KELOMPOK KECIL 2B JUDUL
: PERBANDINGAN PER-UU-AN OBAT DAN KOSMETIKA
KETUA
: Ahmad Mustaqfirin
(18344146)
SEKRETARIS
: Hamim Restu Annisa
(18344141)
ANGGOTA
: 1. Meliawati
(18344154)
2. Nurhasanah
(18344131)
RANGKUMAN HIRARKI KOSMETIKA Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan PP RI No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Permenkes RI No. 220 Tahun 1976 Tentang Produksi Dan Peredaran Kosmetika Dan Alat Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Permenkes RI No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang Izin Produk Kosmetika PerKaBPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika PerKaBPOM HK 03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan Peredaran Kosmetika PerKaBPOM No 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika PerKaBPOM No. 11 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan Pemusnahan Kosmetika
HIRARKI PER UU AN TENTANG OBAT 1
Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Permenkes No. 1010 Tahun 2008 Tentang Registrasi Obat Permenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Kedalam Wilayah Indonesia Permenkes RI Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi PerKaBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia
INDUSTRI MANUFAKTUR DAN DISTRIBUSI
2
No 1
ASPEK Standar yang dipakai
KOSMETIKA
OBAT
Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang Izin Produk Kosmetika Pasal 2 Persyaratan Mutu :
PerKaBPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik Pasal 1 Ayat 1 Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan Untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan kemanfaatan. sesuai dengan Kodeks tujuan penggunaannya PP RI No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Pasal 2 Kosmetika Indonesia dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Pasal 7 Tentang Izin Produksi Kosmetika Ayat 1 Pembuatan Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan KB
2
Persyaratan industri dan distributor
Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Pasal 7 Tentang Izin Produksi Kosmetika Ayat 1
PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia Pasal 2 Ayat 1 3
Jenis Pemeriksaan 1. Pemeriksaan dilakukan oleh petugas secara : a.Rutin, dan b.Khusus 2. Pemeriksaan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk mengetahui pemenuhan standar dan/atau persyaratan 3.
Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk menindak lanjuti hasil pengawasan dan/atau informasi adanya indikasi pelanggaran
Obat yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan adalah obat yang telah memiliki izin edar Ayat 2 Memenuhi peraturan perundangan di bidang impor Pasal 3 Mendapat persetujuan dari kepala badan berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang berlaku satu kali pemasukan Pasal 4 Memiliki masa simpan paling sedikit 1/3 dari masa simpan. Pasal 6 Hanya dilakukan oleh pemegang izin edar atau kuasanya
Permenkes RI No. 220 Tahun 1976 Tentang Produksi Dan Peredaran PP Nomor 72 Tahun 1998 Kosmetika Dan Alat Kesehatan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Pasal 2 Alat Kesehatan Persyaratan umum produksi : Pasal 2 1. Untuk memproduksi kosmetika atau alat kesehatan harus mendapat ijin dari Menteri. Sediaan farmasi yang dimasukkan ke dalam 4
2. Kosmetika dan alat kesehatan yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan, standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan Menteri. 3. Kosmetika dan alat kesehatan sebelum diedarkan harus didaftarkan pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dan dikeluarkan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pasal 23
Pemasukan obat yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan serta belum diproduksi di Indonesia, dapat dilakukan pemasukan ke dalam wilayah Indonesia selain oleh importir yang telah memiliki izin sebagai Permenkes RI No. 220 Tahun 1976 Tentang importir dan/atau eksportir sesuai dengan Produksi Dan Peredaran Kosmetika Dan ketentuan peraturan perundang-undangan Alat Kesehatan Menteri Kesehatan yang berlaku, serta dengan pertimbangan : Republik Indonesia Keadaan darurat, Atas pertimbangan dari Pasal 3 tenaga kesehatan yang berwenang dalam pemberian pelayanan kesehatan; Jumlahnya Persyaratan umum distribusi : terbatas sesuai dengan yang dibutuhkan dalam 1. Dilarang memproduksi dan mengedarkan pemberian pelayanan kesehatan kosmetika atau alat kesehatan yang a. tidak mendapat ijin produksi dari Menteri b. kotor, tercemar, rusak. 2. mengandung atau padanya terdapat bahan beracun melampaui batas yang ditetapkan. PerKaBPOM Nomor 3. terdapat jasad renik berbahaya atau melampaui batas yang ditetapkan oleh HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Menteri. Yang Baik 4. Dapat mengganggu kesehatan Pasal 3 a. Tidak memenuhui standar mutu atau PBF, PBF Cabang, dan instalasi sediaan persyaratan yang ditetapkan b. Tidak diberi wadah, pembungkus dan farmasi yang menyelenggarakan pengadaan, penandaan menurut peraturan yang penyimpanan, dan penyaluran obat 5
ditetapkan Pasal 4 c. Tidak di daftarkan pada Departemen PBF, PBF cabang, dan instalasi sediaan Kesehatan RI farmasi wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB dan akan diberikan sertifikat CDOB Permenkes RI No. 220 Tahun 1976 Tentang UU No 5 Tahun 1997 Produksi Dan Peredaran Kosmetika Dan Tentang Psikotropika Pasal 5 Alat Kesehatan Menteri Kesehatan Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh Republik Indonesia pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai Pasal 8 dengan ketentuan peraturan perundangPersyartan sarana : undangan yang berlaku. 1. Bangunan yang dipergunakan untuk memproduksi kosmetika atau alkes harus . dibuat berdasrkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene sesuai jenis produksi yang dibuat 2. Bangunan yang disebut ayat 1 (satu) pasal ini harus mempunyai fasilitas sanitasi yang cukup dan terpelihara Pka BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika Pasal 2 Persyaratan teknis 1. Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan teknis. 2. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim.
