TUGAS MATA KULIAH KESEHATAN MENTAL “MAKALAH STRES, DISTRESS DAN DEPRESI”
DISUSUN OLEH
1. 2. 3. 4. 5. 6.
IFTITAH INDRIANI VIRGIAWAN FERIZ. M NELIK RAHMA OKTAFIANA MUSLIHAH SITI KHODIJAH ANGGA KUSUMA
SEMESTER/KELAS
(1114500081) (1114500021) (1114500027) (1114500049) (1114500030) (1114500110)
:3/CD
YAYASAN PENDIDIKAN PANCASAKTI TEGAL UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING Jalan Halmahera KM. 1 (0283) 357122 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan makalah ini yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental. Kami ucapkan terima kasih kepada Yth. Ibu Sri Adi N, S.Psi, S.Pd, MM selaku dosen mata kuliah Kesehatan Mental yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat untuk kami dan untuk pembaca.
Tegal, 30 Oktober 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i KATA PENGANTAR..............................................................................................ii DAFTAR ISI.............................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2 1.3 Tujuan ............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Stres.............................................................................................3 2.2. Stres Bisa Terjadi ..........................................................................................5 2.3 .Stres Psikologis .............................................................................................6 2.4 .Sumber stres psikologis ................................................................................11 2.5 .Ciri-Ciri Stres ................................................................................................13 2.6. Gejala stres ....................................................................................................14 2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Stres.......................................................15 2.8. Penyebab stres...............................................................................................18 2.9. Daya Tahan Stres ..........................................................................................19 3.0. Gangguan Terkait Stres.................................................................................21 3.1. Respon Terhadap Stres..................................................................................22 3.2.Gangguan Stres Akut................................................................................. ....23 3.3. Gangguan Stres Pasca Trauma......................................................................24 3.4. Gangguan Penyesuaian Stres ........................................................................27 3.5. Menghadapi Stres..........................................................................................28 3.6. Koping/Cara Mengatasi Stres .......................................................................29 3.7 Pengertian distres...................................................................................... .....33 3.8 penyebab distress.................................................................................... .......34 3.9. Gejala distress ...............................................................................................35 3
4.0. Cara menanggulangi distress.........................................................................36 4.1. Pengertian Depresi ........................................................................................36 4.2. Gejala depresi................................................................................................38 4.3.Penyebab Depresi...........................................................................................40 4.4. Resiko yang ditimbulkan Depresi .................................................................42 4.5. Cara menanggulangi Depresi ........................................................................44 4.6. Pengobatan depresi........................................................................................46 4.7. Tempat-tempat untuk mengilangkan stres, distres, depresi ..........................51
BAGIAN III PENUTUP
4.8 Kesimpulan ...................................................................................................52 4.9 Saran .............................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................54 LAMPIRAN..............................................................................................................56 ARTIKEL .................................................................................................................56
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sesuatu hal dapat terjadi pada setiap orang, baik hal yang buruk ataupun baik, seperti kondisi stress atau peningkatan kesehatan. Pemahamantentang stress dan akibatnya sangatlah penting bagi upaya pengobatan dan pencegahan stress itu sendiri. Setiap orang mengalami sesuatu yang disebutstress sepanjang kehidupannya. Masalah stress sering dihubungkan dengankehidupanmoderndan sepertinya kehidupan modern merupakan sumber bermacam gangguan stress. Stres dapat memberikan stimulus terhadap perkembangan dan pertumbuhan, dalam hal ini stress adalah hal positif dan diperlukan. Namun demikian, terlalu banyak stress dapat menimbulkan gangguan-gangguan
seperti
penyesuaian
yang
buruk,
penyakit
fisik
danketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap masalahyang datang. Dari buku Managing Stress oleh David Fontana. Distress berasal dari bahasa Prancis Lama, destresse, yang berarti ditempatkan dibawah kesempitan atau penindasan. Setelah melewati berabad-abad, kata destresse mengalami perubahan di dalam bahasa Inggris Middle (Middle English), terkadang penyebutan “di” hilang sehingga meninggalkan dua buah kata “stress” dan “distress” yang juga memiliki arti yang berbeda. Stress memiliki arti perasaan yang
kacau,
sedangkan
distress
mengindikasikan
sesuatu
yang
tidak
menyenangkan. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Stres dan depresi yang dibiarkan berlarut membebani pikiran dan dapat mengganggu system kekebalan tubuh. Apabila kita berada dalam emosi yang negatif seperti rasa sedih, benci, iri, putus asa, kecemasan, dan kurang bersyukur dengan nikmat yang ada, maka system kekebalan kita menjadi lemah.Depresi 5
merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapat perhatian serius. Di negara-negara berkembang, WHO memprediksikan bahwa pada tahun 2020 nanti depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Berdasarkan data WHO tahun 1980, hampir 20%-30% dari pasien rumah sakit di Negara berkembang mengalami gangguan mental emosional seperti depresi. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Stres,Distress dan Depresi? 2. Siapa yang bisa terkena Stres, Distress dan Depresi? 3. Kapan Stres, Distress dan Depresi bisa terjadi? 4. Dimana tempat yang sesuai untuk menghilangkan Stres, Distress dan Depresi? 5. Mengapa Stres, Distress dan Depresi bisa terjadi? 6. Bagaimana cara mengatasi Stres, Distress dan Depresi?
1.3 Tujuan 1. Dapat memahami tentang Stress, Distress dan Depresi. 2. Dapat mengerti siapa yang dapat terkena Stres, Distress dan Depresi. 3. Dapat mengetahui kapan Stres, Distress dan Depresi bisa menyerang. 4. Dapat mengetahui tempat yang sesuai untuk menghilangkan Stres, Distress dan Depresi. 5. Dapat mengetahui mengapa Stres,Distres dan Depresi dapat terjadi. 6. Dapat mengetahui cara mengatasi Stres,Distress dan Depresi.
6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Stress
Kata “stres” telah digunakan sejak awal tahun 1900-an untuk menggambarkan situasi yang menimbulkan perubahan secara fisik dan psikis dalam diri kita. Sulit untuk mengartikannya karena stres muncul dalam begitu banyak bentuk. Tiap orang memandang stres secara berbeda-beda. Stres dapat menjadi berbahaya atau malahan membantu, tergantung keadaan. Beberapa stres menguntungkan karena memotivasi kita untuk meningkatkan kinerja dan membuat perubahan-perubahan dalam hidup kita. Jika kita tidak memiliki stres, kita tidak akan melakukan fungsi apapun.
(Menurut buku Losyk, Bob. 2005. Kendalikan Stres Anda!. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama).
Stress menurut Hans Selye merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan merespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis. Stres dapat menyebabkan perasaan negatif atau yang berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional. Stres dapat menggangu cara seseorang dalam menyerap realitas, menyelesaikan masalah, berfikir secara umum dan hubungan seseorang dan rasa memiliki. Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stressor, stressor
ialah
stimulus
yang mengawali
atau
mencetuskan
perubahan.
Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal atau eksternal. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, misalnya kondisi sakit atau,
7
menopause, sedangkan stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang atau lingkungan misalnya kematian anggota keluarga, masalah di tempat kerja dan lain-lain.
Pengertian stres akan berbeda satu dengan lainnya, hal ini bergantung dengan cara pandang seseorang dalam mendefinisikannya. Ada beberapa pengertian yang perlu diketahuiyaitu:
a) Hans Selye, Stress adalah respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
b) Emanuelsen & Rosenlicht, Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosionalterhadap
tuntutan
yang
dialami
individu
yang
diinterpretasikansebagai sesuatu yang mengancamkeseimbangan.
c) Soeharto
Heerdjan,Stres
adalah
suatu
kekuatan
yang
mendesak
ataumencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang.
d) Maramis, Stres adalah reaksi tubuhterhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan ketegangan emosi, dan lain-lain. Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita.
e) Vincent Cornelli, dikutip oleh Grant Brecht, Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut.
f) Keliat, B.A., Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari.Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian.
8
g) Lazarus
&
Folkman,Stres
merupakan
hubungan
antara
individu
denganlingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya.
h) Spilberger (Handoyo)Stress adalah tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. 2.2. Stress Bisa Terjadi Penyakit stress bisa terjadi kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun. Penyakit ini juga timbul dari berbagai sumber permasalahan, baik yang kecil maupun yang besar. Misalnya, orang yang selalu pegang handphone bisa menjadi stress ketika perangkat tersebut tidak terbawa karena tertinggal. Contoh kedua adalah seseorang bisa mendadak stres karena memiliki uang banyak yang belum pernah dimiliki sebelumnya. Yang diperlukan disini adalah bagaimana kita mengendalikan diri kita dan memberikan kemampuan untuk mengurangi dampak stres. Untuk permasalahan baru, mau tidak mau harus mempergunakan tips yang biasa digunakan untuk mengedalikan stres, misalnya: 1. Lebih baik diam dan menghela nafas ketika menghadapi situasi sulit. 2. Jalan-jalan keluar ruangan untuk menyegarkan pikiran yang sedang jenuh. 3. Menikmati makanan ringan untuk mengaburkan permasalahan yang sedang dihadapi. 4. Keluar ruangan untuk cuci muka atau wudhlu untuk beribadah. 5. Mendegarkan musik untuk meringankan pikiran. 6. Mencari suasana gembira, misalnya ngobrol dengan teman-teman. 7. Menonton film-film lucu atau yang dapat menghibur.
9
8. Melatih diri sendiri untuk menguasai emosi dan nafsu melalui meditasi. Selanjutnya suasana meditasi dibawa dalam rutinias harian sehingga pikiran dan emosi akan terkontrol dan tenang. 9. Menghadapi situasi dengan santai, karena semua ini sudah diatur oleh Tuhan. 10. Membawa obat-obatan yang memang direkomendasikan dokter supaya stres tidak berujung pada hal-hal yang fatal. Untuk beberapa orang, stres bisa memicu penyakit dan dampak yang fatal. Misalnya, jika sudah terdektesi menderita penyakit jantung, jangan lupa selalu membawa obat yang direkomendasikan oleh dokter. (http://www.uneg-uneg.com/index.php/2015/05/27/penyakit-stress-bisaterjadi-kapanpun/. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2015. Pukul 12.16 WIB).
