REFLEKSI KASUS Identitas Pasien Nama
: Ny. N
Umur
: 53Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jalan Sungai Manonda
Pekerjaan
: URT
Agama
: Kristen
Status Perkawinan
: Kawin
Suku/Warga Negara : Kaili/Indonesia Pendidikan
: SMP
Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2016 Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Jiwa RS Undata Palu
I.
Deskripsi Kasus Seorang perempuan 53 tahun masuk rumah sakit dengan keadaan sikap murung ditemani oleh anaknya. Pasien seketika menangis dan merasa sedih saat di tanya mengenai keluaga. Pasien mengaku merasa sedih sejak 3 tahun yang lalu sejak semua anaknya menikah. Pasien sendirian di rumah dan merasa sepi. Pasien biasa menangis dan marahmarah secara tiba-tiba tanpa pemicu yang jelas. Pasien merasa
sedih
ketika mengingat anak dan cucu-cucunya. Pasien merasa di tinggalakan oleh keluarganya. Keluarga pasien jarang menjenguk pasien di rumah, keseharian pasien baik namun terbatas oleh karena penyakit distonia yang
1
di alaminya sejak 1 tahun yang lalu akibat dari kebiasaan tidur yang salah. Pasien mengaku tidak ada gangguan tidur. Selera makan menurun namun II.
mau jika di suap oleh keluarga. Emosi yang Terlibat Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien kooperatif dapat menjelaskan keluhannya sehingga informasi yang dibutuhkan terkait dengan masalah pasien dapat diketahui.
III.
Evaluasi a. Pengalaman Baik Pasien masih dengan gejala depresi dan afek sesuai. Selain itu, pasien kooperatif selama dilakukannya
anamnesis. Sehingga data
yang diharapkan dapat tergali dengan cukup baik. Selain itu, pasien terlihat nyaman saat dilakukan anamnesis dan berespon baik. b. Pengalaman Buruk Beberapa data yang cukup diperlukan tidak didapatkan secara adekuat karena valume suara pasien kecil dan waktu yang terbatas. IV.
Analisis Seorang perempuan berusia 53 tahun MRS dengan tampakan murung dan keadaan sedih. Pasien merasa sedih ketika anak-anaknya menikah dan tidak serumah dengan pasien. Pasien mengaku merasa sedih sejak 3 tahun yang lalu sejak semua anaknya menikah. Pasien sendirian di rumah dan merasa sepi. Pasien biasa menangis dan marah-marah secara tiba-tiba tanpa pemicu yang jelas. Pasien merasa sedih ketika mengingat anak dan cucu-cucunya. Pasien merasa di tinggalakan oleh keluarganya. Keluarga pasien jarang menjenguk pasien di rumah, keseharian pasien baik namun terbatas oleh karena penyakit distonia yang di alaminya sejak 1 tahun yang lalu akibat dari kebiasaan tidur yang salah. Pasien mengaku
2
tidak ada gangguan tidur. Selera makan menurun namun mau jika di suap oleh keluarga. Pada pemeriksaan status mental ditemukan mood labil dan afek sesuai. Uji daya nilai kurang dengan tilikan derajat VI (Menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan). Berdasarkan evaluasi multiaksial, maka didapatkan Aksis I: Gangguan Depresif Sedang (F32.1). Yang memenuhi gejala utama:a. Afek sesuai ; a. Kehilangan minat dan kegembiraan ( perasaan sedih) ; b. Nafsu makan berubah. c. Kurang semangat dalam beraktifitas. Aksis II: Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada ditemukan gangguan kepribadian. . Aksis III: di temukan penyakit distonia. Aksis IV: Stressor psikososial yaitu masalah dengan “primary group” (Keluarga). Aksis V: GAF scale 90-81 (Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian biasa). Organobiologik: Terdapat ketidakseimbangan
neurotransmitter
sehingga
pasien
memerlukan
psikofarmaka. Psikologik : Ditemukan adanya masalah / stressor psikososial sehingga pasien memerlukan psikoterapi
Distonia yaitu spasme otot yang menetap atau intermiten. Otot-otot yang sering mengalami spasme yaitu otot-otot badan, leher,dan kepala, serta menyebabkan gerakan involunter. Keadaan ini merupakan efek samping yang paling menakutkan. Awitannya biasanya tiba-tiba. Sekitar 10% distonia menjadi jam-jam pertama terapi obat dan 90% terjadi setelaah 3 hari pertama penggunaan obat. Gejala paling sering muncul yaitu opistotonus, rigiditas otot-otot belakang, retrokolis, tortikolis leher,
3
