi menjadi dua tempat yaitu di dalam gedung dan di luar gedung. Berikut tempat dan kegiatan yang dilakukan di dalam gedung (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Komunikasi dengan Masyarakat di dalam Gedung NO. TEMPAT KETERANGAN 1. Pendaftaran/istrasi a. Pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan rumah sakit. b. Petugas pendaftaran mendaftar pasien sekaligus memberikan informasi dan promosi pelayanan yang ada di rumah sakit. Contoh : pendaftaran via aplikasi media sosial whatsapp, SMS, website. c. Menempatkan leaflet tentang informasi kesehatan dan pelayanan di rak yang sudah disediakan dan boleh diambil secara gratis. d. Rumah sakit memiliki ruang tunggu yang disediakan televisi untuk menayangkan berbagai pesan kesehatan dari VCD/DVD player. 2. Pelayanan rawat jalan a. Memberikan promosi kesehatan seperti penyuluhan dan leaflet di poliklinik seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, dan lain-lain. b. PPA memberikan media komunikasi yang efektif digunakan di sini misalnya adalah lembar balik (flash cards), gambar-gambar atau model-model anatomi, dan tayangan menggunakan OHP atau laptop dan LCD. Contoh : Bila ada seorang pasien yang hendak dioperasi katarak, mungkin 9
NO.
3.
TEMPAT
Pelayanan rawat inap
a.
b. c.
4.
Pelayanan penunjang medik a.
b.
c.
5.
Pelayanan bagi klien (orang a. sehat)
b.
6.
Ruang pelayanan rawat inap a.
b. c.
KETERANGAN menginginkan penjelasan tentang proses operasi katarak tersebut. Selain penjelasan lisan, PPA akan menyajikan gambar-gambar tentang proses operasi tersebut. Memberikan promosi kesehatan di rawat intensif dan rawat inap secara individu kepada pasien dan keluarga. (Bisa dilakukan saat PPA visite). Leaflet kesehatan diberikan saat pasien pulang. Pendekatan agama dilakukan oleh PPA atau pemuka agama sesuai keyakinan masingmasing. Pelayanan obat/apotek, pelayanan laboratorium, dan pelayanan rehabilitasi medik, bahkan juga kamar mayat. PPA di apotek memberikan edukasi tentang kandungan obat, dosis, efek obat, efek samping, instruksi, peringatan pemakaian. Sambil menungggu obat disiapkan, pasien bisa mengambil leaflet yang telah disediakan di apotek secara gratis, TV di depan apotek bisa digunakan sebagai media promosi pelayanan/kesehatan yang ada di RS PPA di laboratorium memberikan edukasi tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan melakukan promosi kesehatan seperti poster-poster yang ditempel di dinding atau penyediaan leaflet yang dapat diambil gratis. PPA memberikan promosi kesehatan dengan cara penyuluhan dan membagikan leaflet. Contoh : pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan (check up), konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan remaja, senam lansia, seminar kesehatan dan lain-lain. Rumah sakit mempunyai kegiatan pengajian/ tausiyah minggu kedua dan keempat setiap bulannya bertempat di Masjid Baiturrochim RS Prima Husada Pasien rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum meninggalkan rumah sakit. Petugas memberikan leaflet tentang pelayanan yang tersedia di rumah sakit. Petugas bagian pembayaran melakukan promosi kesehatan, yaitu untuk menyampaikan salam hangat dan ucapan selamat jalan, semoga semakin bertambah sehat, bila kelak pasien membutuhkan lagi pertolongan, jangan ragu-ragu untuk datang lagi ke RS Prima Husada
A. Pelayanan edukasi di Instalasi Rawat Jalan 10
Alur pelayanan edukasi di Instalasi rawat jalan digambarkan pada bagan berikut (Gambar 2.1) Pasien
Pendaftaran
Pulang
Klinik Edukasi
Klinik Spesialis
Kebutuhan edukasi
Y a
Td k
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Edukasi Rawat Jalan B. Pelayanan Edukasi di Instalasi Rawat Inap Alur pelayanan edukasi di Instalasi rawat inap digambarkan pada bagan berikut (Gambar 2.2) Rawat Inap Asessmen Kebutuhan Pelayanan edukasi IGD Medik Pasien Keperawatan Penunjang Pulang
Diizinkan pulang
T dk
Evaluasi Re edukasi/ Tidak
Y a
Proses Edukasi
Gambar 2.2 Alur Pelayanan Edukasi Rawat Inap Komunikasi masyarakat di luar gedung dapat dilakukan dengan kegiatan yang dijelaskan pada Tabel 2.2
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 2.2 Komunikasi dengan Masyarakat di Luar Gedung Tempat Penerapan Komunikasi yang Dilakukan Tempat Parkir a. Memasang spanduk tentang promosi kesehatan seperti spanduk larangan Taman rumah sakit merokok sesuai UU Kesehatan, tentang peringatan hari kesehatan, pelayanan Dinding luar rumah sakit rumah sakit, kegiatan-kegiatan sosial b. Memasang banner atau baliho tentang Tempat umum di lingkungan himbauan kesehatan atau pelayanan rumah sakit rumah sakit c. Sign box dan neon box. Contoh : Pagar pembatas kawasan pelayanan UGD 24 jam dengan trauma rumah sakit. center terbaik, jadwal poli spesialis, pelayanan rumah sakit, dan lain-lain. d. Iklan di radio tentang rumah sakit
11
C. Strategi Dasar Komunikasi dengan Masyarakat 1. Pemberdayaan Pemberdayaan adalah ujung tombak dari upaya promosi Kesehatan di rumah sakit. Pada hakikatnya pemberdayaan adalah upaya membantu atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. Karena itu, pemberdayaan hanya dapat dilakukan terhadap pasien/klien. Berikut upaya yang dilakukan di instalasi rawat jalan dan rawat inap dijelaskan pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Pemberdayaan Pasien Tempat Pemberdayaan Penerapan Pemberdaayan Pasien Rawat Jalan 1. PPA memberikan konseling mereka yang menderita suatu penyakit. Contoh : konseling diabetes mellitus, dislipidemia, dan lain-lain. 2. PPA memberikan konseling ntuk mereka yang sehat. Contoh : konseling gizi, konseling KB. Bagi klien yang sehat dapat pula dibuka kelompok-kelompok diskusi, kelompokkelompok senam, kelompok-kelompok paduan suara, dan lain-lain. Rawat Inap 1. Konseling di tempat tidur (bedside health promotion) oleh PPA. 2. PPA membentuk kelompok untuk diberikan konseling (untuk penderita yang dapat meninggalkan tempat tidur). 3. PPA memberikan fasilitas biblioterapi (menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan bagi pasien). 4. PPA mendatangi pasien demi pasien, duduk di samping tempat tidur pasien tersebut, dan melakukan pelayanan konseling. Dengan pemberdayaan diharapkan pasien berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu untuk melaksanakan perilaku-perilaku yang dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya. 2. Bina Suasana Pemberdayaan akan lebih cepat berhasil bila didukung dengan kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif. Tentu saja lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang diperhitungkan memiliki pengaruh terhadap pasien yang sedang diberdayakan. Kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut bina suasana. Tabel 2.4 Bina Suasana Jenis Klien Sasaran Pasien rawat Lingkungan yang a. jalan (orang berpengaruh adalah yang sakit) keluarga atau orang yang mengantarkannya ke
Penerapan Bina Suasana PPA memberikan konseling, penyuluhan dan konseling leaflet tentang suatu penyakit kepada pasien dan 12
Jenis Klien
Sasaran rumah sakit.
Klien rawat Lingkungan yang jalan (orang berpengaruh terutama yang sehat) adalah para petugas rumah sakit yang melayaninya Pengantar pasien
Klien sehat
Penggunaan media
yang Yang berkunjung ke klinikklinik konseling atau ke kelompok senam, petugaspetugas rumah sakit yang melayani mereka sangat kuat pengaruhnya sebagai panutan.
Pasien rawat Lingkungan yang inap berpengaruh terutama adalah para penjenguk pasien (pembesuk).
Penerapan Bina Suasana keluarga, agar keluarga dapat membantu untuk mendukung kesembuhan pasien. b. Rumah sakit menyediakan poster, disediakan selebaran (leaflet), atau dipasang televisi dan VCD/DVD player yang dirancang untuk secara terus menerus menayangkan informasi tentang penyakit sesuai dengan poliklinik yang bersangkutan. PPA memberikan konseling dan penyuluhan tentang suatu penyakit kepada klien rawat jalan supaya dapat mencegah terjadinya penyakit menjadi tahap yang lebih parah. PPA membagikan selebaran (leaflet), pemasangangan poster, atau penayangan video berkaitan dengan penyakit dari pasien sehingga pengantar bila mempunyai keluarga yang menderita penyakit tersebut bisa membantu untuk memberikan edukasi. PPA memberikan penyuluhan misalnya teladan tidak merokok, tidak meludah sembarangan, tidak membuang sampah sembarangan, menjadikan klien yang sehat sebagai panutan untuk hidup sehat dan lain sebagainya. a. PPA membagikan selebaran dan pemasangan poster yang sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk. b. PPA mengumpulkan penjenguk pasien yang sama penyakitnya dalam satu ruangan untuk mendapat penjelasan dan berdiskusi dengan dokter atau PPA yang lain.
3. Advokasi 13
Rumah sakit melakukan advokasi dalam upaya memberdayakan pasien dan klien, rumah sakit yang membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain. Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit tanpa asap rokok, rumah sakit melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di rumah sakit. Sasaran advokasi hendaknya diarahkan/dipandu untuk menempuh tahapan sebagai berikut : a. Memahami/menyadari persoalan yang diajukan b. Tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan c. Mempertimbangkan sejumlah pilihan kemungkinan dalam berperan d. Menyepakati satu pilihan kemungkinan dalam berperan e. Menyampaikan langkah tindak lanjut 2.2 KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA A. Meningkatkan komunikasi efektif, kompetensi budaya, dan asuhan berfokus pasien dan keluarga selama penerimaan dengan cara yaitu: 1. Rumah sakit memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang jenis asuhan dan pelayanan, serta akses untuk mendapatkan pelayanan. 2. Komunikasi dan edukasi kepada keluarga diberikan dalam format serta Bahasa yang mudah dimengerti 3. Menginformasikan pasien hak-hak mereka. 4. Mengenali bahasa pilihan pasien untuk mendiskusikan perawatan kesehatan. 5. Mengenali apakah pasien memiliki kebutuhan sensorik atau komunikasi. 6. Tentukan apakah pasien perlu bantuan mengisi formulir pendaftaran. 7. Kumpulkan data ras dan etnis pasien dalam catatan medis. 8. Mengenali jika pasien menggunakan perangkat bantu. 9. Menanyakan pasien jika ada kebutuhan tambahan yang dapat mempengaruhinya atau perawatannya. 10. Komunikasikan informasi tentang kebutuhan pasien khusus untuk tim asuhan 11. Mengajak keluarga berpartisipasi dalam membuat keputusan pada proses asuhan B. Tata cara komunikasi disetiap unit yaitu: 1. Pendaftaran Pasien a. Petugas pendaftaran memberikan salam hangat kepada pasien dan keluarga yang datang. b. Petugas pendaftaran mewawancarai pasien dan keluarga pasien terhadap identitas pasien. c. Untuk data nama pasien dilakukan eja huruf oleh pasien dan keluarga atau diulang oleh petugas pendaftaran dengan mengeja huruf sehingga tidak terjadi kesalahan nama pasien. d. Untuk data tanggal lahir/ umur, petugas mengulang menanyakan kebenaran data dan apabila masih diragukan maka pengecekan langsung ke unit terkait untuk memastikan kesesuaian umur dengan fisik pasien.
2. Pendaftaran Pasien Rawat Inap a. Pasien dan keluarga datang ke bagian pendaftaran untuk melakukan pendaftaran rawat inap. b. Petugas pendaftaran memberikan informasi tentang : 14
1) Hak dan kewajiban pasien 2) Identifikasi pasien 3) Jenis pelayanan 4) Fasilitas ruangan/ pelayanan 5) Tarif ruangan 6) Tarif tindakan c. Petugas menuliskan isi penjelasan di atas pada rekam medis dan apabila hal-hal yang dijelaskan sudah dimengerti dan disetujui oleh pasien dan keluarga maka dokumen rekam medis ditandatangani oleh pasien dan keluarga dan petugas pendaftaran yang memberikan informasi. d. Setelah pasien setuju dengan informasi biaya dan tindakan medis, petugas pendaftaran menginformasikan ke unit terkait. e. Jika pasien tidak setuju dengan informasi biaya, petugas pendaftaran akan menginformasikan kepada MOD tentang solusi yang akan diberikan. f. Jika terjadi perubahan, petugas pendaftaran akan menginformasikan kepada keluarga pasien. 3. Dokter IGD dengan Pasien dan Keluarga a. Dokter memperkenalkan diri dan memberi salam kepada pasien dan keluarga b. Setelah dilakukan pemeriksaan (anamnesis, fisik) kemudian dokter menjelaskan diagnosis atau perkiraan diagnosis pasien, serta pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan kemudian menuliskan pada rekam medis IGD. c. Dokter menjelaskan tujuan pemeriksaan, hasil yang diharapkan dari pemeriksaan penunjang tersebut untuk menegakkan diagnosis. d. Untuk besarnya biaya pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, pasien dan keluarga diminta ke pendaftaran/kasir untuk mendapatkan informasi. e. Apabila pasien atau keluarga setuju, pemeriksaan dapat dikerjakan setelah menyelesaikan istrasi pembayaran. f. Apabila pasien atau keluarga tidak setuju, maka pemeriksaan tidak dilakukan dan keluarga atau pasien menandatangani form penolakan tindakan. g. Setelah hasil pemeriksaan penunjang sudah selesai, kemudian dokter menjelaskan ke pasien atau keluarga pasien. h. Bila pasien akan direncanakan rawat inap, pengambilan sampel darah untuk laboratorium akan dilakukan saat pasien dipasang infus. i. Bila pasien stabil dan siap untuk dipindah maka dokter akan memberikan advice kepada helper dan perawat untuk memindahkan pasien beserta rekam medisnya. 4. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan Pasien dan Keluarga a. DPJP wajib memberikan edukasi kepada pasien tentang informasi yang benar, jelas dan jujur. b. DPJP mengetahui kewajiban dan tanggung jawab terhadap pasien dan keluarga. c. DPJP mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. d. DPJP memahami konsekuensi pelayanan. e. DPJP wajib mematuhi intruksi dan menghormati peraturan rumah sakit. f. DPJP memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. g. DPJP wajib menyediakan waktu yang cukup untuk memberikan edukasi. h. Edukasi informasi diagnosis, tindakan dan terapi secara lisan dan dicatat dalam form penunjukkan DPJP utama dan bukti pelaksanaan penjelasan DPJP dilengkapi dengan tanda tangan pasien dan DPJP. 15
i.
j.
DPJP wajib membuat rencana pelayanan 1) Dokter menuliskan rencana kerja atau permasalahan medis yang akan ditangani. 2) Dokter menulis rencana tindakan yang akan dilakukan, dapat berupa rencana pemeriksaan penunjang, konsul, dan lain-lain. 3) Dokter menyusun rencana terapi atau intrervensi guna menangani masalah. 4) Dokter membubuhkan tanda tangan dan waktu penulisan pada setiap form rekam medis DPJP menginformasikan rencana pelayanan terhadap pasien atau keluarga 1) Dokter menyampaikan pada pasien bahwa pasien diperiksa dan dibuat diagnosis kerja. 2) Dokter menyampaikan pada pasien tentang pemeriksaan/ tindakan apa yang akan dilaksanakan. 3) Dokter memberikan edukasi bila akan dilakukan tindakan invasif (misal : pembedahan atau anestesi) pasien atau keluarga wajib mengisi form informed consent yang didokumentasikan pada rekam medis. 4) Dokter menjelaskan kemungkinan manfaat dan resiko terhadap tindakan. 5) Dokter memastikan apakah pasien/keluarga sudah paham. 6) Dokter mempersilakan pasien untuk menanyakan sesuatu apabila belum jelas. 7) Dokter menuliskan pada dokumen rekam medis bahwa telah menginformasikan rencana pelayanan dan membubuhkan paraf. 8) Dokter membuat ringkasan pulang saat pasien akan KRS.