2.3. Stres Psikologis Kebutuhan
dan
dorongan
merupakan
dua
faktor
penting
yang
memengaruhi perilaku manusia. Berbagai teori kepribadian yang telah dikemukakan sebelum ini telah berusaha menjelaskan semua faktor ini dalam hubungannya dengan perilaku yang dapat dilihat. Di bawah ini akan dibicarakan kebutuhan dan dorongan psikososial secara deskriptif dan kaitannya dengan stres. Kebutuhan Untuk dapat hidup layak sebagai manusia ada beberapa syarat, yaitu supaya secara minimal kebutuhan (needs) badani, psikologis, sosial, kultural dan spiritual harus terpenuhi. Kebutuhan rohani atau somatis adalah: makanan, minuman, hawa, istirahat, tidur dan sex (yang harus ditinjau secara seutuhnya, karena sex itu juga somato-psiko-sosial-kultural-spiritual). Kebutuhan kultural adalah perilaku yang "dituntut" oleh kebudayaan dan kebutuhan spiritual adalah perilaku yang sesuai dengan keyakinan agama atau kepercayaan. Akan
10
dibicarakan berikut ini empat kebutuhan psikologis-sosial dasar. Biarpun kebutuhan badani juga sangat penting, namun pemenuhannya ada pada tingkat lain. Begitu pun dengan kebutuhan kultural dan kebutuhan spiritual. Kita akan menyinggung sedikit kebutuhan psikologis dan sosial. Kebutuhan psikologis meliputi: kebutuhan akan kasih-sayang (need to be loved) dan kebutuhan akan harga diri (need for self esteem). Kebutuhan sosial adalah: kebutuhan akan keterlibatan dan kebutuhan akan kebebasan, kemandirian atau autonomi (need for autonomy). Karena tidak terdapat batas yang jelas antara kedua kebutuhan itu, maka sebaiknya digabung saja dan disebut kebutuhan psikososial. Kita sendiri tidak dapat memenuhi kebutuhan- kebutuhan psikologis kita, tetapi kita bertanggung jawab agar kebutuhan kita terpenuhi supaya kita dapat berfungsi dengan baik sebagai manusia. Pada umumnya kebutuhan-kebutuhan psikologis kita itu dipenuhi oleh orang lain dalam suatu hubungan antar manusia yang baik. Nah, bila kita bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan kita dan bila harus ada orang lain yang mau memenuhinya, dan bila hal ini akan lebih mudah terjadi bila relasi kita dengan orang itu baik, maka adalah tanggung jawab kita untuk menjaga agar relasi kita dengan orang lain itu baik (dengan pasangan hidup, orang tua, saudara, anggota keluarga lain, teman, sejawat, dan sebagainya). Bila kita mencela, menuntut hierarki kebutuhan itu menunjukkan bahwa pada umumnya sukarlah mencapai kebutuhan pada tingkat lebih tinggi apabila kebutuhan tingkat lebih rendah belum terpenuhi. Aktualisasi diri pada umumnya akan sukar tercapai (namun mungkin saja) untuk menjadi pembangkit motivasi pada seorang yang perutnya kosong, yang tidak mempunyai atap di atas kepalanya atau yang terusmenerus merasa tidak aman. Suatu kebutuhan yang telah terpenuhi tidak akan menimbulkan motivasi lagi. Tanggapan kita tentang apa yang menjadi kebutuhan manusia akan memengaruhi asumsi kita mengenai perilakunya dan asumsi ini memengaruhi perilaku kita sendiri terhadap manusia.
11
Dorongan dan Perasaan Untuk menjamin supaya manusia berusaha agar kebutuhan (needs) terpenuhi, maka terdapat dorongan (drive) berupa sensasi fisik bagi kebutuhan fisik dan perasaan emosional bagi kebutuhan psikologis. Ada dorongan yang tidak menyenangkan (yang negatif) yang timbul bila kebutuhan tidak terpenuhi, dan ada dorongan yang menyenangkan (yang positif) yang timbul bila kebutuhan terpenuhi. Satu dorongan badani adalah untuk mencapai satu kebutuhan badani, misalnya rasa lapar-kenyang untuk makanan, haus-lega untuk minuman, lelahkuat untuk istirahat, mengantuk-segar untuk tidur. Tidak ada dorongan psikologis khas untuk satu kebutuhan psiko-sosial, tetapi semua perasaan emosional, negatif dan positif, dapat menjadi dorongan, tergantung dari situasi dan mental manusia pada waktu itu. Terdapat banyak sekali kata dan ekspresi yang menggambarkan perasaanperasaan atau emosi. Semua itu dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu: kelompok gembira (bahagia, senang, gembira, bangga, rasa dicintai, rasa diperhatikan, muka berseri-seri, dan sebagainya), kelompok marah (tegang, tidak tenang, rasa kepala seperti mau pecah, rasa kuduk kaku, rasa dada penuh, dan sebagainya), kelompok takut (cemas, takut, was-was, jantung berdebar, lutut gemetar, keringat dingin, napas sesak, bingung, dan sebagainya), dan kelompok sedih (susah, depresi, murung, putus asa, masa depan suram, tidak ada harapan, rasa bersalah, dan sebagainya). Rupanya di dalam otak keempat kelompok perasaan ini mempunyai jalur dan neurotransmiter yang berbeda. Perasaan timbul secara spontan di dalam diri kita, kita tidak dapat memilih perasaan apa yang tanggung jawab kita adalah misalnya: memfitnah orang yang kita iri atau kita dapat bekerja lebih keras untuk mencapai prestasi seperti orang itu. Seperti daya air yang mengalir di sungai adalah netral, tetapi daya air itu dapat mengakibatkan banjir atau dapat diarahkan untuk irigasi.
12
Kita harus tahu perasaan apa yang sedang kita alami, yang positif dan yang negatif, dan dalam situasi yang bagaimana. Dan melalui refleksi lebih lanjut kita akan menemukan kebutuhan apa yang belum atau sudah terpenuhi. Terutama perasaan negatif yang merupakan lampu merah atau tanda bahaya perlu diketahui, karena menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang belum terpenuhi, supaya kita dapat mengambil tindakan agar lain kali dapat terpenuhi dengan mengubah perilaku kita sendiri, tidak menuntut dari orang lain. Kita menyusun suatu rencana agar kita bertumbuh dan berkembang dalam hal ini. Bila perasaan negatif dibiarkan terus, berarti ada kebutuhan yang terus-menerus tidak terpenuhi, maka kita akan mencari kompensasi agar terpenuhi dengan perilaku yang tidak sehat (Narkoba, judi, perilaku berbahaya lain, dan sebagainya) atau kita stres terus dan mengalami gangguan jiwa. Pasien perlu disadarkan bahwa kita bertanggung jawab agar kebutuhan kita terpenuhi. Kita tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan psikologis kita, kebutuhan akan dicintai dan akan keterlibatan, serta kebutuhan akan harga diri dan akan autonomi/kebebasan. Orang lain yang harus memenuhinya, tetapi dalam suatu relasi antar manusia yang baik. Kalau kita menuntut, maka relasi akan menjadi tegang sehingga kebutuhan lebih sukar atau mungkin tidak dipenuhi oleh orang lain. Bila kita bertanggung jawab agar kebutuhan kita terpenuhi, maka kita harus bertanggung jawab untuk menunjukkan perilaku yang baik sehingga kita lebih layak dicintai dan dihargai. Makin besar keterlibatan kita secara pribadi dalam suatu usaha untuk mencapai kebutuhan atau tujuan kita, makin besar pula dorongan yang kita rasakan. Misalnya, makin besar keterlibatan secara pribadi seorang mahasiswa untuk mencapai tujuan studinya, makin besar pula motivasi dan kesediaannya untuk belajar dibandingkan dengan kalau ia belajar hanya karena kemauan orang tuanya. Atau karena keterlibatan pribadi biasanya besar sekali pada seorang yang sakit, maka ia pun akan berusaha sungguh-sungguh mencari pertolongan atau pengobatan supaya sembuh.
13
Kelompok sosial pun mempunyai kebutuhan, misalnya mempertahankan keadilan, ketertiban dan keamanan untuk kelangsungan hidup kelompok. Bila keseimbangan kelompok terganggu, maka segera akan timbul dorongan untuk memulihkannya. Bila misalnya seorang kepala sekolah meninggal dunia, maka akan ada orang lain yang mengambil tempatnya. Bila seorang pencari nafkah dalam keluarga meninggal, maka biasanya ada orang lain yang mengambil tanggung jawab itu dalam keluarga sambil semua anggota berusaha mencapai keseimbangan baru. Kebutuhan masyarakat merupakan faktor yang penting sekali dalam menentukan perilaku manusia. Kalau dorongan badani dan psikologis lebih banyak bekerja melalui perasaan puas, senang, cemas dan rasa salah (kontrol diri atau self control), maka dorongan kelompok sosial lebih banyak bekerja melalui perasaan bangga atau malu, dengan pahala atau hukuman melalui sistem norma dan adat-istiadat (kontrol sosial atau social control). Kebutuhan Ganda Mungkin hanya ada satu kebutuhan yang menonjol, akan tetapi pada umumnya perilaku manusia dipengaruhi oleh lebih dari satu kebutuhan. Berbagai kebutuhan itu sedikit banyak saling tergantung dan pemuasan atau hambatan terhadap yang satu mungkin menguatkan atau melemahkan yang lain. Misalnya saja, bila seorang anak tidak mendapatkan kasih sayang yang dibutuhkannya, maka mungkin sekali ia akan mencari pemuasan dirinya dalam makanan (jajan) atau overkompensasi lain. Atau bila seorang ayah sering gagal dalam pekerjaannya, maka besar kemungkinan ia menjadi giat dalam hobinya atau mungkin juga ia akan menjadi seorang peminum. Stresor dan Stres Alangkah mudah hidup kita bila semua kebutuhan kita dapat terpenuhi dengan gampang dan segera, tetapi kiranya juga alangkah membosankan. Bila suatu masyarakat sudah mengatur dan mengurus segala-galanya untuk para anggotanya, maka tantangan untuk hidup sehari-hari hampir tidak ada lagi. 14
Mungkinkah hal ini merupakan salah satu faktor yang penting dalam timbulnya dahulu fenomena hippics (AS), provost (Belanda), Lederjacken (Jerman) dan blonson noir (Prancis)? (Menurut buku F. Willy dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press).