6
PerKa BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika Pasal 3 Kosmetika harus memenuhi persyaratan keamanan sesuai dengan persyaratan keamanan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Kosmetika
Pka BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika Pasal 4 1. Kosmetika harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan persyaratan mutu sebagaimana tercantum dalam Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Pemenuhan persyaratan mutu kosmetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 (Article 9) ASEAN Cosmetic Directive Tahun 2003 dan/atau perubahannya. 7
3
Pka BPOM NO. HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika Pasal 16 1. Klaim dapat dicantumkan berdasarkan: a. bahan yang digunakan; b. hasil pengujian sesuai dengan protokol uji yang dapat diterima secara ilmiah; dan/atau data pendukung lain seperti namun tidak terbatas pada jurnal ilmiah, sertifikat halal, surat keterangan asal. 2. Klaim kosmetika tidak boleh berisi pernyataan seolah-olah sebagai obat. Jenis izin dan tahapan UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 106 proses perizinan dan Pengujian dan penarikan kembali persyaratan tiap tahap 1. Sediaan farmasi dan alatkesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. 2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan. 3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau
Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 2 Ayat 1 Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal. Ayat 3 Setiap pendirian PBF Cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada. Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang 8
keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat Pedagang Besar Farmasi disita dan dimusnahkan sesuai dengan Pasal 34 Ayat 2 ketentuan peraturan perundang-undangan. Direktur Jenderal berwenang mencabut izin PBF berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan
Perkabpom No. 11 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Dan Pemusnahan Kosmetika Pasal 3
PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia Pasal 8
Kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan Ayat 1 wajib dilakukan penarikan oleh industri kosmetik dengan kriteria: Pemohon yang akan mengajukan permohonan SKI harus melakukan pendaftaran pemohon a. Mengandung bahan dilarang. b. Tidak memenuhi persyaratan cemaran dengan mekanisme Single Sign On untuk mendapatkan akun pendaftar berupa ID mikroba c. Tidak memenuhi persyaratan cemaran dan logam berat Ayat 3 d. Mengandung bahan melebihi batas kadar yang diizinkan Permohonan diajukan oleh kuasa, maka e. Kadaluarsa penerima kuasa harus mendapatkan surat f. Mencantumkan Penandaan yang tidak kuasa yang harus disahkan oleh notaries objektif, menyesatkan dan/atau berisi Pasal 13 Ayat 2 informasi seolah-olah sebagai obat Permohonan SKI disertai dengan dokumen: Persetujuan izin edar, sertifikat analisis, faktur 9
(invoice), packing list, Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (AWB), dan bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang Permenkes Nomor Izin Produksi Kosmetika 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pasal 4 ayat 2 Izin Produksi Pedagang Besar Farmasi Pemberi izin Pasal 7 diberikan oleh Direktur Jenderal. 1. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon PP NO 72 TAHUN 1998 Tentang harus mengajukan permohonan kepada Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alkes Direktur Jenderal dengan tembusan Pasal 9 kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Sediaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah Kesehatan Provinsi Dan Kepala Balai memperoleh izin edar dari menteri POM Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang 2. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon Izin Produksi Kosmetika penanggung jawab disertai dengan Pasal 5 kelengkapan istratif sebagai berikut: Pelaksanaan izin a. Fotokopi KTP/identitas direktur/ketua Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun b. Susunan direksi/pengurus dan dapat diperpanjang selama c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas memenuhiketentuan yang berlaku dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang perundang-undangan dibidang farmasi Izin Produksi Kosmetika d. Akta pendirian badan hukum yang sah Pasal 6 Ayat 2 sesuai ketentuan peraturan perundang10
Katagori / Jenis Izin produksi sebagaimana dimaksud pada dibedakan atas 2 (dua) golongan sebagai berikut:
e. f. g. h.