5. Perawat dengan Pasien dan Keluarga a. Memberi salam pada pasien dan keluarga. b. Mengecek kembali gelang pasien dan gelang alergi. c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang orientasi ruangan yang berisi fasilitas yang ada di ruang perawatan dan prosedur penggunaannya. d. Menjelaskan tata tertib di rumah sakit. e. Menjelaskan hak dan kewajiban pasien. f. Memberikan penjelasan dokter/petugas yang merawat. g. Memberikan informasi waktu konsultasi. h. Menulis di rekam medis informasi catatan perkembangan kondisi pasien dan rencana asuhan perawatan. i. Memberikan informasi tentang persiapan pulang. j. Setiap selesai melaksanakan orientasi harus tercatat pada checklist dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak. k. Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan : 1) Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini. 2) Perawat mengumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan. 3) Perawat memastikan diagnosis medis pasien dan prioritas masalah keperawatan yang harus dilanjutkan. 4) Perawat membaca dan memahami catatan perkembangan terkini & hasil pengkajian perawat shift sebelumnya. 5) Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat harian. 2.2.1 Daftar untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif, Kompetensi Budaya, dan Asuhan Berfokus Pasien dan Keluarga Selama Penerimaan 16
A. Menginformasikan Pasien Hak-hak Mereka. Beberapa hak pasien mengatasi kebutuhan yang khusus dari individu, seperti hak untuk memiliki penterjemah bahasa, hak untuk menerima akomodasi untuk penyandang cacat, hak untuk bebas dari diskriminasi ketika menerima pengobatan,hak untuk mengidentifikasi pendamping untuk hadir selama tinggal di rumah sakit, dan untuk menunjuk seorang pembuat keputusan pengganti. Ada beberapa cara untuk memastikan bahwa pasien diberitahu tentang hak-hak mereka dengan cara mendukung mereka dalam pengobatan mereka : 1) Kebijakan rumah sakit terkait (dalam bahasa yang sering ditemui) di ruang tunggu 2) Sertakan informasi tentang kebijakan rumah sakit yang relevan dalam dokumen hak pasien. 3) Memberikan bahan hak pasien dalam beberapa bahasa dan format alternatif (misalnya audio, materi visual atau tertulis). 4) Jelaskan hak untuk memiliki penterjemah bahasa, peran penterjemah dalam/ pertemuan pengobatan kesehatan, dan itu adalah layanan gratis yang disediakan untuk keselamatan pasien. 5) Jelaskan hak untuk akomodasi bagi individu penyandang cacat dan layanan yang diberikan untuk membantu pasien dengan kebutuhan komunikasi atau masalah mobilitas. 6) Menjelaskan hak untuk bebas dari diskriminasi, apakah atau tidak perlindungan anti diskriminasi termasuk dalam undang-undang dan peraturan negara tertentu, karena kebijakan rumah sakit memastikan penyediaan pengobatan yang adil untuk semua pasien. 7) Jelaskan hak untuk mengidentifikasi dukungan, tujuan dukungan pasien (untuk menghilangkan stres dan memberikan dukungan emosional) dan keterbatasan jika ada pelanggar dukungan hak-hak lainnya, kompromi keamanan, atau secara medis atau terapi kontraindikasi. 8) Jelaskan hak untuk menunjuk pembuat keputusan pengganti dan bahwa pembuat keputusan pengganti mungkin anggota keluarga, didefinisikan secara luas untuk memasukkan teman-teman dan mitra yang sama. B. Mengidentifikasi Bahasa yang Disukai Pasien untuk Mendiskusikan Pengobatan Kesehatan. Lebih dari 24 juta orang, atau 8.7% dari populasi Amerika, berbahasa Inggris kurang dari sangat baik dan harus dipertimbangkan keterbatasan Inggris mahir untuk tujuan pengobatan. Untuk pasien yang belum dewasa atau tidak mampu, bahasa yang diinginkan dari orang tua pasien, wali atau pembuat keputusan pengganti juga harus ditentukan. Orang-orang ini memiliki kewenangan hukum untuk membuat keputusan atas nama pasien, staf akan perlu untuk memenuhi kebutuhan bahasa orang tua pasien, wali atau pembuat keputusan pengganti juga. 1) Tanya pasien, “Dalam bahasa apa yang anda pilih untuk mendiskusikan pengobatan kesehatan anda?”. Rumah sakit harus menentukan bahasa yang dipilih pasien, terlepas apakah pasien berbicara bahasa Inggris dengan lancar atau menggunakan bahasa lain untuk berkomunikasi. 2) Menggunakan kartu identitas bahasa atau alat untuk menentukan bahasa pilihan pasien. 3) Mengatur layanan bahasa untuk membantu identifikasi bahasa yang dipilih pasien. 4) Mengidentifikasi bahasa isyarat yang dipilih pasien yang menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi (bahasa isyarat Amerika, bahasa 17
isyarat Inggris, atau untuk pasien yang tuli atau sulit mendengar dan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang terbatas, bahasa isyarat dari negara lain). 5) Perhatikan bahasa pilihan pasien untuk diskusi pengobatan kesehatan dalam catatan medis dan mengkomunikasikan informasi ini kepada staf. C. Identifikasi Apakah Pasien Memiliki Kebutuhan Sensorik atau Komunikasi. Pasien dengan pra pendengaran, visual atau gangguan bicara mungkin tiba di rumah sakit dengan alat bantu komunikasi mereka sendiri atau perangkat. Untuk pasien yang mengalami gangguan sensorik atau komunikasi karena kondisi kesehatan mereka saat ini, mungkin perlu untuk rumah sakit memberikan bantuan dan layanan tambahan atau tambahan dan sumber alternatif komunikasi (AAC) untuk mefasilitasi komunikasi. 1) Tanya pasien, “Apakah anda memiliki alat bantu dengar, kacamata, atau perangkat lain yang rutin anda gunakan utnuk berkomunikasi?”. Jika pasien memiliki bantuan pribadi atau perangkat, staf harus memastikan bahwa pasien dapat mengaksesnya setiap saat selama tinggal di rumah sakit. 2) Hubungi audiolog atau melibatkan Departemen Ophthalmology, jika mungkin memberikan bantuan dan layanan yang sesuai, yang dibutuhkan untuk membantu pasien yang memiliki gangguan sensorik tambahan karena kondisi medis saat ini selama penerimaan. 3) Hubungi Ahli Bahasa Departemen Patologi, jika mungkin, untuk menyediakan sumber daya AAC yang tepat diperlukan untuk membantu pasien yang memiliki gangguan komunikasi akibat kondisi medis saat ini. 4) Perhatikan kebutuhan sensorik atau komunikasi dan menyebutkan bantuan pribadi atau perangkat, bantuan tambahan atau sumber daya AAC dalam medis dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf. D.
Menentukan Apakah Pasien Perlu Bantuan dalam Melengkapi Formulir Penerimaan. Lebih dari 40% orang dewasa memiliki tantangan keaksaraan yang signifikan, dan 88% dari orang dewasa memilki kurangnya ketrampilan tentang kesehatan. Menyadari pasien yang memerlukan bantuan membaca atau melengkapi formulir pendaftaran dapat menjadi isu sensitif dan staf harus memperoleh informasi yang diperlukan tanpa memalukan pasien. 1) Memperhatikan petunjuk untuk mengidentifikasi pasien dengan keaksaraan terbatas atau rendah (misalnya pertanyaan seperti “Saya lupa kacamata saya”, “Pasangan saya biasanya menyimpan semua informasi ini dirumah”, atau “Saya bisa membawa pulang ini untuk mengisi dan membawanya kembali?” dan menanggapi dengan bantuan yang tepat. 2) Tanya pasien “Apakah anda memilih seseorang untuk membantu anda dalam mengisi formulir?”. 3) Tawarkan pasien kesempatan untuk mengisi formulir pendaftaran bersama anggota staf.
E.
Mengumpulkan Data Ras dan Etnis Pasien dalam Laporan Medis. Rumah sakit harus mengumpulkan data tingkat demografik ras dan etnis pasien untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien individu dan untuk menghilangkan kesenjangan dalam populasi pasien. Data penting ini memberikan infomasi pada rumah sakit tentang kebutuhan potensi budaya masing-masing pasien, serta kesempatan untuk memantau dan menganalisis disparitas kesehatan pada tingkat populasi. 1) Memastikan bahwa pasien mengerti mengapa data ras dan etnis dikumpulkan. Penelitian Kesehatan dan Pendidikan merekomendasikan bahwa staf menjelaskan pada pasien “Kami ingin memastikan bahwa 18
semua pasien kami mendapatkan pengobatan terbaik terlepas dari latar belakang ras dan etnis mereka. Kami ingin anda memberitahu latar belakang ras dan etnis anda sehingga kita dapat meninjau pengobatan dimana pasien menerima dan memastikan bahwa semua orang mendapat pengobatan kualitas tinggi. 2) Mengijinkan pasien untuk melaporkan sendiri informasi ras dan etnis. 3) Menghormati pilihan pasien untuk menolak memberikan informasi ras dan etnis. 4) Lihat kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk mengumpulkan data demografis pasien. F.
Mengidentifikasi Jika Pasien Menggunakan Perangkat Bantu. Pasien mungkin tiba di rumah sakit dengan salah satu perangkat yang ia gunakan untuk membantu aktifitas hidup dan/atau mobilitas sehari-hari. Ini penting bagi rumah sakit untuk membuat akomodasi dan memastikan bahwa pasien memiliki akses ke perangkat ini selama pengobatan. 1) Pastikan bahwa setiap alat bantu seperti (layanan hewan, tongkat, alat berjalan, kursi roda, atau perangkat mobilitas lainnya) tersedia untuk pasien di seluruh/kontinum pengobatan. 2) Mengidentifikasi apakah peralatan khusus harus digunakan selama pengobatan pasien dengan kebutuhan mobilitas.
G. Tanya Pasien jika Ada Kebutuhan Tambahan yang Dapat Mempengaruhinya Dalam Pengobatan. Meskipun banyak hal yang diidentifikasi mengenai kebutuhan pasien, mungkin ada masalah tambahan (seperti budaya, agama atau spiritual, mobilitas atau kebutuhan lainnya) yang akan membutuhkan staf untuk mengkordinasikan layanan menggabungkan peralatan khusus, atau merekam informasi tambahan medis pasien. 1) Mengajukan pertanyaan umum: Apakah ada hal lain yang rumah sakit harus ketahui untuk meningkatkan pengobatan anda?” 2) Mengidentifikasi apakah pasien memiliki budaya atau agama berdasarkan pada isu-isu kesopanan mengenai pengobatan yang yang diberikan oleh staf dari lawan jenis. 3) Menentukan apakah ada pakaian tertentu atau item agama penting yang perlu dipakai. 4) Mencatat setiap kebutuhan tambahan dalam rekam medis dan berkomunikasi kebutuhan ini dengan staf. H. Mengkomunikasikan Informasi pada Tim Pengobatan tentang Kebutuhan untuk Pasien Khusus. Informasi tentang kebutuhan pasien yang dikumpulkan selama penerimaan dapat membantu staf mengkoordinasikan bantuan komunikasi, rencana untuk akomodasi budaya atau agama atau spiritual, menyediakan peralatan yang diperlukan di seluruh kontinum pengobatan. 1) Catat semua data yang relevan dalam catatan medis pasien. 2) Membuat proses untuk identifikasi pasien dengan kebutuhan khusus (misalnya kode warna grafik pasien, menambahkan bendera atau stiker untuk grafik pasien, atau menggunakan gelang pasien untuk menunjukkan kebutuhan pasien yang berbeda). 3) Pastikan bahwa data yang dikumpulkan selama pendaftaran dapat ditransfer ke database klinis untuk penggunaan di titik pengobatan, terutama jika beberapa sistem data yang digunakan adalah untuk menangkap informasi pasien. 19
2.2.2 Daftar untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif, Kompetensi Budaya, dan Pengobatan Terpusat Pasien dan Keluarga Selama Asesmen A. Mengidentifikasi dan Mengatasi Kebutuhan Komunikasi Pasien selama Asesmen Memberikan bantuan komunikasi yang tepat selama proses asesmen untuk memenuhi kebutuhan komunikasi yang sebelumnya diidentifikasi selama proses penerimaan dan memungkinkan untuk pertukaran informasi yang akurat antara pasien dan penyedia. Kebutuhan komunikasi pasien dan dukungan harus dicatat dalam rekam medis pasien, dan setiap kebutuhan komunikasi yang didokumentasikan harus memicu untuk mengatur bantuan komunikasi yang tepat. 1) Periksa rekam medis pasien untuk menentukan apakah ada kebutuhan komunikasi yang sebelumnya diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan pasien dan setiap kebutuhan sensorik atau komunikasi. 2) Mengatur layanan bahasa selama asesmen untuk membantu pasien yang bahasa pilihannya bukan bahasa Inggris atau yang tuli. 3) Memastikan bahwa alat bantu dan layanan tambahan tersedia selama asesmen untuk pasien yang mengalami gangguan sensorik. 4) Menyediakan sumber augementatif dan komunikasi alternatif untuk pasien dengan gangguan komunikasi untuk membantu selama asesmen. 5) Tentukan apakah pasien telah mengembangkan gangguan komunikasi sejak penerimaan sebagai perubahan status kesehatan yang mungkin dapat mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi. Menyediakan sumber AAC untuk membantu selama asesmen dan menghubungi Departemen Patologi Bahasa, jika tersedia. 6) Perhatikan penggunaan bantuan komunikasi dalam catatan medis dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf. B. Mengawali Penyedia Hubungan Pasien dengan Pengenalan. Penyedia individu dapat menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan dan preferensi pasien dengan menjelaskan perannya pada tim pengobatan dan meminta pasien bagaimana ia lebih suka ditangani. 1) Memastikan bahwa semua anggota tim pengobatan memperkenalkan diri kepada pasien dan menjelaskan peran mereka dalam proses pengobatan. 2) Tanya pasien, “Apakah anda lebih suka ditangani sebagai Tuan, Nona, Nyonya, Dr, atau Yang Terhormat, dengan nama pertama anda, atau dengan nama atau gelar yang disukai?” 3) Perhatikan nama yang disukai pasien dalam catatan pasien untuk memastikan bahwa staf menangani pasien dengan tepat. Staf harus menyadari bahwa pasien yang diidentifikasi sebagai transgender mungkin memiliki preferensi nama yang berbeda dari nama resmi mereka dan mungkin atau tidak telah mengubah tubuh mereka secara medis. 4) Tanya pasien apakah ada pertimbangan budaya untuk mengatasi pasien atau anggota keluarganya. Sebagai contoh, beberapa kebudayaan mempertimbangkan kontak mata dengan seseorang adalah tidak hormat, sementara yang lain menghargai kontak mata langsung. C. Mendukung Kemampuan Pasien untuk Memahami dan Bertindak Atas Informasi Kesehatan. Pasien dengan keaksaraan kesehatan yang rendah mungkin memiliki kesulitan besar memahami informasi kesehatan mereka, partisipasi dalam keputusan pengobatan, dan menindaklanjuti dengan rencana-rencana pengobatan. 1) Mengajukan pertanyaan keaksaraan kesehatan pasien, seperti, “Apakah anda memerlukan bantuan untuk memahami informasi kesehatan?”. 20
2) Tanyakan pada pasien bagaimana ia lebih memilih untuk menerima informasi (misalnya, dengan membaca, mendengar, atau melihatnya). 3) Berbicara dalam bahasa sederhana daripada menggunakan istilah teknis atau jargon medis. Sertakan contoh dan cerita bila memungkinkan. 4) Gunakan model visual, diagram, atau gambar untuk menggambarkan prosedur atau kondisi. 5) Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan menggunakan metode seperti AskMe, strategi untuk bertanya dan menjawab tiga pertanyaan tentang pengobatan pasien. 6) Menggunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman dengan meminta pasien untuk menjelaskan pada staf dalam kata-katanya sendiri atau dengan meminta pasien untuk menunjukkan ketrampilan yang diajarkan. 7) Menahan diri bertanya pada pasien. “Anda mengerti?”. Terlepas dari kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak mengerti mungkin masih menjawab “Ya”. 8) Mendorong pasien untuk menulis catatan pada materi pasien selama diskusi. D. Identifikasi dan Memenuhi Kebutuhan Mobilitas Pasien selama Asesmen. Banyak pasien dengan kebutuhan mobiliitas mengalami kesulitan secara fisik mengakses peralatan medis. Ketika peralatan khusus tidak tersedia, staf dapat melakukan pemeriksaan dan tes dengan cara yang dapat menghasilkan hasil yang tidak akurat atau menyembunyikan bukti fisik yang diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat, misalnya melakukan sinar x saat pasien duduk di kursi roda. Selain itu, pasien dengan mobilitas yang belum terpenuhi karena stroke yang baru terjadi, perubahan status kesehatan, atau efek samping pengobatan yang mungkin mempengaruhi risiko untuk jatuh. 1) Menilai apakah pasien memerlukan bantuan mobilitas, termasuk jenis dan keadaan dimana bantuan diperlukan. 2) Pastikan pasien telah ditetapkan ke sebuah ruangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan mobilitasnya. 3) Pastikan bantuan mobilitas yang pasien gunakan (seperti layanan hewan, tongkat, atau alat berjalan) mudah diakses pasien. 4) Menentukan apakah pasien membutuhkan akomodasi (seperti tombol adaptif atau sistem panggilan interkom) untuk mengakses sistem panggilan perawat. 5) Perhatikan kebutuhan untuk bantuan mobilitas dalam rekam medis dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf. 6) Pastikan tindakan pencegahan yang tepat di tempat untuk mencegah jatuh. Beberapa rumah sakit menempatkan tanda di atas tempat tidur pasien atau pintu, atau gunakan kaos kaki berwarna khusus atau gelang untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. E. Mengidentifikasi Budaya, Agama, atau Kegiatan dan Keyakinan Spiritual yang Mempengaruhi Pengobatan. Budaya, agama atau keyakinan spritual dapat mempengaruhi persepsi pasien dan keluarga tentang penyakit dan bagaimana mereka melakukan pengobatan. Selain itu, pasien mungkin memiliki kebutuhan khusus yang terkait dengan budaya, agama, atau keyakinan spritual mereka dimana staf harus mengakui dan mengatasi. 1) Tanya pasien apakah ada budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau kegiatan yang dapat mempengaruhi pengobatannya. 2) Tanya pasien jika lingkungan rumah sakit menyambut budaya, agama, atau keyakinan spiritual mereka. Beberapa rumah sakit berbasis agama menampilkan item dalam kamar pasien yang mencerminkan organisasi 21
3)
4)
5)
6)
7)
tradisi keagamaan dan mungkin bertentangan dengan budaya, agama atau spiritual pasien dan keluarga. Mempertimbangkan memindahkan item-item tersebut, jika mungkin, atau menutupinya bila diperlukan. Menghormati kebutuhan dan preferensi pasien untuk kesopanan dengan menetapkan penyedia yang tepat, membuka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengobatan, memberikan privasi di toilet dan pembersihan, dan menggunakan baju penuh atau jubah untuk berjalan dan transportasi. Banyak budaya dan agama memiliki pembatasan menyentuh, jarak, kesopanan, yang mungkin akan terpengaruh oleh penyedia lawan jenis atau staf yang lebih muda atau lebih tua dari pasien. Menentukan apakah pasien menggunakan obat atau praktik komplementer atau alternatif obat. Jika sesuai, pertimbangkan memasukan ini kedalam pengobatan pasien. Berkonsultasi dengan tokoh agama, jika tersedia untuk menyelesaikan asesmen spiritual. Tokoh agama mungkin memiliki pertanyaan skrining untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan keagamaan, teknik relaksasi,dan sumber daya lain yang mungkin mempengaruhi pengobatan. Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk berdoa. Selain itu, meminta pasien jika ada waktu tertentu dalam sehari untuk menghindari penjadwalan tes atau prosedur untuk menghormati agama atau kegiatan spiritual pasien. Mencatat setiap kebutuhan budaya, agama atau kebutuhan spiritual yang mempengaruhi pengobatan dalam catatan medis dan mengkomunikasi preferensi ini pada staf.