2.4. Sumber Stres Psikologis Stresor dapat menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stres, yaitu frustasi, konflik, tekanan atau kritis . Frustasi timbul bila ada aral melintang (stressors) antara kita dan tujuan kita, misalnya bila kita mau berpiknik lantas mendadak hujan deras atau mobil mogok,atau mangga di pohon kelihatan enak sekali bagi anak, tetapi tiba – tiba keluar anjing yang galak. Ada frustasi yang timbul karena stresor dari luar, seperti bencana alam, kecelakaan, kematian orang tercinta, norma – norma, adat istiadat, peperangan, keguncangan ekonomi, diskrimisasi rasial atau agama, persaingan yang berlebihan, perubahan yang terlalu cepat, pengangguran dan ketidakpastian sosial. Kecelakaan dan penyakit dapat menimbulkan frustasi dan dapat melemahkan daya tahan stres. Ada frustasi yang timbul dari stresor dari dalam misalnya cacat badaniah atau kegagalan dalam usaha atu moral sehingga penilaian diri sendiri menjadi tidak enak merupakan frustasi yang berhubungan dengan kebutuhan akan harga diri. Konflik terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan, memilih yang satu berarti tidak tercapainya yang lain. Ibarat kita berada di persimpangan jalan dan tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan, misalnya seorang pemuda ingin menjadi dokter tapi sekaligus takut akan tanggung jawab kelak bila sudah jadi (konflik mau – tak mau atau pendekatan pengelakan). Atau jika kita harus memilih antara sekolah terus atau 15
menikah,mengurus rumah tangga atau terus aktif dalam sebuah organisasi, antara tugas dan ambisi, istri atau ibu, kesenangan sekarang atau ideologi, orang atau panggilan (konflik pendekatan ganda). Contoh lain lagi adalah konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara beberapa hal yang semuanya tidak kita inginkan, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur, menikah dengan orang yang tidak simpatik atau kemungkinan tidak menikah sama sekali, berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut (konflik pengelakan ganda). Tekanan juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian, tekanan sehari – hari biarpun kecil, tetapi bila bertumpuk – tupuk dan berlangsung lama (stresor jangka panjang), dapat menimbulkan stres yang hebat. Tekanan seperti juga frustasi dan dapat berasal dari dalam ataupun dari luar individu. Tekanan dari dalam datang dari cita – cita atau norma kita yang kita gantungkan terlalu tinggi dan kita mengejarnya tanpa ampun, sehingga kita terus menerus berada di bawah tekanan sebagai contoh : kita mau rajin, berani, bertanggung jawab, tetapi semua itu kita lakukan secara berlebihan. Contoh tekanan dari luar, misalnya orang tua menuntut dari anak prestasi sekolah yang terlalu tinggi, istri tiap hari mengeluh kepada suaminya bahwa uang belanja tidak cukup, di sekolah, dikantor, di organisasi atau di rumah tidak habis– habisnya masalah yang perlu dipecahkan dan keputusan yang perlu diambil, sedangkan waktu sudah mendesak . Tidak jarang suatu keadaan stres karena frustasi konflik dan tekanan sekaligus , misalnya kematian si pencari nafkah mengakibatkan seorang pemuda harus bekerja untuk mendapatkan biaya sekolahnya, sehingga ia tidak lulus dalam ujianya dan dianggap kurang pandai . Krisis adalah keadaan karena stressors mendadak dan besar yang menimbulkan stres pada seorang individu atau pun suatu kelompok, misalnya
kematian,
kecelakaan, penyakit yang memerlukan operasi, masuk sekolah untuk pertama
16
kali. Terdapat tempat – tempat dengan banyak krisis (konsentrasi krisis), misalnya ruang gawat darurat di rumah sakit, kamar bersalin, kamar bedah, taman kanak – kanak dan di tingkat pertama suatu fakultas pada minggu – minggu pertama tahun kuliah baru, desa yang terkena bencana alam dan kekurangan makanan sesudahnya, atau bila kemudian bantuan makanan datang (krisis karena tidak ada makanan, kemudian krisi karena tiba – tiba ada makanan). Dahulu dikira bahwa krisis selalu tidak baik bagi kesehatan jiwa, sekarang ini ternyata tidak demikian setelah mengalami krisis, maka mungkin individu atau kelompok menjadi : 1. Terganggu atau lebih mudah terganggu apabila stres lagi 2. Lebih matang atau lebih kuat dalam mengahadapi stres di hari kemudian.
Yang terakhir ini adalah penting, karena mengandung unsur pencegahan. Kita dapat mempraktikan hal ini, misalnya orang tua atau guru sengaja menimbulkan krisis pada anaknya, misalnya tergesa–gesa mau pergi, lalu mendapati ban sepeda kempes. 2.5.Ciri-ciri Stres Ciri-ciri stres yang baik:
1) Mengahadapi sesuatu dengan penuh harapan untuk melawan rasa takut dalam diri. 2) Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi didalam sela-sela jadwal yang padat itu adaaktivitas yang sangat diharapkandan sangat dinikmati. 3) Memiliki komitmen yang lebih terhadap apa yang Anda sayangi. Misalnya: pernikahan, menjadi seorang ayah atau ibu, menjadi pekerja, atau menjadi pegawai negeri. 4) Bekerja dengan tujuan tertentu dan Anda tahu kecepatan Anda saat bergerak akan berkurang saat tujuan itu tercapai atau bahkan saat baru akan tercapai.
17
5) Merasa tertantang, siap dan bersemangat untuk menerima dan menyelesaikan tugas yang akan Anda hadapi. 6) Merasakan kondisi badan yang cukup lelah namun akhirnya akan menikmati tidur yang lelap dan nyaman.
Ciri-ciri stres yang buruk:
1) Menghadapi segala sesuatu dengan perasan takut, resah, gelisah dan khawatir. 2) Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi tak ada satupun yang dapat Anda nikmati dan mau tidak mau, harus Anda penuhi kewajiban itu. 3) Merasa bahwa semua yang Anda lakukan tidaklah penting, tidak memenuhi seluruh kebutuhan Anda, dan tak sebanding dengan tenaga, pikiran dan waktu yang Anda curahkan. 4) Merasa tidak memegang kendali dan selalu merasa panik seakan-akan tidak ada jalan keluar untuk menyelesaikan tugas, merasa tidak ada selesainya, dan merasa tidak ada yang membantu menyelesaikannya. 5) Merasa lebih baik bekerja daripada berhenti atau istirahat sejenak saat jam kerja. 6) Memiliki tidur yang tidak lelap, tidur yang resah, sering sakit maag, sakit punggung dan mempunyai sakit yang sifatnya menahun.
2.6. Gejala Stres Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi. Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini :
18
1) Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaanterganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah. 2) Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya. 3) Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan, menjadi lekas panik, kurang percaya diri, pemarah. Menurut Braham, gejala stres dapat berupa tanda-tanda,sebagai berikut :
1) Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teratur, sakit kepala, sulitbuang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal. 2) Emosional,
yaitu
marah-marah,
mudah
tersinggung,
terlalu
sensitif,gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis. 3) Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. 4) Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya kepada orang lain, sering mengingkari janji, suka mencari kesalahan orang lain, menutup diri, mudah menyalahkan orang lain.
2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi stress Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya seseorang mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut Robbins ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu :
19
1) Faktor Lingkungan Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap individu tersebut. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi seseorang yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress.Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2) Faktor Organisasi Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership. Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut : a. Role Demands Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seseorang untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut. b. Interpersonal Demands Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh individu lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara individu satu dengan individu lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara inividu yang satu dengan individu lainnya. c. Organizational Structure
20
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidakjelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi. d. Organizational Leadership Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group menurut Robbins dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai
suatu
kesempatan,
batasan-batasan,
atau
permintaan-
permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting.
3) Faktor Individu Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiaptiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
21
(www.slideshare.net/suherlambang/stresskesehatan-dan-coping. Diunduh pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 15.26 WIB).
2.8. Penyebab stres Isolasi dan stres Sejak keterlibatan sosial tampaknya menjadi pertahanan terbaik terhadap stres, isolasi atau kurangnya positif, interaksi manusia yang konsisten dapat menjadi stressor dalam dirinya sendiri dan memperburuk penyebab lain dari stres. Situasi dan tekanan yang menyebabkan stres yang dikenal sebagai stres. Kita biasanya berpikir tentang stres sebagai negatif, seperti jadwal kerja yang melelahkan atau hubungan berbatu. Namun, apapun yang menempatkan tuntutan tinggi pada Anda atau memaksa Anda untuk menyesuaikan bisa stres. Ini termasuk peristiwa positif seperti menikah, membeli rumah, akan kuliah, atau menerima promosi. Tentu saja, tidak semua stres disebabkan oleh faktor eksternal. Stres juga bisa dihasilkan sendiri, misalnya, ketika Anda khawatir berlebihan tentang sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi, atau memiliki irasional, pikiran pesimis tentang kehidupan. Penyebab eksternal umum stres
Perubahan besar dalam hidup Kerja atau sekolah Kesulitan hubungan Masalah keuangan Menjadi terlalu sibuk Anak-anak dan keluarga
Penyebab internal umum stres
Khawatir kronis Pesimisme Negatif self-talk Harapan yang tidak realistis / Perfeksionisme Pemikiran yang kaku, kurangnya fleksibilitas
22
(http://www.helpguide.org/articles/stress/stress-symptoms-causes-and-effects.htm. Diunduh pada tanggal 9 November 2015. Pukul 20.22 WIB).