undangan Surat tanda daftar perusahaan Fotokopi surat izin usaha perdagangan Fotokopi nomor pokok wajib pajak Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang Peta lokasi dan denah bangunan Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab Fotokopi surat tanda registrasi apoteker penanggung jawab
a. golongan A yaitu izin produksi untuk i. industri kosmetika yang dapat j. membuat semua bentuk dan jenis k. sediaan kosmetika; b. golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat 3. Untuk permohonan izin PBF yang akan membuat bentuk dan jenis sediaan menyalurkan bahan obat selain harus kosmetika tertentu dengan memenuhi persyaratan sebagaimana menggunakan teknologi sederhana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan Permenkes Ri No. 1175 Tahun 2010 Tentang daftar peralatan Izin Produksi Kosmetika Pasal 8 Ayat 1 Dan 2 Persyaratan izin PMK No. 1010 Tahun 2008 Tentang Registrasi Obat Izin produksi industri kosmetika Golongan A Pasal 22 Ayat 2 diberikan dengan persyaratan: obat yang tidak memenuhi ketentuan wajib a. memiliki apoteker sebagai penanggung dilakukan penarikan oleh industri farmasi jawab; dengan kriteria: b. memiliki fasilitas produksi sesuai a. memiliki efek samping lebih besar dengan produk yang akan dibuat; dibanding efektifitasnya setelah obat c. memiliki fasilitas laboratorium; dan diedarkan d. wajib menerapkan KB. b. efektifitas tidak lebih baik dari plasebo c. tidak memenuhi persyaratan ketersediaan hayati. 11
Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan persyaratan: a. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab; b. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat; dan mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai KB Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika Pasal 15 Pembatalan izin Izin produksi dicabut, dalam hal: a. atas permohonan sendiri; b. izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang; c. izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang; d. tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut turut; atau e. tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika. 12
4
Fungsi/kegiatan yang ada di industry/distributor
PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Kefarmasian Indonesia Nomor Pasal 9 ayat 2 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang SDM Industri Farmasi Pasal 2 Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika Ayat 1 harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat orang Apoteker sebagai penanggung jawab hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi Ayat 3 PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan memenuhi persyaratan OB yang Kefarmasian dibuktikan dengan sertifikat OB Pasal 34 ayat 1 Pasal 3 Sarana 1) Industri Farmasi dapat melakukan Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat kegiatan proses pembuatan obat berupa industri farmasi obat, industri bahan dan/atau bahan obat untuk: baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik a. semua tahapan; dan/atau kosmetika, dan pabrik lain yang memerlukan b. sebagian tahapan. 2) Industri Farmasi yang melakukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas kegiatan proses pembuatan obat dan fungsi produksi dan pengawasan mutu dan/atau bahan obat untuk sebagian Pka BPOM HK 03.1.23.12.11.10052 Tahun tahapan sebagaimana dimaksud pada 2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan ayat (1) huruf b harus berdasarkan Peredaran Kosmetika penelitian dan pengembangan yang Pasal 4 Ayat 1 menyangkut produk sebagai hasil Pengawasan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengawasan sarana sebagaimana dimaksud 3) Produk hasil penelitian dan dalam pasal 3 huruf a antara lain meliputi : pengembangan sebagaimana dimaksud a. Industri kosmetika pada ayat (2) dapat dilakukan proses b. Importir kosmetika pembuatan sebagian tahapan oleh c. Usaha perorangan / badan usaha yang Industri Farmasi di Indonesia melakukan kontrak produksi dengan 13
industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi d. Distribusi Penjualan kosmetika melalui media elektronik Pka BPOM HK 03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan Peredaran Kosmetika Pasal 4 Ayat 2 Pengawasan sarana distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan namun tidak terbatas pada : a. b. c. d.
Distributor Agen Klinik kecantika, salon, spa Swalayan, apotik, toko obat, toko kosmetika e. Stokis Multi Level Marketing (MLM), dan Pengecer
Pka BPOM HK 03.1.23.12.11.10052 Tahun 2011 Tentang Pengawasan Produksi Dan Peredaran Kosmetika Pasal 5 Pengawasan kosmetika sebagaimana dimaksud 14
dalam pasal 3 huruf b antara lain meliputi : a. Legalitas kosmetika b. Keamanan, kemanfaatan, dan mutu c. Penandaan dan kalim, dan Promosi dan iklan.