F. Mengidentifikasi Kebutuhan Makanan Pasien atau Pembatasan yang Mempengaruhi Pengobatan. Kebutuhan makanan dan pembatasan dapat timbul dari budaya, agama, atau praktik spiritual, atau mereka mungkin berhubungan dengan kondisi medis pasien. Beberapa pengobatan menggunakan produk sampingan hewan sebagai pengikat dan pengisi, dan staf harus menyadari pembatasan makanan pasien, jika mungkin memilih pengobatan alternatif. 1) Tanya pasien “Apakah ada sesuatu yang penyedia anda harus ketahui mengenai makanan anda? 2) Identifikasi apakah agama atau keyakinan spiritual pasien atau kebiasaan agama pasien melarang makanan-makanan tertentu. 3) Memastikan apakah pasien secara rutin atau berkala mengamati kegiatan puasa (misalnya, pada hari libur keagamaan). 4) Perhatikan kebutuhan makanan dan pembatasan dalam catatan medis dan komunikasikan pada staf. 5) Pastikan pelayanan makanan rumah sakit mengakomodasi kebutuhan pasien. G. Meminta Pasien Mengidentifikasi Pendamping. Pendamping pasien harus memberikan dukungan emosional, memberikan kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit. Pasien harus memiliki akses ke pendukung pilihan mereka setiap saat. 1) Jelaskan tujuan pendamping untuk pasien, termasuk batasan-batasan jika kehadiran individu tersebut melanggar hak-hak orang lain, kompromi keselamatan, atau secara medis, atau terapi kontraindikasi. 2) Membuat staf menyadari bahwa pasien telah memilih pendamping untuk hadir selama dia tinggal. 3) Mengijinkan pasien untuk bisa akses ke pendamping setiap saat. 4) Tanya pasien apakah ingin melibatkan pendamping yang dipilihnya selama berkeliling, pendidikan pasien, dan pengambilan keputusan penting, dan proses pengobatan lainnya. Pendamping mungkin atau tidak ditunjuk sebagai pengganti pasien dalam pengambil keputusan. 22
5) Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis dan komunikasikan pada staf seleksi. H. Mengkomunikasikan Informasi tentang Kebutuhan Pasien Khusus pada Tim Asuhan. Setiap informasi tentang kebutuhan pasien harus mudah diakses di semua titik pengobatan dan di departemen-departemen lain yang sesuai untuk membantu staf memberikan layanan dan pengaturan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien. 1) Catat semua data yang relevan dalam catatan medis pasien. 2) Buat proses untuk mengidentifikasi pasien dengan kebutuhan khusus (misalnya, kode warna grafik pasien, menambahkan bendera atau stiker pada grafik, atau gunakan gelang pasien untuk menunjukkan kebutuhan pasien yang berbeda). Mempertimbangkan menempatkan tanda-tanda pada pintu atau diatas tempat tidur pasien, atau menggunakan papan tulis di ruang pasien untuk komunikasi, dengan ijin pasien, informasikan pada staf. 3) Informasikan staf akan kebutuhan pasien pada titik transfer tertentu, termasuk transfer untuk prosedur, tes, atau transfer ke unit atau pelayanan yang berbeda. 2.2.3 Daftar untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif, Kompetensi Budaya, dan Pengobatan Terpusat Pasien dan Keluarga Selama Pengobatan. A. Mengatasi Kebutuhan Komunikasi Pasien Selama Pengobatan. Bantuan komunikasi diperlukan selama pengobatan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi sebelumnya diidentifikasi selama penerimaan dan asesmen. Mencatat informasi ini dalam data medis pasien sehingga setiap kebutuhan komunikasi didokumentasikan, memicu staf untuk mengatur bantuan komunikasi yang tepat. 1) Memeriksa rekam medis pasien untuk setiap kebutuhan komunikasi diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan pasien dan setiap gangguan sensorik atau komunikasi. 2) Atur layanan bahasa untuk membantu pengobatan pasien yang memilih tidak berbahasa Inggris atau yang tuli. 3) Pastikan bahwa bantuan dan layanan tambahan tersedia selama pengobatan pasien yang memiliki gangguan sensorik. 4) Memberikan sumber augmentatif dan komunikasi alternatif (AAC) untuk membantu pengobatan pasien dengan gangguan komunikasi. 5) Perhatikan penggunaan bantuan komunikasi dalam catatan medis dan komunikasikan bantuan dan layanan yang diperlukan pada staf. B. Memantau Perubahan Status Komunikasi Pasien. Sebuah perubahan status kesehatan atau hasil dari pengobatan atau prosedur medis dapat mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi. Pasien dapat mengembangkan gangguan komunikasi baru atau lebih parah selama pengobatan, dan staf harus secara berkala menilai perubahan status komunikasi pasien. 1) Menentukan apakah pasien telah mengembangkan gangguan komunikasi baru atau lebih parah selama pengobatan dan menghubungi Departemen Patologi Bahasa, jika tersedia. Menyediakan sumber daya AAC, sesuai kebutuhan, untuk membantu selama pengobatan. 2) Mengantisipasi kebutuhan komunikasi pasien yang diharapkan dapat mengembangkan gangguan komunikasi pengobatan terjadwal atau prosedur (misalnya, seperti akibat dari intubasi, tracheostomy, sedation, atau intervensi lainnya yang dapat mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi). Selain itu, mempertimbangkan apakah posisi tempat tidur
23
atau peralatan medis untuk pengobatan atau prosedur akan menghambat pasien menggunakan sumber daya AAC yang dibutuhkan. 3) Mencatat setiap perubahan status komunikasi pasien pada catatan medis dan komunikasikan kebutuhan baru pada staf. C. Melibatkan Pasien dan Keluarga Dalam Proses Pengobatan. Staff harus melibatkan pasien dan keluarganya untuk mengembangkan rencana pengobatan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus pasien. Staf harus mendorong pasien dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan sepanjang perjalanan pengobatan dan memberikan kesempatan pada mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi pengobatan. 1) Menanyakan pasien, jika ada, anggota keluarganya yang ingin terlibat dalam diskusi pengobatan. Anggota keluarga dapat mendefinisikan secara luas untuk memasukkan teman-teman dan pasangan dengan jenis kelamin yang sama, termasuk jenis kelamin orang tua yang sama. 2) Mengadaptasi prosedur rumah sakit yang ada untuk lebih melibatkan pasien dan keluarga dalam diskusi pengobatan. Sebagai contoh, perhatikan penjadwalan ulang pasien atau memastikan informasi yang diberikan pada pasien tersedia tersedia untuk anggota keluarga pasien di kemudian hari. 3) Mendesak pasien untuk mengambil peran dalam mencegah kesalahan pengobatan kesehatan dengan menjadi aktif, terlibat, dan memberitahu peserta di tim pengobatan. The t Commison, bersama dengan the Centers for Medicare dan Medicaid Services, memiliki program nasional SpeakUp yang menampilkan brosur, poster, dan berbagai topik keselamatan pasien. 4) Mempertimbangkan memberi bantuan komunikasi untuk anggota keluarga yang memilih bahasa yang disukai bukan bahasa Inggris atau yang memiliki gangguan sensorik atau komunikasi, memfasilitasi keterlibatan keluarga dalam diskusi pengobatan. 5) Memastikan bahwa dukungan komunikasi yang tepat berada ditempat selama diskusi pengobatan; keluarga dan teman tidak boleh digunakan untuk menafsirkan. 6) Beritahu pasien dan keluarga peluang berkelanjutan untuk mengajukan pertanyaan. Mendorong pasien dan keluarga untuk menuliskan pertanyaan untuk diskusi dengan pengasuh. D. Sesuaikan Proses Arahan Informasi untuk Memenuhi Kebutuhan Pasien. Proses persetujuan diinformasikan memungkinkan pasien dan penyedia untuk membangun saling pengertian tentang pengobatan, pengobatan, dan pelayanan yang akan pasien terima. Memenuhi kebutuhan khusus dan preferensi pasien selama diskusi menggabungkannya kedalam bahan tertulis dan formulir yang relevan. Ini mendukung kemampuan pasien untuk memahami dan bertindak atas informasi kesehatan. 1) Tanyakan pada pasien bagaimana ia lebih memilih untuk menerima informasi (misalnya, dengan membaca, mendengar, atau melihat). 2) Berbicara dalam bahasa sederhana dan hindari menggunakan istilah teknis atau jargon medis. Sertakan contoh dan cerita bila memungkinkan. 3) Gunakan model visual, diagram, atau gambar menjelaskan prosedur atau kondisi. 4) Membantu pasien mengumpulkan informasi kesehatan dasar dengan menggunakan metode seperti AskMe, strategi untuk bertanya dan menjawab tiga pertanyaan tentang pengobatan pasien. 5) Gunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman. Keterlibatan ini meminta pasien untuk menjelaskan dalam kata-katanya sendiri informasi yang staf bagi atau meminta pasien menunjukan ketrampilan yang diajarkan. 24
6) Menahan diri dari menanyakan pada pasien, “Apakah anda mengerti?”. Terlepas dari kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak mengerti mungkin masih menjawab “Ya”. 7) Beritahu pasien peluang berkelanjutan untuk mengajukan pertanyaan. Mendorong pasien untuk menulis catatan atau periksa informasi penting pada bahan pasien selama diskusi. 8) Gunakan bahan arahan informasi yang memenuhi kebutuhan keaksaraan kesehatan. Bahan harus ditulis pada level 5 atau tingkat membaca yang lebih rendah. Mempertimbangkan revisi materi tertulis untuk mengatasi kebutuhan keaksaraan kesehatan dari semua pasien. Gunakan tes baca, membagi informasi kompleks menjadi poin-poin, dan modifikasi huruf dokumen, tata letak, dan memperbaiki desain untuk lebih mudah dibaca. 9) Bila memungkinkan gunakan bahan terjemahan arahan informasi dalam bahasa pasien. Menyediakan penterjemah untuk bahasa yang dipilih pasien selama diskusi, bahkan jika rumah sakit menyediakan bahan terjemahan, untuk memudahkan komunikasi pasien. 10) Jika dokumen terjemahan tidak tersedia, penterjemah sebaiknya tidak berupaya menerjemahkan secara pandangan; sebaliknya dokter harus memiliki persetujuan secara lisan. 11) Perhatikan penerimaan persetujuan informasi dan bantuan komunikasi yang digunakan untuk mendapatkannya dalam rekam medis. E. Memberikan Pendidikan Pasien yang Memenuhi Kebutuhan PasienDiskusi pendidikan pasien dan bahan harus diubah untuk kemampuan pasien memahami dan bertindak atas informasi kesehatan. 1) Tanyakan pada pasien bagaimana ia lebih memilih untuk menerima informasi (misalnya, dengan membaca, mendengar, atau melihat). 2) Berbicara dalam bahasa sederhana dan hindari menggunakan istilah teknis atau jargon medis. Sertakan contoh dan cerita bila memungkinkan. 3) Gunakan model visual, diagram, atau gambar menjelaskan prosedur atau kondisi. 4) Membantu pasien mengumpulkan informasi kesehatan dasar dengan menggunakan metode seperti AskMe, strategi untuk bertanya dan menjawab tiga pertanyaan tentang pengobatan pasien. 5) Gunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman. Keterlibatan ini meminta pasien untuk menjelaskan dalam kata-katanya sendiri informasi yang staf bagi atau meminta pasien menunjukan ketrampilan yang diajarkan. 6) Menahan diri dari menanyakan pada pasien, “Apakah anda mengerti?”. Terlepas dari kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak mengerti mungkin masih menjawab “Ya”. 7) Mendorong pasien untuk menulis catatan atau memeriksa informasi penting pada bahan pasien selama diskusi. 8) Gunakan bahan arahan informasi yang memenuhi kebutuhan keaksaraan kesehatan. Bahan harus ditulis pada level 5 atau tingkat membaca yang lebih rendah. Mempertimbangkan revisi materi tertulis untukmengatasi kebutuhan keaksaraankesehatan dari semua pasien. Gunakan tes baca, membagi informasi kompleks menjadi poin-poin, dan modifikasi huruf dokumen, tata letak, dan memperbaiki desain untuk lebih mudah dibaca. 9) Bila memungkinkan gunakan bahan terjemahan arahan informasi dalam bahasa pasien. Menyediakan penterjemah untuk bahasa yang dipilih pasien selama diskusi, bahkan jika rumah sakit menyediakan bahan terjemahan, untuk memudahkan komunikasi pasien. F. Mengatasi Kebutuhan Mobilitas Pasien Selama Pengobatan.