krisis okulogirik, dapat pula spasme pada sebelah atau kedua mata sehingga mata mendelik keatas,makroglosia, protrusi lidah sehingga bisa tercekik, daan distonia laring. Distnonia laring dan otot faring dapat menyebakan krmatian mendadak. Pada penggunaan obat-obat anti psikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki beberapa efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis. Berdasarkan rumus kimianya obat antipsikotik dibagi menjadi beberapa golongan fenotiazin misalnya cholorpromizine dan golongan haloperidol. Sedangkan menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi
dopamin reseptor
antagonis (DA) dan serotonin dopamin antagonis (SDA). Bila terjadi hambatan pada sistem nigrostriatal berlebih maka akan terjadi ganguan terutama pada aktifitas motorik, sedangkan sistem mesolimbokortikal akan mempengaaruhi fungsi kognitif dan fungsi endokrin terganggu bila sistem tuberoinfundibuler terhambat berlebih. Efek samping neurologis dapat berupa distonia akut, akatsia dan parinsonism (acute extrapiramidalsyndrom). Terapi distonia dapat di hilangkan dengan injeksi dengan diphenydramine, benztropine IM/IV atau asetil kolin lainnya dengan beberapa menit obat memasuki aliran darah. Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR (Reaksi Distonia Akut) bentuk primer dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,52 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin
4
(Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit. Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of Psikiatri termasuk dalam kelompok gangguan mood.[1] Gangguan mood meliputi sekelompok besar gangguan, dengan mood patologis serta gangguan yang terkait mood yang mendominasi gambaran klinisnya. Istilah gangguan mood atau suasana perasaan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) sebelumnya dikenal sebagai gangguan afektif, saat ini lebih disukai karena istilah ini mengacu pada keadaan emosi yang menetap, bukan hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional sementara. Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom, yang terdiri atas sekelompok tanda dan gejala yang bertahan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan yang menunjukkan penyimpangan nyata habitual seseorang serta kecenderungan untuk kambuh, sering dalam bentuk periodik atau siklik. Mood dapat normal, meningkat atau menurun.[2] Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya ekspansivitas, flight of ideas, tidur berkurang, harga diri meningkat serta gagasan kebesaran.[2] Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.[1] Depresi berasal dari kata latin “depressare” atau kata latin klasik “deprimere”.
Deprimere
secara
harfiah
berarti
menekan,
“de”
diterjemahkan sebagai "turun" dan “premere” diterjemahkan sebagai “untuk menekan”. Depresi dapat diartikan sebagai suasana hati atau emosional yang menurun.[3] Gejala –gejala depresi :
5
a. b. c.
Afek depresi Kehilangan minat dan kegembiraan, serta Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
a. b. c. d. e. f. g.
lelah dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya: Konsentrasi dan perhatian berkurang Harga diri dan kepercayaan diri berkurang Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri Tidur terganggu Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Yang termasuk episode depresif adalah sebagai berikut:[2] 1.
Episode depresi ringan o Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama o Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya o Tidak boleh ada gejala berat di antaranya o Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu o Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya
2.
Episode depresi sedang o Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama o Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya 6
o Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu o Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga 3.
Episode depresi berat tanpa gejala psikotik o 3 gejala utama harus ada o Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat o Bila ada gejala penting (misalnya atau retardasi psikomotor)
yang
mencolok,
maka
agitasi pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan banyak gejalanya secara terperinci o Biasanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi bila gejala amat berat dan muncul sangat cepat bisa kurang dari 2 minggu o Sangat tidak mungkin pasien mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas 4.
