Pembahasan Kasus SNP Finance dan Bank Mandiri Oleh Dimas Harjoko/MAT 81682/Kelas 39-C
Dikuitip dari cnnidonesia.com menjelaskan mengenai kronologi kasus SNP Finance dengan Bank Mandiri sebagai berikut. SNP Finance merupakan bagian usaha Columbia, jaringan ritel yang menawarkan pembelian barang rumah tangga secara kredit. Bank memberikan kredit berupa t financing atau memberikan langsung ke perusahaan pembiayaan tersebut. Kemudian SNP Finance yang meneruskannya kepada pengguna. Untuk mendapatkan kredit ini, terlebih dulu ditunjuk auditor publik yang bertugas memeriksa laporan keuangan. Auditor yang ditunjuk adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte yang menilai kondisi keuangan SNP Finance. SNP Finance menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank. Salah satu dan yang paling besar berasal dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk kurang lebih sebesar 1,4 triliun. Selanjutnya, pada Bulan Mei 2018, OJK mengeluarkan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) terhadap SNP Finance melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S247/NB.2/2018. Pefindo sebagai lembaga pemeringkat surat berharga juga telah memberikan peringkat idCCC (triple C) atau credit watch negative sebelum akhirnya menarik peringkat terhadap SNP Finance. Kutipan dari Siaran Pers Kemenkeu menyebutkan dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan SNP Finance dengan opini WTP, yakni Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul melanggar standar audit profesional yaitu belum sepenuhnya menerapkan pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal piutang pembiayaan. Akuntan publik juga tidak menerapkan pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen dan melaksanakan prosedur memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan, serta respons atas risiko kecurangan. Selain dua akuntan publik di atas, DeLoitte Indonesia sebagai KAP diberikan sanksi berupa rekomendasi untuk membuat kebijakan dan prosedur dalam sistem pengendalian mutu akuntan publik terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan senior. Atas permasalahan tersebut, Bank Mandiri berencana melakukan gugatan pidana kepada KAP yang melakukan audit atas SNP salah satunya Deloitte Indonesia. Menurut saya, Bank Mandiri telah sesuai memberikan kredit kepada SNP berdasarkan hasil audit KAP dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian, hasil pemeriksaan OJK kepada pihak perbankan secara internal menunjukkan bahwa kesalahan terletak pada sistem rekonsiliasi antar perbankan. Menurut saya, pihak yang paling bersalah adalah SNP, KAP dan Akuntan Publik dimana ketiganya telah dihukum yaitu SNP sedang dalam proses penyidikan kepolisian dan KAP dan Akuntan Publik telah dihukum oleh P2PK Kementerian Keuangan. Menurut saya seharusnya Bank Mandiri juga dapat melayangkan gugatan perdata pada Deloitte Indonesia. Bank Mandiri mempunyai dasar hukum untuk meminta pertanggungjawaban perdata, yaitu pembayaran ganti rugi dari KAP dan Akuntan Publik tersebut. KAP dan Akuntan Publik wajib mengganti kerugian yang dialami oleh Bank sebagai konsekuensi dari tindakan yang telah dilakukannya, sehubungan dengan Laporan Keuangan yang telah diaudit dengan opini WTP. Menjadi lebih menarik disini, karena KAP di Indonesia hanya dapat berbentuk Perseorangan baik Persekutuan Perdata atau Persekutuan Firma. Mengingat badan usaha yang menjadi dasar dari KAP tersebut bukanlah berbentuk badan hukum, maka tanggung jawab terhadap kewajiban untuk mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan, dibebankan kepada pribadi dari anggota persekutuan tersebut secara tanggung renteng.
1
Referensi www.cnnindonesia.com www.pppk.kemenkeu.go.id www.ojk.go.id/siaranpers
2