25
Banyak pasien dengan kebutuhan mobilitas mengalami kesulitan secara fisik mengakses peralatan medis. Ketika peralatan khusus tidak tersedia, staf dapat melakukan pemeriksaan dan tes dengan cara yang dapat menghasilkan hasil yang tidak akurat atau menyembunyikan bukti fisik yang diperlukan untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat, misalnya melakukan sinar x saat pasien duduk di kursi roda. Selain itu, pasien dengan mobilitas yang belum terpenuhi karena stroke yang baru terjadi, perubahan status kesehatan, atau efek samping pengobatan yang mungkin mempengaruhi risiko untuk jatuh. 1) Menilai apakah pasien memerlukan bantuan mobilitas, termasuk jenis dan keadaan dimana bantuan diperlukan. 2) Pastikan pasien telah ditetapkan ke sebuah ruangan yang dapat mengakomodasi kebutuhan mobilitasnya. 3) Pastikan bantuan mobilitas yang pasien gunakan (seperti layanan hewan, tongkat, atau alat berjalan) mudah diakses pasien. 4) Menentukan apakah pasien membutuhkan akomodasi (seperti tombol adaptif atau sistem panggilan interkom) untuk mengakses sistem panggilan perawat. 5) Pastikan tindakan pencegahan yang tepat di tempat untuk mencegah jatuh. Beberapa rumah sakit menempatkan tanda di atas tempat tidur pasien atau pintu, atau gunakan kaos kaki berwarna khusus atau gelang untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. 6) Perhatikan kebutuhan untuk bantuan mobilitas dalam rekam medis dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf. G. Mengakomodasi Budaya, Agama, dan Kegiatan atau Keyakinan Spiritual Pasien. Keyakinan dan kegiatan pasien dapat mempengaruhi persepsi penyakit dan bagaimana pendekatannya pada pengobatan. Bila memungkinkan, staf harus mengakomodasi kebutuhan pasien khusus. 1) Mengkomunikasikan setiap budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau kegiatan yang diidentifikasi staf selama penerimaan atau asesmen pada tim asuh. 2) Menghormati kebutuhan dan preferensi pasien untuk kesopanan dengan menetapkan penyedia yang tepat, membuka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan dan pengobatan, memberikan privasi di toilet dan pembersihan, dan menggunakan baju penuh atau jubah untuk berjalan dan transportasi. Banyak budaya dan agama memiliki pembatasan menyentuh, jarak, kesopanan, yang mungkin akan terpengaruh oleh penyedia lawan jenis atau staf yang lebih muda atau lebih tua dari pasien. 3) Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk berdoa. Selain itu, meminta pasien jika ada waktu tertentu dalam sehari untuk menghindari penjadwalan tes atau prosedur untuk menghormati agama atau kegiatan spiritual pasien. 4) Bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk mengembangkan solusi untuk pasien sesuai yang disetujui kedua belah pihak mengenai permintaan kegiatan, budaya, agama, atau keyakinan spiritual pasien. Misalnya, dibeberapa budaya, keluarga pasien mungkin ingin menyalakan lilin dibawah tempat tidur pasien. Penggunaan lilin di rumah sakit mungkin tidak diijinkan; bagaimanapun, satu kompromi yang potensial menyarankan keluarga menggunakan senter bukan lilin. 5) Perhatikan setiap kebutuhan budaya, agama, atau spritual yang mempengaruhi pengobatan pasien di rekam medis dan komunikasikan preferensi pasien pada staf. H. Memantau Perubahan Kebutuhan Makanan atau Pembatasan yang dapat Mempengaruhi Pengobatan Pasien.
26
Kebutuhan makanan dan pembatasan akan diidentifikasi selama proses penerimaan dan asesmen, tetapi kebutuhan-kebutuhan baru dan pembatasan mungkin timbul karena kondisi medis pasien atau selama pengobatan. 1) Menginformasikan pada pasien setiap kebutuhan makanan baru atau pembatasan berdasarkan pada pengobatannya dan obat-obatan. 2) Catat kebutuhan darurat makanan atau pembatasan dalam rekam medis dan komunikasikan perubahan pada staf. 3) Beritahu pelayanan makanan rumah sakit untuk mengakomodasi kebutuhan pasien. I.
Meminta Pasien untuk Memilih Pendamping jika ada yang belum Diidentifikasi. Pasien harus memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi individu untuk memberi dukungan emosional, memberi kenyamanan, dan mengurangi rasa takut selama pasien tinggal di rumah sakit. Kebutuhan pasien dapat berubah sepanjang kontinum pengobatan, dan pasien yang tidak memilih pendamping pada saat penerimaan atau asesmen dapat memilih untuk melakukannya setiap saat selama masa pengobatan. 1) Jelaskan tujuan dukungan seseorang untuk pasien, termasuk batasanbatasan jika kehadiran individu tersebut melanggar hak-hak orang lain, kompromi keselamatan, atau secara medis, atau terapi kontraindikasi. 2) Membuat staf menyadari bahwa pasien telah memilih pendamping untuk hadir selama dia tinggal. 3) Mengijinkan pasien untuk bisa akses ke pendamping setiap saat. 4) Tanya pasien apakah ingin melibatkan pendamping yang dipilihnya selama berkeliling, pendidikan pasien, dan pengambilan keputusan penting, dan proses pengobatan lainnya. Pendamping mungkin atau tidak ditunjuk sebagai pengganti pasien dalam pengambil keputusan. 5) Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis dan komunikasikan pada staf seleksi.
J.
Komunikasikan Informasi tentang Kebutuhan Khusus Pasien pada Tim Asuhan. Informasi tentang kebutuhan pasien harus mudah dan mudah diakses di semua titik pengobatan dan di semua departemen-departmen pendukung yang relevan untuk membantu staf memberikan layanan yang dibutuhkan dan mengaturnya untuk memenuhi kebutuhan pasien. 1) Catat semua data yang relevan di rekam medis pasien. 2) Buat proses untuk mengidentifikasi pasien dengan kebutuhan khusus (misalnya, kode warna grafik pasien, menambahkan bendera atau stiker pada grafik, atau gunakan gelang pasien untuk menunjukkan kebutuhan pasien yang berbeda). Mempertimbangkan menempatkan tanda-tanda pada pintu atau diatas tempat tidur pasien, atau menggunakan papan tulis di ruang pasien untuk komunikasi, dengan ijin pasien, informasikan pada staf. 3) Informasikan staf akan kebutuhan pasien pada titik transfer tertentu, termasuk transfer untuk prosedur, tes, atau transfer ke unit atau pelayanan yang berbeda.
2.2.4 Daftar untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif, Kompetensi Budaya, dan Pengobatan Terpusat Pasien dan Keluarga Selama Pengobatan Akhir A. Mengatasi Kebutuhan Komunikasi Pasien Selama Pengobatan Akhir. Bantuan komunikasi harus disediakan selama pengobatan akhir untuk memenuhi kebutuhan komunikasi pasien diidentifikasi diseluruh kontinum pengobatan. Informasi ini harus dicatat dalam rekam medis pasien sehingga setiap kebutuhan komunikasi yang didokumentasikan memicu staf untuk mengatur bantuan komunikasi yang tepat. 27
1) Memeriksa rekam medis pasien untuk setiap kebutuhan komunikasi diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan pasien dan setiap gangguan sensorik atau komunikasi. 2) Atur layanan bahasa untuk membantu pengobatan pasien yang memilih tidak berbahasa Inggris atau yang tuli. 3) Pastikan bahwa bantuan dan layanan tambahan tersedia selama pengobatan pasien yang memiliki gangguan sensorik. 4) Memberikan sumber augmentatif dan komunikasi alternatif (AAC) untuk membantu pengobatan pasien dengan gangguan komunikasi. 5) Perhatikan penggunaan bantuan komunikasi dalam catatan medis dan komunikasikan bantuan dan layanan yang diperlukan pada staf. 6) Memberikan bantuan komunikasi kepada para pembuat keputusan pengganti yang bahasa pilihannya bukan bahasa Inggris atau memiliki gangguan sensorik atau kebutuhan komunikasi untuk melibatkan pengambil keputusan pengganti pasien dalam diskusi pengobatan. B. Memantau Perubahan Status Komunikasi Pasien Selama Pengobatan Akhir. Sebuah perubahan status kesehatan atau hasil dari pengobatan atau prosedur medis dapat mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi. Pasien dapat mengembangkan gangguan komunikasi baru atau lebih parah pada akhir hidupnya, dan staf harus mengetahui setiap adanya perubahan pada status komunikasi pasien. 1) Menentukan apakah pasien telah mengembangkan gangguan komunikasi baru atau lebih parah selama akhir pengobatan dan menghubungi Departemen Patologi Bahasa, jika tersedia. Menyediakan sumber daya AAC, sesuai kebutuhan, untuk membantu selama pengobatan. 2) Mengantisipasi kebutuhan komunikasi pasien yang diharapkan dapat mengembangkan gangguan komunikasi pengobatan terjadwal atau prosedur (misalnya, seperti akibat dari intubasi, tracheostomy, sedation, atau intervensi lainnya yang dapat mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi). 3) Mencatat setiap perubahan status komunikasi pasien pada catatan medis dan komunikasikan kebutuhan baru pada staf. C. Libatkan Pengambil Keputusan Pengganti Pasien dan Keluarga di Pengobatan Akhir. Pembuat keputusan pengganti dan keluarga pasien harus terlibat (per keinginan pasien) untuk menyesuaikan pengobatan akhir untuk kebutuhan pasien khusus. Staf harus memastikan bahwa pengambil keputusan pengganti dan keluarga memiliki kesempatan mengajukan pertanyaan dan memberikan kesempatan mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi pengobatan. 1) Ingatkan pasien akan haknya untuk menunjuk pembuat keputusan pengganti. Jika pasien tidak memiliki pembuat keputusan pengganti, dorong pasien untuk mengidentifikasi individu selama pengobatan akhir. 2) Tanyakan pada pasien yang, jika ada, anggota keluarganya yang ingin terlibat dalam pengobatan akhir. Anggota keluarga dapat didefinisikan secara luas untuk memasukkan teman-teman dan mitra yang sama jenis kelaminnya. 3) Banyak kelompok budaya lebih suka bahwa keluarga pasien, berpartisipasi dalam pengambil keputusan. Situasi ini tampaknya bertentangan penekanan pada otonomi pasien dan persetujuan. Namun staf perlu menghormati keinginan pasien untuk menggunakan pembuat keputusan pengganti bahkan jika pasien sanggup. Dalam hal demikian staf harus mencatat bahwa pasien telah ditangguhkan pengambil keputusan untuk alasan budaya dan mengidentifikasi pengambil keputusan pengganti dalam rekam medis.
28
4) Mendidik pasien dan pengambil keputusan pengganti dan keluarga mengenai proses sekarat. 5) Mengijinkan keluarga untuk berpartipasi dalam pengobatan akhir dengan memberikan kenyamanan selama proses sekarat dengan menyentuh, berbicara, mendengarkan musik favorit, atau berpartisipasi dalam aktivitas pengobatan seperti pembersihan. 6) Mengadaptasi prosedur rumah sakit yang ada untuk lebih melibatkan pembuat keputusan pengganti dan keluarga dalam diskusi pengobatan. Sebagai contoh, mempertimbangkan penjadwalan ulang putaran pasien, atau memastikan informasi yang diberikan selama putaran tersedia untuk pengambil keputusan pengganti dan anggota keluarga di lain waktu. 7) Memberi bantuan komunikasi untuk pengambil keputusan pengganti dan anggota keluarga yang bahasa pilihannya bukan bahasa Inggris atau yang memiliki gangguan sensorik atau komunikasi untuk memfasilitasi keterlibatan di akhir pengobatan. 8) Pastikan bahwa dukungan komunikasi tepat berada di tempat selama membahas pengobatan. Staf tidak harus bergantung pada keluarga atau teman pasien untuk menafsirkan. 9) Beritahu pasien dan keluarga peluang berkelanjutan untuk mengajukan pertanyaan. Mendorong pasien dan keluarga untuk menuliskan pertanyaan untuk diskusi dengan pengasuh. D. Memenuhi Kebutuhan Mobilitas Pasien Selama Pengobatan Akhir. Pasien menerima pengobatan akhir mungkin dapat mengembangkan kebutuhan mobilitas baru atau tambahan. Pasien juga mungkin pada peningkatan risiko jatuh. 1) Menilai apakah pasien memerlukan bantuan mobilitas, termasuk jenis dan keadaan dimana bantuan diperlukan. 2) Menentukan apakah pasien membutuhkan akomodasi (seperti tombol adaptif atau sistem panggilan interkom) untuk mengakses sistem panggilan perawat. 3) Pastikan tindakan pencegahan yang tepat di tempat untuk mencegah jatuh. Beberapa rumah sakit menempatkan tanda di atas tempat tidur pasien atau pintu, atau gunakan kaos kaki berwarna khusus atau gelang untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. 4) Perhatikan kebutuhan untuk bantuan mobilitas dalam rekam medis dan mengkomunikasikan kebutuhan ini pada staf. E.
Mengidentifikasi Budaya, Agama, atau Keyakinan Spiritual dan Kegiatan Selama Pengobatan Akhir. Budaya, agama atau keyakinan spritual dapat mempengaruhi persepsi pasien dan keluarga tentang penyakit dan bagaimana mereka mendekati kematian dan sekarat. Akhir situasi kehidupan sering memicu tekanan dan mengurangi kemampuan pasien untuk mengatasi, berkomunikasi, dan berpartisipasi dalam keputusan pengobatan. 1) Menanyakan pasien apakah ada budaya, agama, atau keyakinan spiritual atau kegiatan yang dapat mempengaruhi pengobatannya. 2) Konsultasikan dengan tokoh agama profesional, bila memungkinkan ketika staf mengidentifikasikan pasien memasuki pengobatan fase akhir kehidupan. Tokoh agama dapat menyelesaikan asesmen spiritual dan mungkin memiliki pertanyaan untuk mengidentifikasi kegiatan agama, teknik relaksasi,dan mengatasi sumber daya lainnya. 3) Memastikan bahwa staf menyadari setiap pakaian, item-item keagamaan, atau ritual penting untuk pasien selama pengobatan akhir. 4) Menyediakan ruang atau area untuk mengakomodasi kebutuhan pasien untuk berdoa. Selain itu, meminta pasien dan keluarga jika ada waktu
29
tertentu dalam sehari untuk menghindari penjadwalan tes atau prosedur untuk menghormati agama atau kegiatan spiritual pasien. 5) Mencatat setiap kebutuhan budaya, agama atau kebutuhan spiritual pada pengobatan akhir di rekam medis dan komunikasikan preferensi ini pada staf. F. Pastikan Pasien Memiliki Akses ke Pendamping yang Dipilihnya.\ Pasien harus memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi individual yang memberikan dukungan emosional, kenyamanan, dan mengurangi rasa takut pada akhir kehidupan. Pasien yang tidak memilih pendamping sebelumnya bisa memilih melakukannya selama pengobatan akhir. 1) Jelaskan tujuan pendamping untuk pasien, termasuk batasan-batasan jika kehadiran individu tersebut melanggar hak-hak orang lain, kompromi keselamatan, atau secara medis, atau terapi kontraindikasi. 2) Membuat staf menyadari bahwa pasien telah memilih pendamping untuk hadir selama pengobatan akhir. 3) Mengijinkan pasien untuk bisa akses ke pendamping setiap saat. 4) Menanyakan pasien apakah ingin melibatkan pendamping yang dipilihnya selama berkeliling, pendidikan pasien, dan pengambilan keputusan penting, dan proses pengobatan lainnya. Pendamping mungkin atau tidak ditunjuk sebagai pengganti pasien dalam pengambil keputusan. 5) Perhatikan informasi tentang pendamping pasien dalam catatan medis dan komunikasikan pada staf seleksi.