2.9. Daya Tahan Stres Daya tahan stres atau nilai ambang stres (stress/frustrasion threshold/tolerance) pada setiap orang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada keadaan somato-psikososial orang itu. Ada orang yang peka terhadap stressors tertentu, yang dinamakan stressors spesifik, karena pengalaman dahulu yang menyakitkan tidak dapat diatasinya dengan baik. Misalnya seseorang istri setiap kali berselisih dengan suaminya, lari pulang ke rumah ibunya; ia tidak dapat mengatasi keadaan itu, karena sewaktu ia masih kanak-kanak, ia sering melihat ibu dipukuli ayah yang menimbulkan stres padanya yang belum dapat diatasi dengan baik. Setiap orang dapat saja terganggu jiwanya, asal saja stressors itu cukup besar, cukup lama atau cukup spesifik, bagaimana stabil pun kepribadian dan emosinya. Tiap orang mempunyai cara sendiri untuk penyesuaian diri terhadap stres, karena penilian terhadap stressors dan stres berbeda (faktor internal), dan karena tuntutan terhadap tiap individu berbeda (faktor eksternal) antara lain tergantung pada umur, sex, kepribadian, intelegensi, emosi, status sosial dan pekerjaan individu. Holmes dan Rahe menyusun suatu daftar peristiwa kehidupan yang kemudian diberikan kepada 394 orang. Mereka diminta untuk memberi bobot 0-100 sesuai dengan pengalaman merekai mengenai berat ringannya peristiwa-peristiwa itu sebagai stressors, lalu diambil rata-ratanya untuk setiap peristiwa. Kemudian tersusunlah “Skala peristiwahidup dan stres” menurut Holmes dan Rahe seperti dibawah ini setelah diuji coba. Bila ada orang yang mau dites, ia diminta untuk melingkari semua skor di belakang peristiwa pada daftar itu yang ia alami dalam satu tahun terakhir, setelah itu semua skor yang dilingkari itu dijumlahkan. Jumlah skor ini memberi petunjuk mengenai keadaan stres psikologis orang itu. Ternyata mereka yang memperoleh jumlah skor 300 atau lebih mempunyai 90% kemungkinan jatuh sakit berat atau 23
mengalami kecelakaan serius dalam waktu 6 bulan mendatang. Bila skor kurang dari 300, maka kemungkinan mengalami ganggungan kesehatan yang serius adalah 50% (menurut penelitian di Amerika Serikat). Makin besar perubahan hidup dan beban stres, makin rendah daya tahan tubuh terhadap penyakit dan makin berat penyakit yang timbul. Stres mungkin juga timbul akibat stressors yang menyenangkan, seperti pernikahan, promosi, menarik undian yang besar dan keberhasilan lain, sebagian besar karena perubahanperubahan yang terjadi akibat peristiwa itu. Stres berhubngan erat dengan PJK (penyakit jantung koroner, pembuluh darah jantung). Glazer menyusun sesuatu kuesioner untuk meramalkan besarnya resiko terjadinya PJK (Dinamakan: Self- Evaluation: The Glazer-Stresscontrol Life-Style Questionnair). Dengan kuesioner ini dapat digali jenis kepribadian seseorang, A atau B. Kepribadian jenis A ternyata mempunyai risiko lebih besar dari pada kepribadian jenis B untuk mengalami PJK. Ciri-ciri pola perilaku kedua jenis kepribadian itu adalah sebagai berikut. Perilaku orang dengan kepribadian jenis A: 1. Berbicara cepat secara konstan. 2. Gerakan-gerakan dan cara makan yang cepat. 3. Menunjukkan ketidaksabaran secara terbuka bila sesuatu berjalan perlahan menurut pendapatanya; terus-menurus merasa terburu-buru. 4. Berfikir tentang dan melekukan beberapa hal secara simultan. 5. Secara sengaja berusaha mengendalikan pembicaraan, menentukan bahan pembicaraan dan sibuk dengan pikirannya sendiri sementara orang lain berbicara. 6. Waktu istirahat atau waktu tidak melakukan apa-apa merasa bersalah secara bersamar samar. 7. Kepribadian yang berlebihan untuk memperoleh sesuatu yang bernilai tidak mempunyai waktu untuk menjadi orang yang bernilai. 24
8. Tidak mempunyai kasihan terhadap orang lain yang mempunyai juga kepribadian jenis A. 9. Gerakan-gerakan gugup yang khas: tik (tarikan-tarikan otot) pada muka, kepala atau lengan; menggenggam tinju dan rahang, memukul meja, menggertakan gigi. Perilaku orang dengan kepribadian jenis B: 1. Bebas dari semua ciri kepribadian jenis A. 2. Tidak merasa berburu-buru. 3. Tidak ada rasa bermusuhan yang mengambang. 4. Tidak mempunyai kebutuhan untuk memamerkan atau membicarakan keberhasilan dan prestasinya, kecuali bila dituntut oleh keadan. 5. Percaya bahwa bermain adalah untuk santai dan bergembira, bukan untuk memamerkan keunggulan. 6. Dapat bersantai tanpa perasaan bersalah dan dapat bekerja tanpa bergejolak. Makin tinggi skor pada kuesioner Glazer, makin dekat pada kepribadian jenis A, makin mengalami PJK. (Suatu kuesioner lain khusus untuk melihat melihat resiko mengalami PJK disusun oleh National Foundation for the Prevention of Disease, Houston, Texas, USA, dinamakan Coronary Heart Disease Risk Profile. Makin tinggi skor, makin besar resiko untuk mengalami PJK). 3.0. Gangguan Terkait Stres Sesudah terjadinya suatu peristiwa yang menimbulkan stres, sebagian besar orang akan menyesuaikan diri dan mengatasi keadaan tersebut, tetapi sebagian mungkin akan mengalami: 1. Ganguan stres akut, apabila terjadi segera setelah peristiwa yang menimbulkan stres, 2. Ganguan stres pascatrauma, apabila terjadi setelah suatu stres yang sangat hebat, dan 3. Ganguan penyesuaian, apabila stresornya adalah perubahan situasi kehidupan. Semua dokter dan klinisi akan menemui pasien dengan ketiga macam gangguan tersebut karena penyakit fisik akut dan pengobatan menimbulkan stres, penyakit
25
kronis dan disabilitas dapat berakibat perubahan substansi pada kehidupan seseorang, dan klinisi dipanggil untuk mengobati orang yang terlibat dalam pengalaman penuh stres. Namun perlu diingat bahwa reaksi terhadapap peristiwa yang menimbulkan stres bukan hanya terdiri dari ketiga macam gangguan ini. 3.1. Respon Terhadap Stres Biasanya terhadap stres, respons yang normal terdiri atas tiga komponen: 1. Respon emosi dengan perubahan somatis yang menyertainya, 2. Respon psikologis yang mengurangi dampak pengalamn itu, 3. Cara menghadapi situasi (coping) dan respon emosi berkaitan dengan itu. Respons emosi terhadap bahaya dan ancaman akan berupa perasaan takut dan cemas, sedangkan terhadap perpisahan dan kehilangan akan berupa depresi. Gejala somatik akibat adanya bahaya dan ancaman adalah keterjagaan autonomik, dan akibat perpisahan dan kehilangan adalah kekurangan aktivitas fisik. Respons psikologis berfungsi untuk mengurangi dampak pengalaman traumatik dapat berupa kesulitan terhadap peristwa tersebut (mati rasa). Menurut teori Freud, kedua hal ini diakibatkan oleh represi, yaitu proses mental aktif yang tidak disadari. Tidak semua strategi coping bersifat adaptif, ada yang bahkan bersifat maladaptif. Strategi coping adaptif akan mengurangi distress jangka pendek dan panjang; termasuk disini penghindaran situasi yang menimbulkan distress, memecahkan masalah, dan berdamai dengan situasi. Namun, bila berlangsung terus, penghindaran dapat merugikan dan mencegah terjadinya pemecahan masalah dan berdamai dengan situasi. Strategi coping maladaptif efektif untuk jangka pendek tetapi akan menimbulkan untuk jangka panjang. Strategi maladaptif ini dapat berupa panggunaan alkohol dan zat berlebihan, melepas emosi melalui perilaku histrionik atau agresif, dan mencederai diri sendiri dengan sengaja.
26
3.2. Gangguan Stres Akut Istilah ini menunjukan reaksi abnormal terhadap stres yang mendadak dan berlangsung maksimal satu bulan. Bila lebih lama, perlu dipertimbangkan diagnosis lain, misalnya GSPT (Gangguan Stres Pasca Tramua) atau PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Pada dasarnya mirip dengan reaksi norma namun sangat hebat dan ada gejala tambahan. Banyak peristiwa yang menimbulkan stres berat dapat menyebabkan gangguan stres akut, misalnya kecelakaan atau kebakaran, penyerangan seksual atau perkosaan, bencana alam, peperangan atau serangan massal. Adapun predisposisi personal yang belum diketahui yang menyebabkan orang-orang tertentu mengalami gangguan ini. Gangguan stres akut dapat juga terjadi pada orang yang menyaksikan dan juga pada orang yang menolong atau memberikan perwatan bagi orang lain (perlu diperhatikan kesehatan mental para sukarelawan-relawati, bila mungkin mereka dipersiapkan mental, misalnya melalui gladi bersih kognitif, cognitive reheasal). Respon emosi yang timbul berupa anxietas yang parah, kegelisahan, insomnia, serangan panik, atau depersonalisasi dan derealisasi. Respon emosi ini disertai disertai gejala-gejala somatik yang berupa palpitasi, berkeringat dan tremor. Sebagai tambahan ada gejala disosiatif yang berupa mati rasa (numbness) dan kesulitan mengingat kembali (recall). Pasien juga merasa bahwa peristiwa tersebut tidak benar-benar terjadi, seperti mimpi (tidak awas terhadap sekitar) dan ia tidak mampu mengingathal-hal yang penting dari peristiwa itu. Iajuga mengalamikilas balik (flashback), yaitu gambaran visual tentang peristiwa itu yang tiba-tiba muncul kembali (gambaran itu biasanya sulit dimunculkan dengan sengaja), serta mimpi buruk yang berulang tentang peristiwa itu. Sebagian kasus tentang gangguan stres akut dapat ditangani oleh dokter umum atau dokter keluarga. Langkah-langkah penangananyang dapat dilakukan antara lain mengurangi respons emosional, dorong pengingatkembali dan “berdamai” dangan peristiwa itu, menolong memperbaiki coping yang efektif, serta membantu masalah residual.