5
Pendistribusian produk
PP RI No.72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan Pasal 15 Badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat
PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan Pasal 34 Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi dilakukan sejak kegiatan produksi sampai dengan peredaran sediaan farmasi 15
tradisional dan kosmetika
PP Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan Pasal 35 Dalam rangka pelaksanaan upaya pemeliharaan mutu sediaan farmasi, Menteri melakukan : a. Penetapan persyaratan pemeliharaan mutu sediaan farmasi, dan b. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pemeliharaan mutu sediaan farmasi UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pasal 8 Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan Pasal 12 (1) Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. (2) Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh : a. Pabrik obat kepada pedagang besar 16
farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah. (3) Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 11 (1) Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
17
(2) Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. (3) Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. PMK RI Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi Pasal 13 1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. 2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. 3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi. 18
6
Pencatatan dan pelaporan
7
Kemungkinan pelanggaran dan sanksi
4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya. 6) PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIPA. Permenkes RI No. 1175 Tahun 2010Tentang PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 Izin Produksi Kosmetika Pasal 15 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Pelaporan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia Direktur Jenderal dapat mewajibkan industri Pasal 21 kosmetika memberikan laporan produksi Dokumen pemasukan obat harus sesuai kebutuhan. didokumentasikan dengan baik oleh pemegang izin edar yang setiap saat dapat diperiksa oleh petugas BPOM
UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan Permenkes Nomor Pasal 196 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Sanksi Pidana Pedagang Besar Farmasi Setiap orang yang dengan sengaja Pasal 33 Ayat 2 dan 3 memproduksi atau mengedarkan sediaan Sanksi istratif sebagaimana dapat 19
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 197 Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
berupa : a. Peringatan b. Penghentian sementara kegiatan c. Pencabutan pengakuan atau d. Pencabutan izin Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berlaku paling lama 21 hari kerja dan harus dilaporkan kepada direktur jenderal. PerKaBPOM Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah Indonesia Pasal 24 Sanksi istratif berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau peredaran, pemusnahan atau re-ekspor, pembekuan izin edar, dan/atau pembatalan izin edar
UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 201 Ayat 2 Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. 20
PP 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan Pasal 76 Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 PerKaBPOM No 19 Tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Kosmetika Pasal 15 Sanksi istrasi a. Peringatan tertulis; b. Larangan mengedarkan Kosmetika untuk sementara; c. Penarikan Kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, Penandaan dan/atau Klaim dari peredaran; d. Pemusnahan Kosmetika; e. Penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau impor Kosmetika;dan/atau f. Pembatalan notifikasi.
KESIMPULAN TENTANG KOSMETIK DAN OBAT 1. Izin edar utk obat berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku sedangkan notifikasi kosmetika berlaku 3 tahun. 21
2. Pelaksanaan izin edar obat paling lambat setahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan sedangkan kosmetika Pelaksanaan notifikasi dalam jangka waktu 6 bulan setelah kosmetik dinotifikasi. 3. Industri farmasi sekurang – kurangnya harus mempunyai 3 orang apoteker sebagai penanggungjawab Produksi,penanggung jawab pengawasan Mutu dan apoteker pemastian mutu,sedangkan industri kosmetika cukup 1 orang apoteker 4. 5. 6. 7. 8.
penanggungjawab Persyaratan produk obat dan kosmetik sama-sama diatur oleh UU No. 36 Tahun 2009 Obat harus memenuhi syarat Farmakope, sedangkan kosmetik memenuhi persyaratan Kodeks Indonesia Industri obat harus memenuhis yarat OB, sedangkan industri kosmetik memenuhi syarat KB Saranadan proses produksi sama-sama diatur oleh PP No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes Obat dan Kosmetika yang dimasukkan dan dikeluarkan kedalam dan dari wilayah Indonesia untuk diedarkan harus dilengkapi dengan dokumen yang menyatakan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bersangkutan telah lulus dalam pengujian dari
segi mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari Instansi yang berwenang di Negara asal atau Menteri. 9. Proses pembuatan obat dilakukan oleh industry farmasi, sedangkan kosmetik dilakukan oleh Industri kosmetik 10. Izin edar obat dan kosmetik sama-sama dikeluarkan oleh Menteri yang diatur PMK No. 1010 Tahun 2008 tentang Registrasi Obat 11. Industri obat dan kosmetik hanya boleh mengimport jika telah memiliki izin ekspor-impor 12. Peraturan periklanan obat dan kosmetika harus dibuat dengan dasar tidak besifat mengelabui konsumen dan tidak memuat konten-konten yang tidak sesuai dengan obat atau kosmetika yang diiklankan. 13. Obat dan kosmetika harus memiliki persyaratan mutu sesuai, berkhasiat dan memiliki manfaat. 14. Pencabutan izin edar dari peredaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk industri farmasi 1 tahun setelah 15. Sanksi untuk produksi obat dan kosmetik dapat diberikan sanksi pidana dan sanksi istrative. 16. Perbandingan peraturan perundang-undangan obat dan kosmetik dapat dilihat dari aspek izin edar, pemasukan dan pengeluaran, kemasan, penandaan dan iklan, pemeliharaan mutu, pengujian, penarikan kembali, serta pelanggaran dan sanksi dimana setiap aspek dimiliki obat dan kosmetik. 17. PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obatan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
22
23