30
2.2.5 Daftar untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif, Kompetensi Budaya, dan Pengobatan Terpusat Pasien dan Keluarga Selama Pemulangan dan Transfer. A. Mengatasi Kebutuhan Komunikasi Pasien Selama Pemulangan dan Transfer. Bantuan komunikasi diperlukan selama pemulangan dan transfer untuk memenuhi kebutuhan komunikasi sebelumnya diidentifikasi selama kursus pengobatan. Mencatat informasi ini dalam data medis pasien sehingga setiap kebutuhan komunikasi didokumentasikan, memicu staf untuk mengatur bantuan komunikasi yang tepat. 1) Memeriksa rekam medis pasien untuk setiap kebutuhan komunikasi diidentifikasi, termasuk bahasa pilihan pasien dan setiap gangguan sensorik atau komunikasi, yang sebelumnya diidentifikasi. 2) Atur layanan bahasa untuk memfasilitasi komunikasi selama pemulangan dan rencana transfer dan instruksi untuk pasien yang memilih tidak berbahasa Inggris atau yang tuli. 3) Pastikan bahwa bantuan dan layanan tambahan tersedia selama pemulangan dan rencana transfer dan instruksi untuk pasien yang memiliki kebutuhan komunikasi sensorik. 4) Memberikan sumber augmentatif dan komunikasi alternatif (AAC) untuk membantu komunikasi selama pemulangan atau rencana transfer dan instruksi untuk pasien dengan kebutuhan komunikasi. 5) Perhatikan penggunaan bantuan komunikasi dalam catatan medis dan komunikasikan bantuan dan layanan yang diperlukan pada staf. B. Melibatkan Pasien dan Keluarga dalam Pemulangan dan Rencana Transfer dan Instruksi. Staff harus melibatkan pasien dan keluarganya untuk menyesuaikan rencana dan instruksi pemulangan dan transfer untuk kebutuhan khusus pasien. Staf harus mendorong pasien dan keluarga untuk mengajukan pertanyaan sepanjang perjalanan pengobatan dan memberikan kesempatan pada mereka untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang pemulangan dan transisi dalam pengobatan. 1) Menanyakan pasien, jika ada, anggota keluarganya yang ingin terlibat dalam rencana dan instruksi pemulangan atau transfer. Anggota keluarga dapat mendefinisikan secara luas untuk memasukkan teman-teman dan partner dengan jenis kelamin yang sama. *Bila memungkinkan, staf harus mendiskusikan pengobatan anak dengan kedua orang tuanya, termasuk pengobatan orang tua dan orang tua dengan jenis kelamin sama, bahkan jika keduanya tidak memiliki hak asuh hukum. 2) Menanyakan pasien jika ia memiliki pengasuh utama di rumah. Staf harus memastikan melibatkan pengasuh utama yang diidentifikasikan oleh pasien dalam perencanaan dan instruksi pemulangan. 3) Mempertimbangkan memberi bantuan komunikasi untuk anggota keluarga yang memilih bahasa pilihannya bukan bahasa Inggris atau yang memiliki gangguan sensorik atau kebutuhan komunikasi, memfasilitasi keterlibatan keluarga dalam rencana untuk transisi dalam pengobatan. 4) Memastikan bahwa dukungan komunikasi yang tepat berada ditempat selama diskusi pengobatan; staf tidak harus bergantung pada keluarga atau teman-teman pasien untuk menafsirkan. 5) Beritahu pasien dan keluarga peluang berkelanjutan untuk mengajukan pertanyaan. Mendorong pasien dan keluarga untuk menuliskan pertanyaan untuk diskusi dengan staf yang merencanakan transisi dalam pengobatan. C. Memberikan Instruksi Pemulangan yang Memenuhi Kebutuhan Pasien. Rumah sakit harus memodifikasi instruksi dan bahan pemulangan untuk membantu pasien memahami dan bertindak atas informasi kesehatan. 31
1) Tanyakan pada pasien bagaimana ia lebih memilih untuk menerima informasi (misalnya, dengan membaca, mendengar, atau melihat). 2) Berbicara dalam bahasa sederhana dan hindari menggunakan istilah teknis atau jargon medis. Sertakan contoh dan cerita bila memungkinkan. 3) Gunakan model visual, diagram, atau gambar menjelaskan prosedur atau kondisi. 4) Membantu pasien mengumpulkan informasi dasar kesehatan dengan menggunakan metode seperti AskMe, strategi untuk bertanya dan menjawab tiga pertanyaan tentang pengobatan pasien. 5) Gunakan metode “teach back” untuk menilai pemahaman. Keterlibatan ini meminta pasien untuk menjelaskan dalam kata-katanya sendiri informasi yang staf bagi atau meminta pasien menunjukan ketrampilan yang diajarkan. 6) Menahan diri dari menanyakan pada pasien, “Apakah anda mengerti?” untuk mengevaluasi pemahaman. Terlepas dari kemampuan mereka untuk memahami informasi, banyak orang yang tidak mengerti mungkin masih menjawab “Ya”. 7) Gunakan instruksi pemulangan yang memenuhi kebutuhan keaksaraan kesehatan. Bahan harus ditulis pada level 5 atau tingkat membaca yang lebih rendah. Mempertimbangkan revisi materi tertulis untuk mengatasi kebutuhan keaksaraan kesehatan dari semua pasien. Gunakan tes baca, membagi informasi kompleks menjadi poin-poin, dan modifikasi huruf dokumen, tata letak, dan memperbaiki desain untuk lebih mudah dibaca. 8) Menggunakan bahan instruksi pemulangan, bila memungkinkan yang telah diterjemahkan dalam bahasa yang paling sering ditemui di rumah sakit. Bahkan jika rumah sakit menyediakan bahan terjemahan, masih diperlukan untuk menyediakan penterjemah untuk bahasa pilihan pasien selama diskusi instruksi. 9) Jika memungkinkan, tanyakan pasien jika ia mendapat manfaat dari tindak lanjut panggilan telepon, untuk meninjau instruksi pemulangan dan mengajukan pertanyaan tambahan. 10) Memberikan nomor telpon rumah sakit yang sesuai pada pasien atau keluarga dan mendorong mereka untuk menelpon jika mungkin ada pertanyaan-pertanyaan dari mereka setelah pemulangan. D. Identifikasi Tindak Lanjut Penyedia yang Dapat Memenuhi Kebutuhan Khusus Pasien. Saat rumah sakit memindahkan pasien ke fasilitas pengobatan lain (misalnya, panti jompo, rumah sakit, pusat rehabilitasi), staf harus memberitahu fasilitas kebutuhan khusus pasien untuk memastikan organisasi penerima dapat mengatur pelayanan dan akomodasi yang sesuai. Berbagi informasi tentang komunikasi, budaya, agama, spiritual, mobilitas, atau kebutuhan lain untuk membantu dalam transisi dan memudahkan penyesuaian ke fasilitas baru. 1) Buat daftar dari tindak lanjut penyedia yang menawarkan layanan dan akomodasi yang sesuai untuk memenuhi komunikasi, budaya, agama atau spiritual, mobilitas, atau kebutuhan-kebutuhan pasien lainnya. 2) Mengidentifikasi penyedia layanan kesehatan yang sensitif mengenai pasien dan keluarga lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Asosiasi Medis Gay dan Lesbian menyediakan direktori online LGBT yang tersedia di http://www.glma.org. 3) Merujuk pasien yang membutuhkan pengobatan tindak lanjut ke penyedia (misalnya, organisasi rumah kesehatan, komunitas klinik, penyedia pengobatan primer, rumah medis). Jika memungkinkan, staf harus mengatur pertemuan antara pasien dan menindaklanjuti layanan penyedia sebelum pemulangan.
32
4) Mengidentifikasi pelayanan sosial yang tersedia dalam masyarakat, dan merujuk pasien bila diperlukan. Menyediakan pasien brosur lembaga pelayanan sosial, bila memungkinkan. 5) Memastikan bahwa tindak lanjut penyedia untuk pasien yang memerlukan bantuan mobilitas memiliki peralatan khusus yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan dan tes, misalnya rumah sakit harus memastikan bahwa penyedia terapi fisik dianjurkan memiliki peralatan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mobilitas pasien. 2.3 KOMUNIKASI ANTAR PEMBERI ASUHAN A. Pelaksanaan Komunikasi Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya. Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada : 1) Pemeriksaaan laboratorium 2) Pemeriksaan radiologi 3) Pemeriksaan kedokteran nuklir 4) Prosedur ultrasonografi 5) Magnetic resonance imaging 6) Diagnostik jantung 7) Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal echocardiograms. Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1) Pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari 2) Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukanmaka harus ditetapkanpanduannya meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan 3) Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat. 33
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang. Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi : 1) Antar-PPA seperti antarastafmedis danstaf medis, antara staf medis dan staf keperawatanatau denganstaf klinislainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift 2) Antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi 3) Unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi atau unit terapi fisik. Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.
34
BAB III NILAI KRITIS HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Nilai kritis adalah pelaporan dari hasil laboratorium yang kritis adalah bagian dari risiko terkait keselamatan pasien. Pelaporan dari hasil laboratorium yang kritis adalah bagian dari risiko terkait keselamatan pasien. Hasil laboratorium yang secara signifikan diluar batas nilai normal dapat memberi indikasi risiko tinggi atau kondisi yang mengancam kehidupan pasien. Sangat penting bagi rumah sakit untuk mengembangkan suatu sistem pelaporan formal yang jelas menggambarkan bagaimana profesional pemberi asuhan (PPA) mewaspadai hasil laboratorium yang kritis dan bagaimana staf mendokumentasikan komunikasi ini. Proses ini dikembangkan rumah sakit untuk pengelolaan hasil laboratorium yang kritis sebagai pedoman bagi profesional pemberi asuhan (PPA) ketika meminta dan menerima hasil laboratorium pada keadaan gawat darurat. Prosedur ini meliputi juga: penetapan hasil laboratorium yang kritis dan ambang nilai kritis bagi setiap tipe tes, untuk setiap pelayanan laboratorium yang ada (antara lain, laboratorium Klinik, laboratorium Patologi Anatomi, laboratorium Mikrobiologi seperti misalnya MRSA, MRSE, CRE, ESBL, Keganasan dsb), oleh siapa dan kepada siapa hasil laboratorium yang kritis harus dilaporkan, termasuk waktu penyampaian hasil tersebut, pencatatan dan menetapkan metode monitoring yang memenuhi ketentuan. Hasil laboratorium yang secara signifikan diluar batas nilai normal dapat memberi indikasi risiko tinggi atau kondisi yang mengancam kehidupan. Pencapaian hasil laboratorium nilai kritis dilaporkan oleh analis yang bertugas yang dilaporkan kepada perawat, dan di dokumentasikan di buku nilai kritis dan di dokumen rekam medis pasien.
Tabel 3.1 Daftar Rentang Nilai Kritis Pemeriksaan Laboratorium RS Prima Husada No
1
2
3
Tes Pemeriksaan Hematologi HCT Hb Trombosit Dewasa Trombosit Anak Leukosit APTT PPT Penemuan Sel Blast Dihapusan Darah Tepi Penemuan Sel Asing Disumsum Tulang Kimia Klinik Troponin I CKMB Glukosa Glukosa Neonatus Creatinin Elektrolit Natrium Kalium
Nilai Kritis
Satuan
< 20 atau > 60 < 7 atau > 20 < 50.000 atau > 1.000.000 < 20.000 atau > 1.000.000 < 2.000 atau > 30.000 > 100 > 30 atau > 3x nilai kontrol
% g/dl 10ˆ3/ul 10ˆ3/ul 10ˆ3/ul Detik Detik
-
-
-
-
> 100 > 200 < 45 atau > 800 < 30 atau > 300 > 5,0
ng/dl uL mg/dl mg/dl mg/dl
< 120 atau > 160 < 2,8 atau > 6,2
mmol/L mmol/L 35
Kalium Neonatus Cairan Tubuh (Pleura, Serebrosinal, Asites)
< 80 Kadar glukosa darahnya > 45 > 10 (+)
Glukosa 4
5
< 2,5 atau > 8,0
Total Protein Leukosit Pengecatan Bakteri Ditemukan Sel Asing Urinalisa Glukosaria Keton Ditemukan Kristal Patologis Albuminaria Eritrosit Leukosit
mmol/L % mg/dl /ul -
> 2+ > 2+ Uric Acid, Sistein, Leusin, Tirosin > 2+ > 2+ > 2+
Tabel 3.2 Daftar Rentang Hasil Diagnostik Kritis Pemeriksaan Radiologi RS Prima Husada NO PEMERIKSAAN POSISI HASIL KRITIS 1 SKULL AP OPEN FRAKTUR OS CRANIUM LATERAL OPEN FRAKTUR OS MANDIBULA OPEN FRAKTUR OS TEMPORALIS (EPIDURAL HEMATOME) CEREBRAL INFARK COB 2 CERVICAL AP OPEN FRAKTUR OS CERVICAL LATERAL OBLIQUE 3 SHOULDER AP OPEN FRAKTUR HIP T HUMERUS DISLOKASI SHOULDER 4 CLAVICULA AP OPEN FRAKTUR OS CLAVICULA 5 THORAX AP OPEN FRAKTUR COSTAE > 2 LATERAL COSTAE YANG SAMA (OPEN, CLOSED, TENSION) HEMATOTHORAX/PNEUMOTHOR AX 6 HUMERUS AP OPEN FRAKTUR OS HUMERUS LATERAL 1/3 DISTAL 7 ANTEBRACHII AP OPEN FRAKTUR OS RADIUS LATERAL OPEN FRAKTUR OS ULNA DISLOKASI ELBOW DISLOKASI WRIST 8 MANUS AP OPEN FRAKTUR OS OBLIQUE METACARPAL OPEN FRAKTUR OS CARPAL DISLOKASI DIP DISLOKASI PIP 9 ABDOMEN AP TRAUMA …… 10
PELVIS
AP
DISLOKASI HIP T SYOK HIPOVOLEMIA MEROBEK ARTERI ABDOMINALIS 36
NO 11
PEMERIKSAAN FEMUR
POSISI AP LATERAL AP LATERAL
12
CRURIS
13
PEDIS
AP OBLIQUE
14
LUMBAL
15
ANKLE
AP LATERAL AP OBLIQUE
HASIL KRITIS OPEN FRAKTUR OS FEMUR OPEN FRAKTUR OS TIBIA OPEN FRAKTUR OS FIBULA DISLOKASI KNEE T OPEN FRAKTUR OS METATARSAL OPEN FRAKTUR OS TARSAL SPONDILOLISTESIS DISLOKASI ANKLE
Tabel 3.3 Daftar Rentang hasil diagnostik kritis Pemeriksaan Ultrasonografi RS Prima Husada NO 1 2 3
PEMERIKSAAN SKULL THORAX ABDOMEN
4
MAMMAE
5
THYROID
HASIL KRITIS INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH) TRAUMA THORAX TRAUMA ABDOMEN PADA INTRA PERITONEUM STENOSIS MAMMAE PADA ARTERI MAMMARIA THYROID DENGAN TRAUMA PADA NECK
Tabel 3.4 Daftar Rentang hasil diagnostik kritis Pemeriksaan ECG dan Echocardiogram NO PEMERIKSAAN HASIL KRITIS 1 ECG ST elevasi, 2 Echocardiogram Efusi Pericard Pro Pericardiosintesis, Fe Jika Kalium Kurang Dari 2,5, Troponin (+), A. Mekanisme Pelaporan Nilai Kritis 1. Dokter/petugas laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman EKG menyampaikan hasil kritis ke DPJP. Bila DPJP tidak bisa dihubungi, dokter/ petugas laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman EKG langsung menghubungi dokter/ perawat unit rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat. 2. Dokter/petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat tanggal dan waktu menelpon, nama lengkap petugas kesehatan yang dihubungi dan nama lengkap yang menelepon. 3. Dokter/perawat ruangan yang menerima hasil kritis menggunakan teknik komunikasi verbal Tulis (write back)/Baca (read back) Konfirmasi (Confirmation), proses pelaporan ini ditulis di dalam rekam medis (form catatan perkembangan terintegrasi). Sedangkan petugas laboratorium menulis di buku pelaporan nilai kritis. 4. Dokter/perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis langsung menghubungi DPJP yang merawat pasien. 5. Dokter/perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis dan menghubungi DPJP yang merawat pasien harus mencatat tindakan yang diambil untuk pasien atau informasi lain terkait klinis 37