27
a) Mengurangi respons emosional dapat dilakukan dengan bercerita kepada keluarga atau teman. Jika tidak ada keluarga, maka teman, dokter, perawat atau pekerja sosial dapat membantu. Apabila dinilai terdapat anxietas yang berat, dapat diberikan obat anxiolitik untuk beberapa hari dan jika ada insomnia hebat obat hipnotik untuk beberapa hari dapat membantu. b) Mendorong pengingatan kembali. Pengingatan kembali akan menuju pada penerimaan akan peristiwa yang menimbulkan distress itu, namun mungkin diperlukan bantuan untuk mengingat dan mengintegrasikan peristiwa itu ke dalam memori. Proses ini harus dilalui dengan suka rela tidak boleh dipaksa. c) Mengembangkan strategi copingyang lebih efektif. Sebagian orang memerlukan bantuan konseling untuk mengubah reaksi maladiptif yang dapat berupa misalnya minum berlebihan, perilaku agresif atau histrionik atau minum obat overdosis, agar menjadi coping yang lebih baik. d) Menolong masalah residual. Disamping masalah psikologis dapat juga terjadi dampak pada aspek fisik atau psikososial lainnya dan sebagian orang perlu bantuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Catatan penting tentang debrifing. Setelah suatu peristiwa yang menimbulkan stres, biasanya dilakukan debrifing (debriefing). Orang yang mengalami peristiwa traumatik didorong untuk berbicara tentang peristiwa itu den mengekspresikan pikiran dan perasaannya sewaktu mengalami dan setelah peristiwa itu, setelahnya mereka diberi informasi tentang respon stres dan cara mengatasinya. Biasanya debriefing ditawarkan kepada sebagian besarorang yang terlibat dan diberikan segera setelah terjadinya peristiwa traumatik, meskipun bukti ilmiah tidak mendukung pernyataan bahwa debriefing mencegah gangguan stres pasca-trauma, bahkan ada beberapa bukti bahwa debriefing, terutama debriefing sesi tunggal (singgle session debriefing) dapat memperburuk keadaan dalam jangka panjang. 3.3. Gangguan Stres Pascatrauma Reaksi yang berkepanjangan biasanya terjadi menyusul peristiwa traumatik yang ekstrim, yang bersifat katastrofik dan menakutkan, yang menimbulkan distress
28
pada hampir setiap orang. Termasuk disini adalah bencana alam misalnya bencana bumi, bencana akibat ulah manusia seperti kebakaran, kecelakaan, dan peperangan serta penyerangan fisik atau perkosaan. Tidak semua yang terlibat dalam peristiwa itu mengalami reaksi yang berkepanjangan, sebagian besar pulih dalam waktu satu bulan. Reaksi jangka panjang yang paling sering terjadi adalah gangguan stres pasca trauma (GSPT) atau post traumatic stress disorder (PTSD), gangguan fobik dan gangguan depresif. GSPT biasanya timbul dalam waktu enam bulan setelah terjadinya peristiwa traumatik atau merupakan kelanjutan dari gangguann stres akut yang berlangsung maksimal satu bulan. Alasan berubahnya diagnosis dari gangguan stres akut menjadi gangguan stres pascatrauma setelah satu bulan adalah karena kasus yang berlangsung lebih dari satu bulan biasanya menjadi kronis dan memerlukan pendekatan dan pengobatan yang berbeda daripada gangguan stres akut. Gejala utama GSPT adalah mengalami kembali secara involunter peristiwa traumatik dalam bentuk mimpi atau “banyangan” yang intrusif, yang menerobos masuk kedalam kesadaran secara tiba-tiba (kilas balik atau flashback). Hal ini sering dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa traumatik yang pernah dialami. Kelompok gejala yang lain adalah tanda-tanda meningkatnya keterjagaan (arousal) berupa anxietas yang hebat, iritabilitas, insomnia. Dan konsentrasi yang buruk. Anxietas akan bertambah parah pada saat terjadi kilas balik. Gejala-gejala disosiatif merupakan kelompok gejala lainnya yang terdiri dari peristiwa traumatik, perasaan bukan bagian dari peristiwa itu (dectachment) ketidakmampuan untuk merasakan perasaan (emotional numbness). Kadangkadang terjadi depersonalisasi den derealisasi.
29
Perilaku menghindar merupakan bagian dari gejala GSPT. Pasien menghindari hal-hal yang dapat mengingat dia akan peristiwa traumatik tersebut. Gejala-gejala depresi kerap kali didapatkan dan penyintas (survivor) serring merasa bersalah. Perilaku maladaptif sering terjadi berubah rasa marah yang persisten,penggunaan alkohol atau obat-obatan berlebihan dan perbuatan mencederai diri yang sebagian berakahir dengan bunuh diri. Terapi utama untuk GSPT adalah terapi kognitif perilaku yang harus mencakup unsur-unsur: pendidikan tentang GSPT, swa-pantau gejala-gejala, manajemen anxietas, pemaparan terhadap rangsangan yang mengakibatkan anxietas dalam suasana yang mendukung, penataan kembali kognisi (cognitive restructuring) terutama untuk trauma komplex, dan manajemen kemarahan. Termasuk dalam kelompok penanganan ini adalah teknik paparan berkepanjangan (prolonged exposure). Eye mevement desensitisation and reprocessing (EMDR) adalah terapi baru yang menggunakan gerakan bola mata bolak-balik secara volunter untuk mengurangi anxietas yang berhubungan dengan pikiran yang mengganggu. Terapi psikodinamik bertujuan untuk memahami arti peristiwa traumatik bagi individu dan menggarap dan menyelesaikan konflik tak sadar yang memprovokasi GSPT. Bukti efikasi obat tertentu untuk GSPT masih terbatas, meskipun kondisi komorbiditas harus diobati dengan intervensi spesifikasi. Pengobatan harus ditunjukan pada gejala utama:
Gejala depresi: SSRI (ada bukti yang cukup kuat untuk fluoksetin, fluvoksamin dan sertralin); trisiklik (beberapa bukti untuk amitriptilin dan imipramin).
Gejala anxietas: benzodiazepin (klonazepam, alprazolam), buspiron dan antidepresan.
30
Gangguan tidur dapat diperbaiki dengan penggunaan yang sedatif (misalnya, trazodon), siproheptadin atau hipnotika.
Pikiran intrusif: karbamazepin, lithium fluvoksamin
Keterjagaan berlebihan: SSRI, propanolol/klonidin, lithium, volproat.
Histilitas/impulsivitas: karbamazepin, volproat.
Gejala psikotik/agresi atau agitasi yang hebat: antipsikotik.
Sampai 50% kasus akan pulih dalam tahun pertama, namun sampai 30% perjalanan penyakitnya akan kronis. Tampakya hasilnya bergantung pada keparahan gejala awal. Pemulihan akan dibantu dengan: dukungan sosial yang baik, tidak ada tanggapan negatif dari orang lain, tidak ada mekanisme coping yang maladaptif, serta tidak adanya peristiwa traumatik berikutnya, termasuk kesehatan fisik, disabilitas, kecacatan, relasi yang terputus, masalah keuangan dan proses hukum. 3.4. Gangguan Penyesuaian Stres Gangguan penyesuaian terjadi dalam satu bulan setelah stresor psikososial dan berlangsung tidak lebih lama dari enam bulan setelah stresor tersebut (atau akibatnya) menghilang, kecuali pada kasus reaksi depresif berkepanjangan. Gejala-gejala menjadi klinis signifikan karena distress atau fungsi normal. Gejalagejala tersebut mungkin juga berupa manifestasi di bawah ambang (sub-threshold manifestation) dari gangguan mood,gangguan anxietas, gangguan terkait stres, gangguan somatoform atau gangguan tingkah laku. Prevalensi gangguan penyesuaian pada pasien rawat inap atau rawat jalan diperkirakan sekitar 5%. Pada rumah sakit umum prevalensinya bisa mencapai 20% dengan penyakit fisik merupakan stresor primer pada 70% kasus. Presdisposisi individual sangat berpengaruh daripada kondisi lain, tetapi gejala tidak akan muncul tanpa adanya stresor. Komorbiditas dengan penggunaan alkohol berlebihan sering dijumpai dan menambah rumitnya gambaran kasus.
31
Penatalaksanaan utama pada dasarnya adalah psikoterapi if untuk meninggalkan kemampuan coping terhadap stresor yang tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, dan untuk membentuk dukungan yang cukup, terutama pertolongan praktis seperti bantuan pengasuh anak, dukungan keuangan, pekerjaan, dan kontak dengan kelompok dukungan tertentu, agar adaptasi bisa maksimal. Ventilasi atau verbalisasi perasaan dapat berguna dalam mencegah perilaku maladaptif seperti isolasi sosial, perilaku destruktif, atau bunuh diri. Pemahaman akan arti stresor bagi individu akan membantu memperbaiki distorsi kognitif. Penggunaan anxiolitika atau hipnotika dimungkinkan apabila gejala-gejala menimbulkan distress dan persisten, misalnya pada depresi atau disforia yang berkepanjangan, atau manakala interviensi psikologis tidak berhasil. Setelah lima tahun angka pemulihan dapat mencapai 70%, namun pada remaja hanya mencapai 40% dan sampai 20% berkembang menjadi masalah psikiatrik utama. Pada orang dewasa, gangguan psikiatrik utama yang berkembang biasanya depresi, anxietas atau masalah terkait alkohol. 3.5. Menghadapi Stres Langkah pertama dalam menghadapi dan mangatasi stres adalah mengakui bahwa sedang mengalami stres. Kita harus menyadari apa yang sedang terjadi dengan diri kita sendiri, yaitu memperhatikan gejala-gejala dalam diri dan dengarkanlah “bahasa orang”, karena orang yang terganggu menimbulkan gejala-gejala yang dapat memberi petunjuk akan gangguan emosioanal. Tanda-tanda stres yang perlu diperhatikan adalah: 1. Merasa gelisah dan tidak dapat bersantai. 2. Menjadi lekas marah dan seperti akan meledak bila ada sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan kemauan. 3. Ada waktu-waktu dengan perasaan sangat lelah atau lelah yang berkepanjangan. 32
4. Sukar berkosentrasi. 5. Kehilangan minat terhadap reakreasi yang sebelumnya dapat dinikmati dan sudah biasa dilakukan. 6. Menjadi khawatir mengenai hal hal yang sebenarnya tidak dapat diselesaikan dengan perasaan khawatir saja. 7. Bekerja berlebihan, biarpun tidak seluruhnya efektif. 8. Makin lama makin banyak pekerjaan yang dibawa pulang ke rumah. 9. Makin banyak merokok atau makin banyak memakai minuman keras dibandingkan dengan sebelumnya. 10. Berulang kali merasa kehilangan perspektif atau merasa masa depan suram mengenai apa yang sebenarnya penting dalam pekerjaan dan keluarga atau mungkin juga dalam hidup.