Episode depresi berat dengan gejala psikotik o Gejala seperti depresi berat tersebut di atasdisertai waham, halusinasi, atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggungjawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau halusinasi olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau anjing yang 7
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju kepada stupor. Pada pasien ini diberikan terapi obat anti-depresan golongan tetrasiklik yaitu Maprotiline dengan sediaan merek dagang Sandepril karena mengingat efek samping otonomik, kardiologik yang relatif kecil, efek sedasi yang lebih kuat dan diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik. [3]Selain itu, ditambahkan terapi anti ansietas yaitu alprazolam. Diagnosis banding dari gejala depresi seperti:[2] Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini memiliki episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) di mana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu. Pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).[2] Yang khas biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (ratarata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang berusia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stresatau trauma mental lain.[2] Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya
8
adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.[4] Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik.[4] Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik.[4] Gangguan Cemas Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri[1,4]
9
Gangguan Campuran Ansietas Depresif Gangguan ini menggambarkan pasien dengan keadaan gejala ansietas dan depresif yang tidak memenuhi keriteria diagnostic gangguan ansietas atau gangguan mood. Kombinasi gejala depresif dan ansietas menimbulkan hendaya fungsional yang bermakna pada orang yang mengalami gangguan ini. Keadaan ini terutama dapat banyak ditemukan di pelayanan primer dan klinik kesehatan jiwa rawat jalan. Oponen telah mendebat bahwa ketersediaan diagnosis dapat membuat klinisi tidak terdorong untuk mengambil waktu yang diperlukan untuk memperoleh riwayat psikiatri yang lengkap untuk membedakan gangguan depresif sejati dengan gangguan ansietas sejati.[1,4] Kriteria DSM-IV-T rnengharuskan adanya.gejala subsindrom ansietas dan depresi sera adanya bebe-a rapa geiala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan ras perut yang bergejolak. Kriteria riset DSM-IV-TR Gangguan campuran ansietas depresif:[4]
Mood disforik yang berulang atau menetapdan bertahan sedikitnya3
bulan Mood disforik disertai empat (atau lebih)gejalaberikut selama sedikitnya1 bulan : 1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong 2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau 3. 4. 5. 6. 7. 8.
gelisah,tidur tidak puas) Lelah atau energy rendah Iritabilitas Khawatir Mudah meneangis Hipervigillance Antisipasi hal terburuk 10
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan) 10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klnis bermkana atau hendaya dalam area fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting
lain Gejala
tidak
disebabkan
efek
biologis
langsung
suatu
zat
(contohnya oenyakahgunaan obat, pengobatan) atau keadaanmedis
umum semua hal berikut ini: 1)
Criteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik, gangguan panic,ataugangguanansietas menyeluruh
2)
Criteriasaat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas
lain
(termasuk gangguan asietasatauganngguan
mood, dalam remisi parsial) 3)
V.
Gejalatidak lebih mungkin disebabkangangguan jiwalain
Kesimpulan 1. Gangguan depresi termasuk dalam kelompok gangguan mood yang memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (temasuk tidur, aktivitas seksual, dan ritme biologik yang lain). 2. Untuk episode depresi, dari ketiga tanda utama depresi diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
11
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. 3. Yang termasuk episode depresif adalah
episode depresi ringan,
episode depresi sedang, episode depresi berat tanpa gejala psikotik, episode depresi berat dengan gejala psikotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiman R. Delirium. Editor: Elvira SD, Hadisukanto G. In:Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
12
2. Maslim R. BukuSaku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu KedokteranJ iwa FK Unika Atmajaya;2013. 3. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2007. 4.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi2. Jakarta: EGC; 2010.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSD Undata Palu– Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
REFLEKSI KASUS GANGGUAN AFEKTIF EPISODE DEPRESI SEDANG NON PSIKOTIK
13
DISUSUN OLEH:
Irani Nur Ramadhani N 111 15 054
PEMBIMBING: dr. Dewi Suryani Angjaya, Sp. KJ
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RS UNDATA
14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2016
15