6. Semua nilai kritis/interpretasi selanjutnya disampaikan melalui formulir hasil pemeriksaan sesuai dengan SPO Penyerahan Hasil. 7. Untuk pasien rawat jalan, hasil kritis harus dilaporkan kepada dokter yang meminta pemeriksaan dan harus menyampaikan hasil kritis ke pasien. 8. Dokter/perawat di ruangan yang menerima hasil kritis menerapkan mekanisme pelaporan hasil kritis sebagai berikut: a. 15 menit pertama : harus segera melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi, ke langkah berikut ; b. 15 menit ke dua : harus melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi, ke langkah berikut ; c. 15 menit ke tiga: Bila hari kerja dapat menghubungi: Divisi departemen terkait Bila di luar jam kerja/ hari libur menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil menghubungi ke langkah berikut ; d. 15 menit ke empat: menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil juga maka dapat menghubungi urutan pimpinan sebagai berikut ; 1) Kepala IGD, jika tidak dapat dihubungi 2) Kepala ICU, jika tidak dapat dihubungi 3) Kabid Pelayanan Medis e. Dokter yang dilaporkan tentang hasil kritis yang perlu diwaspadai tersebut, bertanggungjawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan terhadap pasien. 9. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan 10. Menggunakan metode TULBAKON 11. Penyampaian penulisan hasil diagnostic secara verbal ditulis lengkap dibaca ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap 12. Tulbakon yang dimaksud adalah: a. Tulis Penerima pesan menulis perintah dari pemberi pesan di PT, b. Baca Penerima pesan membaca ulang perintah yang ditulis kepada pemberi pesan c. Konfirmasi Pemberi pesan menberikan konfirmasi atas apa yang dibacakan oleh penerima pesan 13. Penerima pesan melakukan perintah dari pemberi pesan. 14. Nilai kritis adalah nila kritis hasil pemeriksaan diagnostic adalah hasil nilai pemeriksaan laborat tidak normal 15. Hasil diagnostik kritis sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 , hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, prosedur USG, Diagnostik Jantung, tanda – tanda vital, transesophageal echocardiograms. 16. Yang melaporkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostic laboratorium adalah petugas laborat, yang melaporkan hasil diagnostic radiologi dan ultrasonografi adalah petugas radiologi serta yang melaporkan hasil diagnostik jantung dan transesophageal echocardiograms pasien rawat inap adalah dokter ruangan , 17. Yang menerima nilai kritis hasil pemeriksaan dignostik dan atau hasil diagnostic dicatat dalam rekam medis 18. Pelaporan dilakukan secara verbal dalam artian, petugas laborat dam radiologi wajib segera telpon ke peminta 19. Disusul dengan mencetak hasil
38
BAB IV KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA 4.1 ASUHAN DAN PELAYANAN YANG DISEDIAKAN RUMAH SAKIT Berikut Asuhan dan Pelayanan yang disediakan di Rumah Sakit Prima Husada adalah sebagai berikut pada tabel 4.1 : Tabel 4.1 Asuhan dan Pelayanan Rumah Sakit Prima Husada Instalasi Jenis Pelayanan Pelayanan Instalasi a. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada Airway, Gawat Darurat Breathing, Circulation dengan alat – alat yang lebih selama 24 jam lengkap termasuk ventilator. b. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi c. Observasi / Ruang Resusitasi d. Bedahcito. Sarana yang tersedia untuk pelayanan gawat darurat terdiri dari : a. Ruang triage b. Ruang resusitasi c. Ruang tindakan, yaitu :ruang tindakan bedah, medical, anak, obgyn. d. Ruang observasi e. Ruang transit rawat inap Instalasi Rawat a. Poli Spesialis Penyakit Dalam Jalan. Praktek dari b. Poli Spesialis Paru dan TB DOTS c. Poli Spesialis Poliklinik Bedah hari senin-minggu d. Poli Spesialis Kebidanan dan Kandungan e. Poli Spesialis Anak f. Poli Spesialis Orthopaedi g. Poli Spesialis Saraf h. Poli Spesialis THT – KL i. Poli Spesialis Kulit dan Kelamin j. Poli Spesialis Kedokteran Jiwa k. Poli Spesialis Gigi dan Mulut l. Poli Spesialis Mata m. Poli Anestesi n. Konsultasi Gizi o. Poli Spesialis Rehabilitasi Medik p. Poli Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah q. Klinik MCU Instalasi Rawat Inap a. Pelayanan Kelas I, II, III dilakukan di beberapa ruang kelas I, II, III, VIP, perawatan baik perawatan medikal, surgikal, obstetric High Care, Intensif, dan ginekologi, dan anak. b. Pelayanan khusus neonatologi dilaksanakan di Ruang Isolasi, dan rawat Perinatologi. inap khusus atau non c. Pelayanan rawat inap isolasi untuk pasien infeksi kelas. dilakukan di Ruang Dahlia. d. Pelayanan intensif, meliputi: GICU (General ICU) dan NICU (Neonatal ICU) Pelayanan Operasi
Tindakan pembedahan elektif maupun cito. Pelayanan pembedahan yang dilakukan di IKO, mulai dari pembedahan sederhana sampai yang kompleks, one day surgery untuk pasien yang pulang pada hari yang sama setelah dilakukan tindakan operasi. Instalasi Kamar Operasi terletak di 39
Instalasi
Pelayanan Penunjang
Pelayanan lainnya
Jenis Pelayanan Gedung A, terdiri dari: 2 kamar operasi dengan alokasi OK 24 jam, 1 kamar operasi untuk minor surgery / ODS a. b. c. d. e. f.
Khusus
g. a.
b. c. d.
Pelayanan Farmasi 24 jam Pelayanan Radiologi Pelayanan Laboratorium Pelayanan Rekam Medik Pelayanan Sterilisasi Alat Kesehatan Pelayanan Gizi (Asuhan Gizi Klinik dan Pelayanan Makanan) Pelayanan Binatu (Laundry) Pelayanan Darah Pelayanan Ambulance Home Care Pengambilan sampel untuk tes paternitas (DNA)
d.2 AKSES TERHADAP PELAYANAN YANG DISEDIAKAN OLEH RUMAH SAKIT Proses penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran pasien rawat jalan. Proses tersebut meliputi : a. Pendaftaran pasien rawat jalan Tata laksana Pendaftaran rawat jalan dapat dilakukan melalui 3 cara : 1. SMS/ Whatsapp pada nomor yang dituju (08113492244) dengan format pengisian ; jenis pasien, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nama ibu kandung, poli tujuan, jenis pembayaran, tanggal kontrol yang dikehendaki 2. Online dengan mengunjungi website : www.rs-primahusada.com 3. Telepon gawat darurat/trauma center (0341) 458916 dan telepon dengan menghubungi nomer RS yang tercantum (0341) 458679, 081252798360, dengan menyebut ; jenis pasien, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nama ibu kandung, poli tujuan, jenis pembayaran, tanggal kontrol yang dikehendaki b. Pendaftaran Pasien Rawat Inap 1. Pasien dan keluarga datang ke bagian pendaftaran untuk melakukan pendaftaran rawat inap. 2. Petugas pendaftaran memberikan informasi tentang : 3. Hak dan kewajiban pasien 4. Identifikasi pasien 5. Jenis pelayanan 6. Fasilitas ruangan/ pelayanan 7. Tarif ruangan 8. Tarif tindakan 9. Petugas menuliskan isi penjelasan di atas pada rekam medis dan apabila halhal yang dijelaskan sudah dimengerti dan disetujui oleh pasien dan keluarga maka dokumen rekam medis ditandatangani oleh pasien dan keluarga dan petugas pendaftaran yang memberikan informasi. 10. Setelah pasien setuju dengan informasi biaya dan tindakan medis, petugas pendaftaran menginformasikan ke unit terkait. 11. Jika pasien tidak setuju dengan informasi biaya, petugas pendaftaran akan menginformasikan kepada MOD tentang solusi yang akan diberikan. 12. Jika terjadi perubahan, petugas pendaftaran akan menginformasikan d.3 ASESMEN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN DASAR BELAJAR PASIEN DAN KELUARGA 40
Asesmen dilakukan oleh tenaga kesehatan atau professional pemberi asuhan (PPA). Bukti komunikasi adanya asesmen kemampuan dan kemauan dasar belajar pasien dan keluarga terdapat pada dokumen rekam medis. Asesmen dilakukan sebagai bukti adanya komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien (Bukti terlampir). d.4 PENJELASAN HASIL DAN ASESMEN,DIAGNOSIS DAN RENCANA ASUHAN Komunikasi dengan pasien diantaranya dilakukan melalui penjelasan hasil dan asesmen, diagnosis dan rencana asuhan dilakukan oleh tenaga kesehatan atau professional pemberi asuhan (PPA). Bukti adanya penjelasan hasil dan asesmen, diagnosis dan rencana asuhan terdapat pada dokumen rekam medis (Bukti terlampir). d.5 PENJELASAN HASIL ASUHAN DAN PENGOBATAN TERMASUK YANG TIDAK DIHARAPKAN Komunikasi dengan pasien diantaranya dilakukan melalui penjelasan hasil dan asuhan pengobatan termasuk yang tidak diharapkan dilakukan oleh tenaga kesehatan atau professional pemberi asuhan (PPA). Bukti adanya penjelasan hasil dan asuhan pengobatan termasuk yang tidak diharapkan terdapat pada dokumen rekam medis (Bukti terlampir). d.6 PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN Komunikasi yang efektif antara PPA dengan pasien atau anggotakeluarga untuk persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan untuk keselamatan pasien. Bukti adanya komunikasi tersebut pada dokumen rekam medis yaitu form persetujuan tindakan kedokteran (Bukti terlampir). d.7 PENJELASAN HAK DAN TANGGUNGJAWAB UNTUK BERPARTISIPASI PADA PROSES ASUHAN Komunikasi tentang hak dan tanggung jawab pasien dan anggota keluarga untu berpartisipasi pada proses asuhan harus dilakukan oleh PPA dan disampaikan secara jelas dan rinci. Bukti adanya komunikasi tersebut pada dokumen rekam medis (Bukti terlampir).
41
BAB V KOMUNIKASI ANTAR STAF KLINIS dan PPA Komunikasi Antar Staf klinis dan PPA dapat dilakukan sebagai berikut: A. Antar Pelayanan Klinik dan Non-Klinik Komunikasi dilakukan melalui daily report setiap selesai shift jaga. Daily report berguna untuk menyampaikan segala hal maupun masalah yang terjadi dalam 1 shift jaga. B. Antar Unit Pelayanan (IGD ke RI/ ICU,RI ke ICU dan ICU ke RI) Pasien sering berpindah (transfer) pelayanan di rumah sakit. Saat perpindahan pasien maka terjadi juga perpindahan tim pelayanan. Perpindahan pasien dari satu tim pelayanan ke tim pelayanan yang lain harus diikuti oleh perpindahan informasi kesehatan pasien. Alat komunikasi pasien antar tim pelayanan adalah rekam medis atau ringkasannya . Ringkasan transfer Rekam medis sebagai sarana komunikasi transfer pasien mengandung : 1) Alasan masuk rumah sakit 2) Temuan yang signifikan 3) Diagnosis yang telah ditegakkan 4) Tindakan yang telah diberikan 5) Obat-obatan yang telah diberikan 6) Kondisi pasien saat dipindah C. Antar DPJP dengan DU (Dokter Umum) 1) Pelayanan medis di Rumah Sakit Prima Husada dilaksanakan oleh dokter spesialis dan dokter umum. 2) Dokter umum mengkonsulkan kondisi pasien dan mengarahkan ke DPJP sesuai kompetensi. 3) Jika karena suatu sebab dokter spesialis tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka yang bersangkutan wajib melapor kepada atasan dan mendelegasikan tugas-tugas kepada dokter spesialis di lingkungan SMF-nya. 4) Apabila di suatu SMF hanya ada satu orang dokter spesialis atau jika semua dokter spesialis disuatu SMF berhalangan hadir (tugas), maka Kepala SMF wajib mendelegasikan tugas-tugas pelayanan kesehatan kepada dokter umum (asisten), sesuai dengan kompetensinya yang ditentukan oleh dokter spesialis yang bersangkutan. D. Antar Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) 1) Pelayanan medis di RS Prima Husada dilaksanakan oleh dokter spesialis dan dokter umum. 2) Jika oleh karena suatu sebab dokter spesialis tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka yang bersangkutan wajib melapor kepada atasan dan mendelegasikan tugas-tugas kepada dokter spesialis di lingkungan SMFnya. 3) Apabila di suatu SMF hanya ada satu orang dokter spesialis atau jika semua dokter spesialis disuatu SMF berhalangan hadir (tugas), maka Kepala SMF wajib mendelegasikan tugas-tugas pelayanan kesehatan kepada dokter umum (asisten), sesuai dengan kompetensinya yang ditentukan oleh dokter spesialis yang bersangkutan. 4) Pada kasus tertentu baik dari rawat jalan maupun rawat inap yang memerlukan pengelolaan medis oleh lebih dari satu DPJP/bidang SMF lain sesuai dengan kewenangan klinisnya, DPJP utama wajib melalukan konsul dalam hal: a. Konsul Minta Pendapat Apabila hanya diperlukan untuk memperoleh informasi dan pertimbangan dari SMF lain tanpa mendapat penanganan lanjutan dari SMF tersebut. 42
b. Konsul Alih Rawat Dilakukan apabila suatu kasus yang awalnya dirawatoleh suatu SMF dan ternyata sudah tidak perlu mendapatkan perawatan dari SMF tersebut, sedangkan lebih tepat dirawat oleh SMF lain c. Konsul Rawat Bersama Apabila terdapat kasus yang bersifat komplek dan harus mendapat penanganan lebih dari satu bidang ilmu/SMF dengan DPJP Utama adalah bidang SMF yang tingkat kegawatannya paling tinggi. Segala bentuk informasi antar DPJP dituangkan dalam form konsul yang tersedia dan diletakan dalam les pasien. Segala perihal keperluan konsul antarDPJP harus dijelaskan kepada pasien mengenai maksud dan tujuannya. E. Antar DPJP dengan perawat 1) Pelayanan medis di Rumah Sakit Prima Husada dilaksanakan oleh dokter spesialis,dokter umum dan perawat. 2) Perawat IGD, poliklinik dan ruangan wajib melaksanakan instruksi dari DPJP dalam pemberian pelayanan medis pasien yang ditulis form perkembangan penyakit pasien. 3) Segala tindakan yang dilakukan oleh perawat atas instruksi DPJP harus tercatat dalam form tindakan keperawatan dan apabila terjadi sesuatu pada pasien setelah diberikan tindakan segera dan perawat harus wajib melaporkan ke DPJP yang merawat. F. Antar Dokter Jaga dan Perawat Jaga (Shift jaga) 1) Perawat jaga menginformasikan jumlah pasien. 2) Perawat jaga melaporkan permasalahan yang ada. 3) Perawat jaga melaporkan pasien-pasien yang bermasalah. G. Antar Shift Pendaftaran dan Shift Kasir 1) Shift sebelumnya menjelaskan keadaan secara umum. 2) Shift sebelumnya menjelaskan permasalahan selama jaga. 3) Shift sebelumnya menjelaskan instruksi yang terbaru dari atasan. Metode komunikasi efektif dapat dilakukan dengan metode yang disebut SBAR (Situation, Background, Assessment,Recommendation). Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh semua tenaga kesehatan. Bukti komunikasi tersebut dapat berupa tulisan yang didokumentasikan pada catatan perkembangan pasien terintegrasi didokumen rekam medis. Harapan adanya bukti penulisan tersebut komunikasi dapat didokumentasikan dengan baik dan terintegrasi sehingga antar tenaga kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien. Berikut contoh penjelasan komunikasi efektif menggunakan metode SBAR pada Tabel 5.1
43
Tabel 5.1 Komunikasi Efektif antar semua tenaga kesehatan menggunakan metode SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) No.
Metode SBAR
Penerapan antar shift dinas/serah terima pasien a. Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari perawatan, b. DPJP : dr. A, Sp.PD, diagnosis : Gagal ginjal kronik. c. Masalah keperawatan: gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih dan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh a. Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam. b. Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl. c. Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis. d. Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit e. Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik f. Diet : rendah protein 1 gram
1.
Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan? a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien. b. Diagnosa medis c. Apa yang terjadi dengan pasien
2.
Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan situasi? a. Obat saat ini dan alergi. b. Tanda-tanda vital terbaru. c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes sebelumnya untuk perbandingan. d. Riwayat medis. e. Temuan klinis terbaru.
3.