Untuk mencegah stres, yang paling baik adalah mengubah sikap terhadap stresor. Makin penting stresor itu dianggap, makin besar stres yang timbul sebagai akibatnya. Makin santai dan rileks stresor itu dihadapi, makin banyak alternatif penyelesain yang dilihat, makin ringan stres itu. Berusahalah melihat peran dan usaha kita dalam keadaan itu secara realistik dan dalam proporsi yang sebenaranya, belajar mendelegasikan sebagian pekerjaan kepada orang lain dan percayalah pada orang itu. Melakukan relaksasi (relaksasi ringan, relaksasi progresif, meditasi, atau cara-cara relaksasi lain) dapat membantu mengurangi stres atau pun mencegah timbulnya stres patologis. (Menurut buku F. Willy dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press). 3.6. Koping / Cara Mengatasi stress Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh individu untuk menghadapi situasi yang menekan.Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian diri,namun koping merupakan istilahyang khusus
33
digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika menghadapi tekanan atau stress. Ada berbagai macam koping. Pendapat berbagai tokohpun beragam. Ada yang menyebutkan istilah koping hanya untuk cara-cara mengatasi persoalan yang sifatnya positif. Namun ada juga yang melihat koping sebagai istilah yang netral. Koping yang negatif menimbulkan berbagai persoalan baru di kemudian hari,bahkan sangat mungkin memunculkan berbagai gangguan pada diri individu yang bersangkutan.Sebaliknya koping yang positif menjadikan individu semakin matang,dewasa dan bahagia dalam menjalani kehidupannya. Ada berbagai cara untuk mengatasi stress. Akibat apabila stres telah mempengaruhi fisik, dan bahkan menimbulkan penyakit tertentu, peranan obat atau medikasi biasanya diperlukannamun obat itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka panjang. Ada efek negatif bila menggunakan obat terus menerus. Disamping obat-obat tertentu membutuhkan biaya yang mahal,obat juga bisa mengakibatkan ketergantungan dan bahkan membuat orang tertentu kebal terhadap obat tertentu.Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
1. Istirahat dan Tidur Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki selsel yang rusak.
2. Olah Raga atau Latihan Teratur Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lamalama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
34
3. Berhenti Merokok Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.
4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
5. Pengaturan Berat Badan Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
6. Pengaturan Waktu Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
7. Terapi Psikofarmaka Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-
35
obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.
8. Terapi Somatik Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain. 9. Psikoterapi Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi if dan psikoterapi redukatif di mana psikoterapi if memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
10. Terapi Psikoreligius Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan
psikologis
mengingat
dalam
mengatasi
permasalahan
psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.
11. Homeostatis Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara alamiah akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas dan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
36
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu sistemendokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat cara di antaranya: a) Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat sepertidalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia. b) Berkompensasi
yaitu
tubuh
akan
cenderung
bereaksi
terhadap
ketidaknormalan dalam tubuh. c) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada. d) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis. Pencegahan terhadap stres bisa dilakukan dengan mengubah sikap hidup.Orang yang terlibat lebih aktif dengan pekerjaan dan kehidupan masyarakat,lebih berorientasi pada tantangan dan perubahan,dan merasa dapat menguasai kejadian-kejadian dalam hidupnya adalah orang yang tidak akan mudah terkena efek negatif stress. (www.slideshare.net/suherlambang/stresskesehatan-dan-coping. Diunduh pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 15.26 WIB). 3.7. Pengertian Distress Dari buku Managing Stress oleh David Fontana. Distress berasal dari bahasa Prancis Lama, destresse, yang berarti ditempatkan dibawah kesempitan atau penindasan. Setelah melewati berabad-abad, kata destresse mengalami perubahan di dalam bahasa Inggris Middle (Middle English), terkadang penyebutan “di” hilang sehingga meninggalkan dua buah kata “stress” dan “distress” yang juga memiliki arti yang berbeda. Stress memiliki arti perasaan yang
kacau,
sedangkan
distress
mengindikasikan
sesuatu
yang
tidak
menyenangkan. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak
37
sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Distress adalah jenis stres yang memiliki efek negatif pada kesehatan fisik dan emosional. Distress sering menghasilkan emosi yang intens, seperti kemarahan, rasa takut, dan kecemasan atau panik. Terkadang, tekanan juga dapat terwujud dalam gejala fisik, seperti palpitasi, sesak napas, dan peningkatan tekanan darah. Distress dapat berpengaruh terhadap kondisi jasmaniah, psikologis, sosial, dan spiritual seseorang. Secara jasmaniah, orang yang mengalami tekanan berlebihan biasanya pupil matanya menjadi lebar, produksi air liurnya menurun, paru-parunya mengembang karena membutuhkan suplai oksigen yang lebih banyak, kadar gulanya meningkat, jantungnya bekerja lebih keras agar dapat menyuplai darah secara cukup ke semua organ dan otot, dan pencernaan makanannya terhenti agar energi dapat lebih banyak dipusatkan ke otot. Kondisi yang dijabarkan ini dapat berakibat buruk dan memicu munculnya berbagai penyakit jika terjadi secara berkelanjutan. 3.8. Penyebab Distress Psychological Distress memiliki perasan takut, kegelisahan, kebosanan, kesendirian, dan perpisahan. Psychological Distress merupakan penderitaan emosional yang dialami oleh individu yang disebabkan oleh; hubungan yang tidak memuaskan pada masa lalu maupun masa sekarang; situasai yang berbahaya, mengganggu, dan membuat frustasi; serta perasaan tidak bahagia, rasa gugup, dan rasa kesal, dimana hal ini dinilai dapat membahayakan well-being individu tersebut serta mengganggu kesehatannya, yang pada umumnya ditandai dengan gejala kecemasan dan depresi.
38
3.9. Gejala Distress 1. Jantung sering berdebar tanpa sebab diketauhi 2. Berkeringat-dingi atau merasa menggigil 3. Ke toilet lebih sering dari biasanya 4. Mulut terasa kering 5. Sakit/ nyeri di perut bagian atas 6. Mudah lelah walaupun mengerjakan pekerjaan yang ringan 7. Merasa sakit seluruh otot badan yang tidak biasa 8. Sakit kepala tanpa sebab 9. Mudah tersinggung 10. Kurang rasa humor 11. Kurang selera terhadap makanan, kesenangan ataupun seks 12. Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit tanpa disadari 13. Kurang punya waktu menjalankan hobi/ kebiasaan 14. Merasa tidak mampu mengatasi permasalahan apapun 15. Kurang tertarik berkomunikasi dengan orang lain dan selalu menghindar 16. Kurang percaya terhadap penampilan diri 17. Merasa segala sesuatu tidak berguna 18. Selalu merasa kehilangan dan sedih 19. Pelupa 20. Sulit tidur, tidur tidak nyaman dan mudah terbangun, bangun merasa tidak segar
39
4.0. Cara menanggulangi Distress Seseorang dikatakan mengalami distress apabila mengalami 7 dari 20 gejala distress diatas. Orang-orang yang berada dibawah distress secara konstan Kemungkinan besar dapat menderita sakit, secara fisik maupun mental. Orang orang mempunyai caranya sendiri untuk menanggulangi distress, yaitu melaluicara positif maupun cara negatif.
Cara positif: a) Mendengarkan musik b) Melakukan kegiatan yang menyenangkan c) Berolahraga d) Melakukan kegiatan yang menyehatan lainnya
Cara negatif: a) Memakai obat – obatan terlarang b) Meminum minuman beralkohol c) Melampiaskan kemarahan Cara – cara untuk menanggulangi distress dengan cara negatif umumya dapat menyebabkan menjadi ketagihan dan akhirnya memperburuk keadaan. (http://goenable.wordpress.com/2012/0106/konflik-dalam-organisasi/ di unduh pada tanggal 24 Oktober 2015 pukul 16.33 WIB). 4.1. Pengertian Depresi Depresi adalah salah satu tahap paling buruk dalam gangguan saraf, karena ini merampas begitu banyak keinginan untuk sembuh. Bagaimanapun juga masih ada yang dapat mengalahkan perasaan itu dan masih punya harapan untuk sembuh kembali. Saya yakin bahwa orang-orang semacam itu dapat sembuh, betapapun berat stres yang mereka alami, dan bahwa mereka dapat melakukan itu tanpa bantuan perawatan shock. Namun demikian, bagi yang sudah tidak lagi berminat untuk sembuh, serig dianjurkan untuk mendapat perawatan shock. Obat
40
anti depresan sangat menolong, tetapi obat ini, sama halnya dengan pbat penenang, hanya boleh dibeli dengan resep dokter. (Menurut buku Weekes, Dr. Claire. 1991. Mengatasi Stres. Yogyakarta: Kanisius).
Istilah depresi sudah begitu popular dalam masyarakat dan semua orang sudah mengetahuinya, termasuk orang yang awamdalam bidang kedokteran dan psikologi. Akan tetapi, arti sebenarnya dari depresi itu sukar didefinisikan secara tepat. Istilah dan kata yang identik maknanya dengan depresi dalam bahasa Indonesia sehari-hari tidak ada. “Sedih” tidak identik dengan depresi demikian juga dengan “putus asa”, meski keduanya merupakan gejala penting dari depresi. Orang awam menggunakan istilah depresi dengan sangat bebas dan umum sehingga mengaburkan makna dari istilah itu sendiri. Ada yang beranggapan bahwa depresi itu berarti suatu keadaan kesedihan dan ketidakbahagiaan. Depresi adalah gangguan kesehatan mental, kondisi kejiwaan. Secara khusus, itu adalah gangguan mood yang ditandai dengan suasana hati yang masih rendah dimana ada perasaan sedih dan kehilangan minat. Depresi berbeda dari fluktuasi suasana hati kita semua, pengalaman sebagai bagian dari kehidupan yang normal dan sehat. Respons emosional sementara terhadap tantangan hidup sehari-hari tidak merupakan depresi. Demikian juga, bahkan perasaan kesedihan akibat kematian seseorang yang dekat atau jenis kerugian lainnya jika depresi tidak stabil. Depresi bisa, bagaimanapun terkait dengan kematian ketika depresi tersebut menjadi kerugian, psikolog menyebutnya “berkabung rumit”. (http://www.medicalnewstoday.com/articles/8933.php. Diunduh pada tanggal 2 November 2015. Pukul 08.51 WIB) Ada beberapa definisi depresi menurut para ahli : Menurut Rice PL, depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan
41
dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Menurut Kusumanto depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang psikopatologis, yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas. Depresi dapat merupakan suatu gejala, atau kumpulan gejala (sindroma). Menurut Kartono depresi adalah kemuraman hati kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan yang patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior/rendah diri, sakit hati yang dalam penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya, maka ia disebut melankholi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang, muncul perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan¸yang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas. (http://chieraeray.blogspot.co.id/http://www.pengertianku.net/2015/01/pengertiandepresi-dan-cara-mengatasi-depresi-lengkap.html2012/08/depresi-pengertianpenyebab-dan.html. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015. Pukul 12.33 WIB). 4.2. Gejala-gejala depresi a) Gejala Fisik Gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi sebagai berikut: 1. Gangguan pola tidur. Misalanya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur. 2. Menurunnya tingkat aktivitas. Misalnya, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti menonton tv, makan dan tidur.