Assessment : a. Kesadaran berbagai hasil composmentis, TD penilaian klinis 150/80 mmHg, Nadi perawat 100x/menit, suhu a. Apa temuan klinis? 37 0C, RR 20 b. Apa analisis dan x/menit, udem pada pertimbangan ekstremitas bawah, perawat?. tidak sesak napas, c. Apakah masalah urine sedikit, ini parah atau eliminasi faeses
Penerapan antar perawat dengan dokter lewat telepohone a. Selamat pagi Dokter, saya S perawat ruang 2A b. Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran urine 40 cc/24 jam, mengalami sesak napas.
a. Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8 Desember 2013, program HD hari SeninKamis. b. Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu. c. Obat injeksi diuretic furosemide 3 x 1 amp d. TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, udem ekstremitas bawah dan asites e. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl f. Kesadaran composmentis, bunyi nafas rhonki +. a. Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih b. Pasien tampak tidak stabil
44
No.
Metode SBAR
mengancam kehidupan?
4.
Recommendation : apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan? a. Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki masalah? b. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan kepada dokter? c. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi pasien? d. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?
Penerapan antar shift dinas/serah terima pasien baik. b. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl c. Pasien masil mengeluh mual a. Awasi balance cairan b. Batasi asupan cairan c. Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter d. Pertahankan pemberian pemberian diuretik injeksi furosemide 3 x 1 amp e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien f. Jaga aseptik dan antiseptik setiap melakukan prosedur
Penerapan antar perawat dengan dokter lewat telepohone
a. Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRBM ? b. Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump ?Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?
45
BAB VI PENETAPAN PERTEMUAN ANTAR TINGKAT RUMAH SAKIT Para kepala bidang/divisi Rumah Sakit bertanggung jawab bahwa di seluruh tempat di rumah sakit terselenggara komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi antar kelompok profesional, antarunit struktural, antara profesional dan manajemen, juga profesional dengan organisasi di luar. Direktur Rumah Sakit memperhatikan akurasi dan ketepatan waktu penyampaian informasi ke seluruh tempat di rumah sakit. Direktur Rumah Sakit membentuk budaya kerjasama dan komunikasi untuk melakukan koordinasi serta integrasi asuhan pasien. Metode secara formal seperti pembentukan komite atau tim gabungan dan informal seperti poster dan surat kabar digunakan untuk meningkatkan peran pentingnya komunikasi antara berbagai layanan dan anggota staf. Pengembangan koordinasi layanan klinik yang baik diperoleh karena ada pengertian dari setiap unit pelayanan untuk berkolaborasi menyusun kebijakan dan prosedur. Dalam mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang baik, rumah sakit perlu mengatur pertemuan di setiap tingkat rumah sakit, misalnya pertemuan direksi, pertemuan para kepala bidang/divisi, dan pertemuan antarunit pelayanan. Selain itu, perlu pertemuan antar tingkat, misalnya pertemuan direksi dengan para kepala bidang/divisi dengan Kepala Unit Pelayanan. Rumah sakit perlu mengembangkan pertemuan antar profesi. Misalnya pertemuan dokter, perawat, dan PPA lain dalam membahas pengembangan pelayanan, update ilmu pengetahuan, skill dan ketrampilan.
46
BAB VII INFORMASI DISAMPAIKAN SECARA AKURAT, TEPAT WAKTU KE SELURUH RUMAH SAKIT Informasi yang harus disampaikan secara akurat dan tepat ke seluruh rumah sakit termasuk yang “urgent”. Meliputi informasi sebagai berikut:
A. Code Red (Merah) Code Red adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di lingkungan rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana rumah sakit untuk kasus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel rumah sakit, yang masing-masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai panduan tanggap darurat bencana rumah sakit. Misalnya; petugas teknik segera mematikan listrik di area kebakaran, perawat segera memobilisasi pasien ke titik-titik evakuasi, dan sebagainya. Langkah-langkah : 1. R : REMOVE/RESCUE/SELAMATKAN setiap orang yang berada dalam area kebakaran, sambil meneriakkan : “Code red -- Code red”. 2. A :ALERT/ALARM/SEBARLUASKAN dengan cara menghubungi operator selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait : petugas security, selajutnya beritahu kawan terdekat. Bila api membesar telpon 151 &(0341) 364617 Dinas Pemadam Kebakaran. 3. C:CONFINE/ CONTAIN/SEKAT bila sekitar ruangan penuh api dan asap, bila memungkinkan tutup pintu dan jendela untuk mencegah api menjalar. 4. E : EXTINGUISH/PADAMKAN bila api masih memungkinkan/bila api masih kecil dengan APAR. Jangan ambil resiko yang tidak perlu. 5. Bila cukup aman, matikan semua sarana seperti listrik, gas yang kemungkinan berkaitan dengan api, tapi tetap pertimbangkan dengan cermat bila pasien masih memerlukan. 6. Evakuasi pasien dan pengunjung ke daerah yang aman. 7. Tetap awasi pasien. Bila perlu dihitung per kepala atau absensi berurutan. 8. Kooperatif dengan semua intruksi yang diberikan oleh Staf Senior, Manajer on Duty (MOD), ataupun petugas pemadam kebakaran.
B. Code Blue (Biru) Code Blue adalah kode yang mengumumkan adanya pasien,keluarga pasien, pengunjung, dan karyawan yang mengalami henti jantung dan membutuhkan tindakan resusitasi segera. Pengumuman ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis reaksi cepat atau timcode blue yang bertugas pada saat tersebut, untuk segera berlari secepat mungkin menuju ruangan yang diumumkan dan melakukan resusitasi jantung dan paru pada pasien. Tim medis reaksi cepat (timcode blue) ini merupakan gabungan dari perawat dan dokter yang terlatih khusus untuk penanganan pasien henti jantung. Karena setiap shift memiliki anggota tim yang berbeda-beda, dan bertugas pada lokasi yang berbeda-beda pula (pada lantai yang berbeda atau bangsal/ruang rawatan yang berbeda); diperlukan pengumuman yang dapat memanggil mereka dengan cepat. Langkah-langkah : 1. Segera evaluasi situasi dengan : a. Telaah bahaya yang dapat muncul segera. b. Catat waktu. c. Periksa tanda-tanda kehidupan : i. Tidak ada respon. ii. Tidak bernafas normal. iii. Tidak teraba nadi. 47
2. Minta bantuan staf lainnya (teriak minta bantuan “Code Blue -- Code Blue”; atau gunakan Bel yang tersedia). 3. Hubungi Operator yaitu 103 yang akan meneruskannya ke TIM CODE BLUE (IGD – IKO - ICU - NICU)Jelaskan : Jenis emergensinya (misal Henti Jantung), lokasi kejadian dengan tepat (Ruangan apa/bed nomor berapa), nama, tugas, dan tempat tugas Anda. 4. Tindak pasien dengan : a. Check pernafasan. b. Check nadi. c. Bebaskan jalan nafas. d. Lakukan tindakan emergensi sesuai yang diperlukan misalnya : Cardio Pulmonary Resuscitation (R). 5. Dampingi/jaga terus pasien sampai bantuan datang.
C. Code Pink (Merah muda) Code Pink adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi/ anak atau kehilangan bayi/ anak di lingkungan rumah sakit.Secara universal, pengumuman ini seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit secara serentak.Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan pelabuhan terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban penculikan. Oleh karena beberapa jam pertama merupakan waktu kritis pada kasus hilangnya bayi/anak-anak, hal terpenting adalah menyediakan informasi akurat berkaitan dengan bayi/ anak sesegera mungkin. Langkah-langkah : 1. Petugas yang menemukan terjadinya penculikan bayi/anak, meneriakkan : “ Code Pink -- Code Pink ” dan segera menelpon operator. 2. Selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait di rumah sakit antara lain security, manager on duty , direksi, dan staf senior lainnya. 3. Security atas perintah pimpinan, menelepon 151, (0341) 366444; dan sebutkan : jenis kejadian, lokasi kejadian dengan tepat, nama anda dan tugas/profesi Anda. 4. Petugas Kepolisian kemungkinan akan meminta gambar/ foto bayi/ anak yang diculik (kalau ada), dan menanyakan beberapa pertanyaan antara lain : kapan terjadinya, lokasi terakhir anda masih melihat bayi/ anak yang hilang, dan memakai pakaian apa bayi/anak tersebut. 5. Setelah menerangkan kepada yang berwajib, berupayalah untuk tetap tenang lalu mengingat detail bayi/ anak yang diculik lebih mudah.
D. Code Black (Hitam) Code black adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman orang yang membahayakan (ancaman orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri), ancaman bom atau ditemukan benda yang dicurigai bom di lingkungan rumah sakit dan ancaman lain. Dalam hal adanya ancaman terhadap seseorang(orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri) yang dilakukan : RRemain calm- Tetap tenang. RRetreat- Mundur bila lebih aman. RRaise the alarm- Bunyikan alarm. RRecord details- Catat rincian kejadian. Langkah-langkah : 1. Ambil tindakan cepat untuk melindungi diri sendiri atau melindungi pasien yang terancam. 2. Beri peringatan atau minta bantuan kepada sesama teman, sambil meneriakkan :”Code Black -- Code Black”. 3. Melangkah mundur bila lebih aman, hubungi telpon operator.
48
4. Selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait antara lain security, manager on duty, direksi, dan staf senior lainnya, terangkan tentang: a) Jenis kejadian. b) Lokasi kejadian. c) Nama dan tempat kejadian. 5. Bila tidak memungkinkan melangkah mundur : a) Turuti perintah pengancam. b) Lakukan hanya yangdiminta. 6. Bila bahaya sudah berlalu, telepon operator, dan jelaskan kejadiannya. 7. Catat hasil pengamatan secepatnya. (Misalnya : ciri penyerang, senjata, cara bicara/clogat, tingkah laku, tato, ciri kendaraan, arah pelarian, dan lain-lain). 8. Amankan tempat kejadian perkara. 9. Bekerjasama dengan security sambil menunggu petugas kepolisian Bila mendapatkan ancaman bom, yang perlu dilakukan adalah : 1. Tetap tenang sambil mendengarkan suara si penelepon 2. Jangan menutup telepon. 3. Gunakan telpon lain untuk menghubungi nomor 151, (0341) 366444 4. Selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait dan sampaikan : a) Bahwa terdapat ancaman bom. b) Lokasi ancaman bom secara tepat. c) Nama anda dan tempat tugas/profesi Anda.
E. Code Brown (Coklat) Code Brownadalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit pada titik-titik yang telah ditentukan. Pada intinya, menginisiasi tim evakuasi untuk melaksanakan tugasnya. Terdapat tiga tahap evakuasi : 1. Pindahkan korban dari daerah bahaya, misalnya dari ruangan ke koridor,sambil meneriakkan : ”code brown -- code brown” ,untuk memberitahukan petugas lain. 2. Bersama-sama petugas lain pindahkan korban ke ruangan yang aman pada lantai yang sama; lantai bawah bila bangunan bertingkat. 3. Selesaikan evakuasi dari bangunan melalui koridor atau tangga ke titik kumpul dan ikuti petunjuk dalam Emergency Plan RS Prima Husada.Pada saat evakuasi, bila diinstruksikan, evakuasikan ke area yang dialokasikan dalam urutan : a) Pasien yang mampu bergerak sendiri, b) Pasien yang mampu bergerak dengan memerlukan bantuan, c) Pasien yang tidak mampu bergerak. Langkah-langkah : 1. Periksa seluruh ruangan (termasuk kamar mandi dan toilet) untuk memastikansemua orang sudah dievakuasi. 2. Lakukan penghitungan untuk memastikan semua orang sudah dievakuasi. 3. Bila ada orang yang tidak diketemukan, laporkan ke staf senior, Manager On Duty (MOD), atau petugas emergency. 4. Jangan meninggalkan area titik kumpul sampai Staf Senior, Manager on Duty (MOD), atau Petugas Penanggulangan Bencana mengizinkan. 5. Staf Senior, atau Manajer on Duty memberitahuan kepada Petugas 6. Penanggulangan Bencana yang bertugas untuk mengumumkan “SEMUA AMAN”bila keadaan telah terkendali Catatan : Rekam medik pasien harus selalu menyertai setiap pasien yang dievakuasi bila memungkinkan.
F. Code Orange (Oranye) Code Orangeadalah kode yang mengumumkan adanya insiden yang terjadi di luar rumah sakit (emergensi eksternal) misalnya kecelakaan massal lalulintas darat, laut, dan udara; ledakan, banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, dll.Kode yang menggunakan warna-warna diatas adalah tanda peringatan terhadap suatu kondisi 49
kegawat daruratan yang sifatnya universal. Khusus untuk lingkungan rumah sakit, kode-kode tersebut merupakan bagian dari kebijakan tanggap darurat bencana terkait keselamatan dan keamanan pasien, pengunjung,warga sekitar rumah sakit serta staf, yang harus dimiliki serta diketahui secara luas. Langkah-langkah : 1. Pada saat menerima pemberitahuan terjadinya darurat eksternal, petugas IGD dan atau operator akan menyampaikan kepada semua pejabat senior dan Tim Siaga Bencana RS Prima Husada 2. Rekan yang berdekatan sesudah diberitahu petugas IGD atau operator meneriakkan : “Code Orange – Code Orange” 3. Setiap staf akan merespon sesuai dengan Panduan Siaga Bencana RS Prima Husada. Respon dapat meliputi salah satu atau lebih langkah berikut ini: a. Bila memungkinkan sediakan tempat tidur untuk menampung korban, bilaperlu dengan cara memulangkan sebagaian pasien rawat inap ataumen girimkannya ke RS lain. b. Sediakan fasilitas penerimaan dan perawatan pasien secukupnya. c. Bila diminta oleh Manajer Senior atau Direksi ataupun utusan dari lokasibencana, sediakan bantuan yang dapat dikirim ke lokasi bencana. 4. Semua personil lainnya merespon sesuai arahan supervisornya. 5. Bila kondisi bencana memberikan dampak kepada RS Prima Husada (misalnya serbuan asap, huru-hara sipil), pengisolasian/ penyekatan mungkin diperlukan. 6. Tunggu sampai ada pemberitahuan bahwa “ SITUASI TELAH TERKENDALI”.
G. Code Yellow (Kuning) Code Yellow adalah kode yang mengumumkan adanya situasi krisis internal (emergensi internal) rumah sakit yang meliputi: kebocoran atau dugaan kebocoran gas termasuk gas elpiji; kebocoran dan tumpahan bahan kimia dan atau bahan berbahaya; kegagalan sistem vital seperti kegagalanback-updaya listrik; boks pembagi daya listrik;seseorang terjebak/terjerat; banjir; insiden radiasi; dan lainlain. Langkah-langkah : 1. Pada saat menemukan kejadian emergensi internal petugas meneriakkan : ”Code Yellow – Code Yellow” 2. Hubungi nomor telepon operaator, selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait antara lain kepada security, Manager on Duty, Direksi, dan Staf Senior lainnya dan sebutkan : Jenis Emergensi, Lokasi Emergensi dengan tepat, Nama Anda dan tugas/ profesi anda. 3. Jauhkan orang dari lokasi bahaya. 4. Apabila evakuasi diperlukan, ikuti prosedur evakuasi, seperti pada panduan CODE BROWN. 5. Tunggu instruksi dari Staf Senior, Manager on Duty (MOD) atau Petugas Emergensi. 6. Stanby untuk membantu bila diperlukan. 7. Jangan kembali ketempat semula sampai Staf Senior, MOD, atau yang bertanggung jawab dalam keamanan fasilitas menyatakan “ SEMUA TELAH AMAN”. Dalam hal insiden kimia, biologis atau radiasi: 1. Pakailah masker dan atau tutup mulut. 2. Buka pakaian yang terkontaminasi, dan cuci kulit dengan air mengalir. 3. Jauhi zona berbahaya.
50
BAB VIII KOMUNIKASI DALAM PATIENT SAFETY
Komunikasi adalah bagian esensial dalam pelayanan kesehatan, dan juga esensial untuk patient safety. Komunikasi bisa mengancam pasien tetapi juga bisa mencegah pasien dari ancaman kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, komunikasi menjadi dasar untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan proses perawatan yang terbaik, menjelaskan tujuan pengobatan dan mendiskusikan proses perawatan pasien dengan professional lain yang terlibat. Seringkali komunikasi berlangsung dalam situasi yang tingkat stressnya tinggi dan harus dilakukan segera. Tetapi komunikasi juga menjadi sarana untuk mengatasi situasi tersebut, dengan komunikasi yang baik bisa terjalin kolaborasi tim yang baik pula. Meskipun ada banyak event yang berhubungan dengan masalah komunikasi, hanya 1 dari 8 kasus yang diklaim oleh pasien. Klaim ini ditujukan pada dokter yang dianggap tidak memperdulikan pasiennya, dan tidak memandang seberapa tinggi level senioritas dokter tersebut. Keputusan pasien untuk mengajukan klaim tampaknya terkait dengan seberapa dekat komunikasi dokter dengan pasien dan keluarganya. Informasi mengenai resiko yang terkait dengan proses pengobatan juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplain dan litigasi jika terjadi adverse events.
Tabel 7.1 Komunikasi dengan pasien dan kemungkinan klaim malpraktek Dokter yang tidak dituntut a. Bertanya pada pasien b. Menjelaskan proses pengobatan selama konsultasi c. dianggap oleh pasien telah meluangkan cukup banyak waktu d. tertawa
Pasien yang menuntut dokter a. tidak mendapatkan penjelasan b. merasa diabaikan c. merasa hanya sedikit waktu yang diluangkan dokter d. merasa diburu-buru
Telah banyak penelitian yang menunjukkan pentingnya komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal, untuk meningkatkan kepuasan pasien saat konsultasi dan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan. Kedua hal ini akan meningkatkan patient safety dan mengurangi kemungkinan adanya komplain dari pasien. Lama waktu konsultasi diketahui berhubungan dengan penurunan resiko klaim malpraktek, tetapi bukanlah lama waktunya itu sendiri yang penting, tetapi efektifitas komunikasi. Komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik jika dokter sedang terburuburu, marah atau sedang dibawah tekanan pekerjaan lain. Komunikasi dalam keadaan tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya adverse events. Menjalin hubungan dengan pasien juga sangat penting. Dokter harus nampak ramah, sopan dan menunjukkan keinginan untuk membantu pasien dengan membiarkan pasien mengemukakan masalahnya. Seringkali dokter tidak benar-benar mendengarkan keluhan pasien, atau terburu-buru memotong cerita pasien. Umumnya pasien datang menemui dokter karena cemas dengan keadaannya dan ingin mengetahui bagaimana dokter akan mengatasi masalahnya. Tetapi seringkali dokter menghadapi pasien dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, sehingga kadang-kadang sulit bagi pasien untuk mengungkapkan masalahnya dan mungkin sulit pula bagi dokter untuk menjelaskan sesuai dengan bahasa daerahnya. Meskipun begitu, dokter harus tetap berusaha mengidentifikasi dan memahami keinginan pasien serta memahami bagaimana pasien memandang permasalahannya sendiri. Sudah terbukti bahwa pada hubungan dokter
51
pasien yang tidak baik, pasien juga akan enggan memberikan informasi yang dibutuhkan, dan ini bisa menimbulkan masalah pada proses diagnosis maupun pengobatan. Masalah lain yang sering timbul adalah pemahaman dan kesepakatan pasien mengenai rencana perawatan yang akan diberikan. Seringkali karena penggunaan jargon-jargon medis, pasien menjadi tidak mengerti apa yang dijelaskan dokter. Oleh karena itu penting untuk memastikan bahwa pasien sudah mengerti dan sepakat dengan rencana pengobatannya dan menawarkan kesempatan bertanya, memastikan jadwal kunjungan ulang, dan memberikan nomor kontak darurat jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan sebelum waktu konsultasi berakhir. Tabel 7.2. Tanda-tanda perilaku dalam berkomunikasi yang tidak sehat a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
penggunaan kata-kata yang kasar atau tidak sopan sikap yang tidak menghargai atau menyerang lawan bicaranya komentar yang bermakna seksual tidak bisa mengontrol emosinya mengkritik staf didepan pasien atau staf lainnya memberikan komentar negatif mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan pihak lain komentar yang tidak konstruktif pada diskusi kasus pasien tidak jujur, kurang melakukan kritik terhadap diri sendiri, dan menutupi kesalahan yang dibuat.
Tabel 7. 3. Checklist identifikasi masalah komunikasi yang menyebabkan error Faktor Pasien
Faktor Tindakan Pekerjaan
Faktor Individu staf Faktor Tim
Faktor Tempat Kerja Faktor Organisasi managemen
a. Apakah ada barrier komunikasi (bahasa, pemahaman, perhatian)? b. Apakah ada ketegangan dalam hubungan dokterpasien? atau a. Apakah hasil laborat telah dikomunikasikan dengan tepat dan dapat dipahami penerimanya? b. Apakah ada protocol atau prosedur untuk serah terima tugas? Apakah staf pernah dilatih komunikasi a. Apakah komunikasi antar staf dalam tim berjalan efektif b. Apakah ada masalah dengan komunikasi tertulis (formal)? Misalnya mudah dipahami, atau mudah dibaca. Apakah ada masalah beban kerja, stress, kelelahan, dan interupsi yang terlalu sering? dan a. Apakah ada budaya safety b. Apakah ada komitmen dari top level management untuk memastikan bahwa komunikasi dengan pasien dan antar staf berlangsung secara adekuat?
A. MELIBATKAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM PROSES TERAPI
1. Memberikan informed consent Proses consent adalah barometer untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan pasien dalam proses terapi. Informed consent tidak hanya sebatas tanda tangan pasien dan keluarganya, tetapi merupakan suatu proses untuk memberikan 52
kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk mempertimbangkan semua pilihan dan resiko yang terkait dengan pengobatan pasien. Sudah banyak guidelines yang diterbitkan untuk membantu petugas untuk mendapatkan informed consent dengan baik. Sayangnya keterbatasan waktu dan kebiasaan petugas untuk mendapatkan informed consent dengan cepat membuat proses ini seringkali diabaikan. Ada dua bagian utama dari informed consent, yaitu: 1. Bagian yang menginformasikan pasien mengenai: a. Pemberian informasi oleh praktisi kesehatan b. Penangkapan informasi oleh pasien. 2. Bagian yang memungkinkan pasien mengambil keputusan: a. Pengambilan keputusan oleh pasien dengan bebas dan tidak terpaksa b. Kompetensi kultural Banyak pihak yang memperdebatkan sejauh mana dan jenis informasi apa saja yang harus disampaikan pada pasien dan sejauh mana informasi itu harus dimengerti pasien sebelum seorang pasien dikatakan telah menerima informasi dengan baik. Bagaimana seorang dokter atau praktisi kesehatan lainnya bisa mengetahui bahwa keputusan pasien diambil secara bebas (tidak terpaksa), berdasarkan pengetahuan yang adekuat, dan terbebas dari tekanan-tekanan internal (stress, kesedihan mendalam, dll.) dan eksternal (biaya, ancaman, dll.) Dokter selalu dianjurkan untuk menggunakan evidence-based medicine. Penelitian-penelitian yang menunjukkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan pengobatan telah tersedia untuk sebagian besar pengobatan. Informasi-informasi ini harus disampaikan pada pasien, bahkan lebih baik jika tersedia dalam bentuk media cetak dan bisa diberikan pada pasien untuk membantu membuat keputusan. Informasi yang harus diberikan pada pasien antara lain: 1. Diagnosis meliputi prosedur diagnosis dan hasil pemeriksaannya. Jika tindakan medis dilakukan untuk melakukan diagnosis, maka prosedur diagnosis harus dijelaskan. 2. Tingkat kepastian diagnosis: Ilmu kedokteran adalah ilmu yang tingkat ketidakpastiannya tinggi, dengan semakin banyak gejala yang muncul, maka diagnosis bisa berubah atau bisa semakin pasti. 3. Resiko terapi: pasien perlu mengetahui efek samping terapi, komplikasi akibat terapi atau tindakan medis, outcome yang mungkin memperngaruhi kesehatan mental pasien, latar belakang dari resiko terapi, konsekuensi jika tidak dilakukan terapi. Pasien juga perlu tahu pilihan terapi yang tersedia, tidak hanya jenis terapi yang dipilih dokternya. Pasien juga perlu tahu jenis terapi pilihan, hasil yang diharapkan, kapan terapi harus dimulai, lama terapi dan biaya yang dibutuhkan. 4. Manfaat terapi dan resiko jika tidak dilakukan terapi: sebagian terapi prognosisnya buruk, sehingga pilihan untuk tidak memberikan terapi akan lebih baik. 5. Perkiraan waktu pemulihan: jenis terapi atau tindakan medis yang dipilih mungkin akan mempengaruhi kehidupan pasien, seperti pekerjaan, jarak tempat pengobatan dari rumah pasien jika harus sering kontrol. 6. Nama, jabatan, kualifikasi, dan pengalaman tenaga kesehatan yang memberikan terapi dan perawatan: pasien perlu mengetahui apakah tenaga kesehatan yang akan memberikan terapi atau melakukan tindakan medis cukup berpengalaman. Jika tidak maka dibutuhkan supervisi dari seniornya dan informasi tentang supervisi ini juga harus diberikan pada pasien. 7. Ketersediaan dan biaya perawatan setelah keluar dari rumah sakit: pasien mungkin masih membutuhkan perawatan dirumah setelah keluar dari rumah sakit. Maka informasi ketersediaan tenaga kesehatan disekitar rumahnya dan perkiraan biaya perawatan sampai pulih juga harus disampaikan. 53
Cultural Competence Kompetensi budaya adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pengetahuan, keahlian, dan sikap yang harus dimiliki semua tenaga kesehatan supaya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dan adekuat pada semua orang dengan tetap menghargai budaya lokal. Tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi budaya mampu untuk: 1. memahami dan menerima perbedaan budaya 2. memahami nilai budaya yang dipercaya seseorang 3. memahami bahwa individu dengan latar belakang budaya yang berbeda akan 4. berkomunikasi, berperilaku, menginterpretasi masalah dan memecahkan 5. masalah dengan cara yang berbeda pula. 6. Memahami bahwa kepercayaan terhadap budaya tertentu akan mempengaruhi 7. pasien dalam menilai kesehatannya, mencari kesehatan, berinteraksi dengan 8. tenaga kesehatan dan kepatuhan terhadap pengobatan. 9. Menyesuaikan cara bekerja dengan budaya setempat, sehingga bisa diterima 10. oleh pasien dan masyarakat setempat
B. MENYAMPAIKAN INSIDEN PADA PASIEN (Open disclosure) Salah satu prinsip komunikasi yang baik adalah jujur dan tidak menutupi kesalahan. Setiap insiden yang terjadi dalam proses pelayanan kesehatan haruslah dijelaskan dan didiskusikan secara terbuka pada pasien, dalam proses penyampaian insiden pada pasien, dokter harus meminta maaf atas insiden yang telah terjadi, memberitahukan rencana perubahan terapi (jika ada), memberitahukan perkembangan hasil investigasi mengenai terjadinya insiden, dan memberitahukan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah insiden serupa di masa yang akan datang. Setelah terjadi adverse events pasien selalu ingin mendapatkan penjelasan mengenai terjadinya event tersebut, yang antara lain mencakup: 1. penjelasan mengenai apa yang telah terjadi 2. pernyataan akan bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi 3. permintaan maaf 4. memastikan bahwa akan mencegah kejadian yang sama terulang lagi 5. pada beberapa kasus, hukuman dan kompensasi. Tetapi pada umumnya dokter dan perawat khawatir jika informasi mengenai insiden diberikan akan memancing kemarahan pasien dan keluarganya dan berdampak pada dibuatnya tuntutan hukum. Dokter juga khawatir akan memberikan lebih banyak stress pada pasien, dan untuk dirinya sendiri, khawatir akan kehilangan reputasi, pekerjaan, dan malu dengan kolega lainnya. Ada beberapa guidelines yang sudah diterbitkan untuk membantu dokter dan perawat memberikan informasi terjadinya insiden pada pasien. Ada 8 prinsip pemberian informasi insiden yaitu: 1. Komunikasi yang terbuka setiap saat: ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, pasien dan keluarganya harus diberikan informasi mengenai apa yang telah terjadi dengan jujur dan terbuka sepanjang waktu. Informasi mengenai proses yang sedang berlangsung sebaiknya juga diberikan. 2. Pengakuan: organisasi pelayanan kesehatan harus mengakui jika suatu adverse events terjadi dan memulai proses pemberian informasi (open disclosure). 3. Mengekspresikan penyesalan/meminta maaf: Penyesalan atas adverse event yang terjadi harus disampaikan sedini mungkin pada pasien. 4. Memahami keinginan pasien dan keluarganya: Sudah menjadi kewajaran jika pasien dan keluarganya ingin mengetahui semua fakta-fakta yang terkait dengan terjadinya adverse event dan konsekuensinya, ingin diperlakukan dengan penuh empathy, dihargai dan diberikan dukungan sesuai dengan yang dibutuhkannya. 54
5. Dukungan dari staff medis: Organisasi pelayanan kesehatan harus menciptakan lingkungan dimana semua staff mampu dan terdorong untuk mengenali dan melaporkan terjadinya adverse events dan mendapatkan dukungan dari organisasi dalam proses memberikan informasi pada pasien. 6. Manajemen resiko yang terintegrasi dan perbaikan sistem: Investigasi kejadian adverse events dan outcomenya dilakukan melalui proses yang berfokus pada manajemen resiko. Hasil investigasi berfokus pada perbaikan sistem dan kemudian akan direview efektifitasnya. 7. Good Governance: Proses pemberian informasi insiden pada pasien membutuhkan proses peningkatan mutu dan identifikasi resiko klinis melalui kerangka governance dimana adverse events diinvestigasi dan dianalisis untuk mengetahui apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah hal yang sama terulang kembali. 8. Kerahasiaan (confidentiality): Kebijakan dan prosedur yang dibuat organisasi pelayanan kesehatan harus mmepertimbangkan sepenuhnya privasi dan confidentiality pasien, keluarganya dan staffnya sendiri, sesuai dengan hukum yang berlaku. Petunjuk lain untuk merespon adverse events dengan cara lebih menekankan pada dukungan trauma emosional yang dirasakan pasien, keluarganya dan staff. Pentingnya membuat dokumentasi untuk membuat prosesnya menjadi lebih transparant juga ditekankan pada pedoman, berikut kerangka pedoman yang dapat dilakukan: 1. Persiapan a. Mereview fakta yang ada b. Mengidentifikasi dan melibatkan partisipan yang berkepentingan c. Mempersiapkan setting tempat pembicaraan yang sesuai. 2. Memulai pembicaraan a. Menilai kesiapan pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam proses ini b. Menilai kemampuan pasien dan keluarganya untuk memahami informasi informasi yang terkait dengan medis c. Menentukan tingkat pemahaman pasien dan keluarganya mengenaimasalah medis secara umum 3. Menyampaikan fakta a. Menyampaikan deskripsi apa yang telah terjadi secara sederhana, tanpa menggunakan jargon-jargon medis, berbicara dengan lambat, sambil memperhatikan bahasa tubuh pasien. b. Jangan memberikan informasi yang berlebihan, tetapi juga jangan terlalu menyederhanakannya c. Menjelaskan outcome apa yang sudah diketahui pada saat itu d. Menjelaskan langkah yang akan diambil selanjutnya e. Dengan tulus memahami kesedihan yang dirasakan pasien dan keluarganya. 4. Mendengarkan secara aktif a. Memberikan waktu yang cukup untuk pasien bertanya b. Tidak memonopoli pembicaraan 5. Mengakui apa yang sudah didengar 6. Merespon semua pertanyaan 7. Menyimpulkan hasil pembicaraan a. Merangkum hasil pembicaraan b. Mengulangi pertanyaan kunci yang diajukan c. Menetapkan rencana follow-up 8. Mendokumentasikan a. Menjelaskan event yang terjadi b. Menjelaskan hasil diskusi
55
BAB IX PENUTUP Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Pedoman komunikasi efektif meliputi semua unit pelayanan , diantaranya unit rawat jalan, rawat inap, unit darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya. Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya); staf di ruang rawat, staf istratif, dan staf pendukung yang bekerja di rumah sakit. Semoga dengan adanya Pedoman Komunikasi Efektif ini, dapat meningkatkan komunikasi para profesional pemberi asuhan (PPA) yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan dapat diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
Ditetapkan di Pasuruan, Pada tanggal 21 Januari 2019 Direktur Rumah Sakit Prima Husada Sukorejo,
dr. Sadi Hariono, MMRS
56