42
3. Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas. 4. Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. 5. Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seorang menyimpan perasaan negatif, maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan.
b) Gejala Psikis Adapun tanda-tanda gejala psikis sebagai berikut: 1. Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. 2. Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. 3. Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama dibidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. 4. Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. 5. Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya.
c)Gejala sosial
43
Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya memengaruhi lingkungan dan pekerjaan (aktivitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebutyang pada umumnya negatif (mudah marah, mudah tersinggung, suka menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit).
4.3. Penyebab Depresi a. Faktor genetic Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi berat memiliki resiko lebih besar menderita gangguan depresi daripada masyarakat pada umumnya. Gen berpengaruh dalam terjadinya depresi, tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorangpun peneliti yang mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja. Dan tidak ada bukti langsung bahwa ada penyakit depresi yang disebabkan oleh faktor keturunan. b. Susunan kimia otak dan tubuh Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormone noradenalin yang memegang peranan utama dalam mengendalikan otak danaktivoitas tubuh, tampaknya berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada wanita, perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran anak dan menopause juga dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi. c. Faktor usia Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurunyang menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin
44
banyak yang terkena depresi. Survey masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-44 tahun. d. Gender Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun, tekanan sosialpada wanita yang mengarahkan pada depresi. Misalnya, seorang diri dirumah dengan anak-anak kecil lebih jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi atau menjadi pemicu penyakit depresi. e. Gaya hidup Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stres dan kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang yang mengalami depresi penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien beresiko penyakit jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur,makan tidak teratur, pengawet dan pewarna buatan, kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras. f. Penyakit fisik Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri, juga depresi. Alasan terjadinya depresi cukup kompleks. Misalnya, depresi sering terjadi setelah serangan jantung, mungkin karena seseorang merasa mereka baru saja mengalami kejadian yang dapat menyebabkan kematian atau karena mereka tiba-tiba
45
menjadi orang yang tidak berdaya. Pada individu lanjut usia penyakit fisik adalah penyebab yang paling umum terjadinya depresi. g. Obat-obatan Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat menyebabkan depresi. Namun bukan berarti obat tersebut menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih berbahaya daripada depresi. h. Obat-obatan terlarang Marijuana/Ganja Heroin/ Putauw Kokaina Ekstasi Sabu-sabu i. Sinar matahari Kebanyakan dari kita merasa lebih baik dibawah sinar matahari daripada mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD). j. Kepribadian Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian.
4.4. Risiko yang ditimbulkan oleh depresi a. Bunuh diri Perasaan kesepian dan ketidakberdayaan adalah faktor yang sangat besar seseorang melakukan bunuh diri. Orang yang lanjut usia merupakan populasi yang paling merasa kesepian. Orang yang menderita depresi kadang-kadang merasa begitu putus asa sehingga mereka benar-benarmempertimbangkan membunuh dirinya sendiri.
46
b. Gangguan tidur: insomnia dan hypersomnia Gangguan tidur dan depresi cenderung muncul bersamaan. Kesulitan tidur dianggap sebagai gejala gangguan mood. Setidaknya 80% dari orang yang menderita depresi mengalami insomnia, atau kesulitan untuk tidur, sering kali, kesulitan untuk tetap tertidur. Depresi juga berpengaruh terhadap kualitas tidur yang menyebabkan seseorang merasa lelah setelah bangun. Sekitar 15% dari yang mengalami depresi tidur berlebihan.
c. Gangguan dalam hubungan Sebagai akibat dari depresi, seseorang cenderung mudah tersinggung, senantiasa sedih sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain atau dalam situasi lainmenyalahkan orang lain, hal ini menyebabakan hubungan dengan orang lain menjadi tidak baik.
d. Gangguan dalam pekerjaan Pengaruh depresi sangat terasa dalam kehidupan pekerjaanseseorang. Depresi meningkatkan kemungkinan dipecat dan pendapatan yang lebih rendah. Depresi mengakibatkan kerugian dalam produksi karena absenteisme ataupun performa yang sangat buruk. Pekerja dengan depresi juga kehilangan lebih banyak waktu karena kesehatan yang buruk daripada pekerja yang tidak mengalami depresi.
e. Gangguan pola makan Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan dan gangguan pola makan dapat menyebabkan depresi. Pada orang yang menderita depresi terdapat dua kecenderungan umum mengenai pola makan yang secara nyata memengaruhi berat tubuh yaitu: Tidak selera makan Keinginan makan-makanan yang manis bertambah
47
f. Perilaku-perilaku merusak Beberapa prilaku yang merusak disebabkan oleh depresi adalah: Agresivitas dan kekerasan Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang Perilaku merokok
4.5. Cara Menanggulangi Depresi 1. Obat Antidepresan Ada beberapa obat antidepresan yaitu: Lithium. Lithium adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar. MAOIs Tricyclics. SSRIs 2. CBT(Cognitive Behavior Therapy) Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatif dan keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional. Jadi fokus teori ini adalah mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis menjadi logis. 3. Terapi Interpersonal Terapi Interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus kepada hubungan antara orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit kejiwaan. 4. Konseling kelompok dan dukungan sosial Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang konselor professional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil
5. Berolahraga
48
Keadaan mood yang negatif seperti depresi, kecemasan, dan kebingungan disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negatif pula. Salah satu cara yang dapat dilakuakan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positifyang dapat menghalangi munculnya mood negatif adalah dengan berolahraga. 6. Diet (mengatur pola makan) Simtom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh. Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat menyebabkan depresi semakin parah yaitu:
Konsumsi kafein secara berkala
Konsumsi sukrosa (gula)
Kekurangan biotin, asam folat dan vitamin B, C, kalsium, tembaga, magnesium
Kelebihan magnesium
Ketidakseimbangan asam amino
Alergi makanan
7. Terapi Humor Sudah
lama
professional
medis
mengakui
bahwa
pasien
yang
mempertahankan sikap mental yang positif dan berbagai tawa merespons lebih baik terhadap pengobatan. Respons psikologis dari tertawa termasuk meningkatkan pernapasan, sirkulasi, sekresi hormone dan enzim pencernaan, dan peningkatan tekanan darah. 8. Berdoa Banyak orang mempunyai kecenderungan alami untuk berpaling pada agama dalam memperoleh kekuatan dan hiburan. Bagi yang percaya,keyakinan yang kuat dan menjadi anggota aliran agama tertentu serta tujuan yang sama dapat menanggulangi penderitaan dan depresi.Berdoa merupakan salah satu cara untuk mengatasi depresi. Mengambil waktu untuk berdoa memberi kesempatan kepada kita menghentikan kegiatan kita dan jalan arus hidup kita.
49
9. Hidroterapi dan Hidrotermal Hidroterapi adalah penggunaan air untuk pengobatanpenyakit. Terapi hidrotermal adalah penggunaan efek temperature air misalnya mandi air panas, sauna, dan lain-lain.Pengobatan dari hidroterapi berdasarkan efek mekanis atautermal dari air. Tubuh bereaksi pada stimulus panas dan dingin. Saraf mengantarkan rangsangan yang dirasakan kulit kedalam tubuh, dimana merangsang system imun, memengaruhi hormone stres, meningkatkan aliran tubuh dan mengurang rasa sakit.
(http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/01/makalah-psikologi-kesehatandepresi.html. Diunduh pada tanggal 19 oktober 2015. Pukul 15.36 WIB). 4.6. Pengobatan Depresi Sebelum menentukan langkah pengobatan, dokter akan menanyakan beberapa hal tentang kondisi mental dan juga mengenai kondisi kesehatan Anda secara umum. Dokter akan bertanya seputar gejala-gejala depresi yang Anda alami dan menyelidiki apa saja pemicu-pemicunya. Selain konsultasi secara lisan, dokter mungkin akan melakukan tes darah untuk memastikan bahwa gejala yang terjadi adalah akibat depresi dan bukan masalah kesehatan seperti gangguan keseimbangan hormon tiroid.Terkadang saat seseorang mengalami depresi, mereka sulit membayangkan ada pengobatan yang bisa membantu. Pada kenyataannya, depresi akan lebih mudah disembuhkan jika lebih cepat ditangani. Bersikaplah terbuka kepada dokter Anda.Penanganan yang dilakukan oleh dokter tergantung kepada jenis dan penyebab depresi yang sedang diderita. Penanganan Sendiri Jika depresi tergolong ringan yaitu depresi dengan gejala-gejala yang tidak terlalu mengganggu rutinitas sehari-hari penderitanya, penanganan sendiri bisa cukup efektif. Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan sendiri untuk menangani depresi. Langkah-langkah yang bisa dijalankan adalah:
50
Belajar tentang depresi. Memahami lebih jauh tentang penyakit yang dialami bisa membantu dan memotivasi Anda dalam menjalani pengobatan yang dilakukan. Agar keluarga memberikan dukungan sepenuhnya, mintalah mereka mempelajari tentang depresi.
Berolahraga. Kegiatan ini bisa membantu mengurangi gejala depresi. Lakukan olahraga seperti berjalan, berenang, lari, berkebun atau aktivitas fisik lainnya. Fungsi utama berolahraga adalah meningkatkan rasa kepercayaan diri dan mengurangi perasaan cemas serta sedih. Selain itu, olahraga juga mampu meningkatkan kualitas tidur seseorang.
Tidur secukupnya. Tidur yang cukup juga sangat penting bagi kesehatan mental dan fisik.
Meditasi atau yoga. Kegiatan ini bisa membantu dalam hal relaksasi. Dengan belajar cara mengendalikan dan menenangkan pikiran, gejala depresi bisa menjadi lebih ringan.
Menghindari minuman keras dan narkoba. Rokok, minuman keras maupun narkoba pada awalnya mungkin terlihat membantu, sebenarnya ini hanya akan menambah masalah untuk jangka panjang.
Komunitas
pendukung.
Membicarakan
masalah
Anda
dengan
sekelompok orang dengan pengalaman yang sama bisa mengurangi beban yang dirasakan. Anda bisa memulai dengan berbicara dengan teman atau keluarga terdekat. Cari tahu tentang kelompok pendukung di daerah Anda. Ketika Anda mengalami depresi, usahakan untuk membicarakan apa pun yang Anda rasakan dengan orang dekat Anda. Setidaknya Anda bisa menjelaskan kepada dokter yang menangani. Jangan pernah membuat keputusan apapun saat Anda merasa sedih atau sedang mengalami gejala-gejala depresi. Terapi Bicara Selain perubahan gaya hidup dan relaksasi, berikut ini adalah beberapa pilihan terapi yang umumnya digunakan untuk mengatasi depresi:
51
Cognitive Behavior Therapy (CBT).Diterapkan pada orang-orang yang tersandera oleh pola pikir tertentu yang merugikan mereka. Sebagai contoh, ada seorang wanita yang sangat tidak percaya diri dan tidak berani melakukan apapun karena sejak kecil ibunya sering mengkritik. CBT akan membantunya untuk melepaskan diri dari pikiran dan perasaan negatif akibat hal tersebut dan menggantinya dengan respons positif seperti “saya wanita mandiri yang dapat mencapai apa pun yang saya inginkan”. Interpersonal Therapy (IPT). Prinsip dasar IPT adalah bahwa meningkatkan pola komunikasi dan interaksi dengan orang lain dapat membantu meringankan depresi. IPT membantu menganalisis penyebab konflik dengan orang lain seperti pertengkaran dengan anggota keluarga atau konflik dengan rekan kerja. Terapi Psikodinamis Terapi ini membantu memahami bagaimana emosi memengaruhi perilaku pengidap depresi. Pasien akan dibantu untuk memahami dan mencari jalan keluar atas masalahnya. Terapi-terapi tersebut umumnya dilakukan oleh psikiater, psikolog atau terapis ahli. Obat-obatan yang Dipakai Untuk Mengatasi Depresi Selain penanganan sendiri, depresi juga bisa ditangani dengan obat-obatan. Terutama untuk kasus depresi yang lebih parah, langkah-langkah di atas akan perlu ditunjang dengan obat-obatan berikut:
Antidepresan. Obat ini digunakan untuk mengatasi gejala-gejala depresi. Ada banyak pilihan obat antidepresan. Obat ini diberikan sesuai resep dokter. Tingkat keberhasilan dan dampak dari obat antidepresan berbedabeda pada tiap orang. Contoh obat antidepresan adalah fluoxetin, citalopram dan amitriptylin. Pemakaian obat antidepresan umumnya akan 52
memerlukan pemantauan dokter secara teratur terutama pada awal pemakaian.
Lithium. Terdapat dua jenis dari obat ini, yaitu lithium karbonat dan lithium sitrat. Obat ini digunakan jika antidepresan tidak cukup kuat untuk meredakan gejala depresi yang dirasakan. Lithium bisa berubah menjadi racun jika kadarnya terlalu tinggi di dalam darah. Oleh karena itu, penderita yang mengonsumsi lithium perlu melakukan tes secara teratur untuk mengawasi tingkat lithium dalam darah. Konsumsi garam juga perlu dikurangi karena dapat memicu efek keracunan akibat lithium.
Penyakit depresi yang parah dan tidak ditangani dapat menyebabkan penderita kehilangan motivasi untuk hidup dan akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Usahakan untuk membicarakan masalah apapun dengan orang-orang terdekat Anda atau dengan dokter. Kenali gejala-gejala depresi jika terjadi pada orangorang di sekitar Anda. Makin cepat penanganan dan pengobatan yang dilakukan, maka peluang kesembuhan secara menyeluruh menjadi lebih tinggi. Depresi dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti trauma, sedih berkepanjangan, masalah keuangan, hingga tak memiliki pekerjaan. Namun ternyata tanpa mengalami hal-hal tersebut seseorang bisa juga mengalami depresi. Faktanya, ada hal-hal yang mungkin tidak disadari yang ikut berkontribusi menyebabkan depresi yaitu: 1.Merokok Merokok telah lama dikaitkan dengan depresi, meski belum jelas sebenarnya apa yang jadi penyebabnya, merokok menyebabkan depresi atau depresi menyebabkan orang cenderung untuk merokok. Namun demikian, zat yang ada dalam rokok nikotin diketahui dapat mempengaruhi aktivitas saraf dalam otak sehingga meningkatkan kadar dopamin dan serotonin yang berperan sebagai obat antidepresan. Risikonya jika tidak merokok, tubuh akan kekurangan dopamin dan serotonin yang mengakibatkan depresi. Inilah yang menjadikan rokok bersifat adiktif.
53
2.Penyakit tiroid Saat tiroid, kelenjar berbentuk kupu-kupu di dalam leher, tidak menghasilkan cukup hormon tiroid (hipotiroidisme), maka seseorang bisa mengalami depresi. Hormon ini sejatinya memiliki banyak fungsi, namun salah satu fungsi utamanya yaitu sebagai penghantar rangsangan saraf dan mengatur kadar serotonin. 3.Kebiasaan kurang tidur Tidur merupakan kebutuhan penting bukan hanya untuk menjauhkan tubuh dari peradangan, tapi juga dari depresi. Sebuah studi menemukan, orang sehat yang kurang tidur memiliki aktivitas otak lebih besar saat melihat gambar yang membuat kesal dibandingkan mereka yang tidak. Aktivitas otak yang besar saat kesal merupakan ciri dari orang yang depresi. Direktur Center for Circadian Medicine dr Matthew Edlund mengatakan, jika tidak cukup tidur, maka otak tidak memiliki waktu untuk memperbaiki sel-sel otak yang rusak sehingga mengganggu kinerja otak.Kinerja otak merupakan salah satu faktor penyebab depresi. 4. Terlalu banyak menggunakan media sosial Sejumlah studi menunjukkan, terlalu banyak menggunakan media sosial berhubungan dengan depresi, terutama pada remaja.Hal ini terjadi karena kurangnya interaksi antarmanusia dalam kehidupan nyata dan cenderung untuk berpikir
tidak
realistis
pada
dunia.
5. Selesainya tayangan televisi atau film Saat sesuatu yang penting berakhir, seperti renovasi rumah besar-besaran, film, bahkan
tayangan
televisi
berakhir,
orang
cenderung
untuk
merasa
depresi.Menurut asisten profesor komunikasi di Ohio University Emily MoyerGuse, orang bisa mengalami stres saat menonton tayangan karena merasakan ikatan yang kuat dalam peran yang dimainkan. Sehingga saat berakhir, mereka cenderung
untuk
merasa
depresi.
6. Tempat tinggal
54
Studi menemukan, orang yang tinggal di kota memiliki tingkat stres 39% lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di desa. Menurut sebuah studi, orang yang tinggal di kota memiliki aktivitas otak lebih tinggi lantaran stres yang dialami. Sehingga stres berkepanjangan akan menimbulkan depresi. 7. Terlalu banyak pilihan Saat menghadapi banyak pilihan, orang mungkin saja mengalami depresi. Dari hal sederhana seperti makanan, memilih yang terbaik dan sesuai dengan kebutuhan dapat
menjadi
sangat
melelahkan.
8. Kurang makan ikan Kurang asupan asam lemak omega-3 yang ditemukan dalam ikan salmon dan minyak
sayur
diketahui
meningkatkan
risiko
depresi.
9. Obat-obatan Depresi kadang merupakan efek samping dari penggunaan banyak obat-obatan, seperti obat insomnia, penurun kolestrol, dan beberapa obat lainnya. 10. Pil KB Seperti obat-obatan, pil KB juga memiliki efek samping, salah satunya depresi. Meskipun efek ini tidak ada dalam setiap orang. 4.7.Tempat-tempat untuk menghilangkan Stres, Distress dan Depresi Jika Anda menghabiskan waktu tiap menit dari hari Anda dengan bekerja Anda akan keletihan atau bahkan capai mental. Pastikan bahwa Anda memanfaatkan waktu istirahat yang disediakan. Berikut ini adalah tempat-tempat untuk menghilangkan Stres, Distress dan Depresi: 1.
Menjelajahi alam, pergi ke taman, bertamasya, bersepeda, naik gunung.
2.
Menonton Konser, Pekan Raya, Festival.
3.
Mendatangi pusat-pusat perbelanjaan.
4.
Pergi ke Bioskop, Gedung Teater, Museum, Planetarium.
5.
Pergi ke salon untuk melakukan treatment.
55
(Menurut buku Losyk, Bob. 2005. Kendalikan Stres Anda!. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama).
56
BAB III PENUTUP
5.1. Kesimpulan Stress menurut Hans Selye merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.Faktor yang mempengaruhi stress yaitu, faktor lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu. Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh individu untuk menghadapi situasi yang menekan. Meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian diri,namun koping merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika menghadapi tekanan/stress. Distress adalah jenis stres yang memiliki efek negatif pada kesehatan fisik dan emosional. Distress sering menghasilkan emosi yang intens, seperti kemarahan, rasa takut, dan kecemasan atau panik. Terkadang, tekanan juga dapat terwujud dalam gejala fisik, seperti palpitasi, sesak napas, dan peningkatan tekanan darah. Depresi adalah gangguan kesehatan mental, kondisi kejiwaan. Secara khusus, itu adalah gangguan mood yang ditandai dengan suasana hati yang masih rendah dimana ada perasaan sedih dan kehilangan minat.
5.2. Saran Demikian makalah yang kami buat, kami sebagai penulis sangat menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
57
DAFTAR PUSTAKA
Losyk, Bob. 2005. Kendalikan Stres Anda!. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. http://www.uneg-uneg.com/index.php/2015/05/27/penyakit-stress-bisa-terjadikapanpun/. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2015. Pukul 12.16 WIB. F. Willy dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. www.slideshare.net/suherlambang/stresskesehatan-dan-coping. Diunduh pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 15.26 WIB. http://www.helpguide.org/articles/stress/stress-symptoms-causes-and-effects.htm. Diunduh pada tanggal 9 November 2015. Pukul 20.22 WIB). www.slideshare.net/suherlambang/stresskesehatan-dan-coping. Diunduh pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 15.26 WIB. http://goenable.wordpress.com/2012/0106/konflik-dalam-organisasi/ di unduh pada tanggal 24 Oktober 2015 pukul 16.33 WIB. (http://www.medicalnewstoday.com/articles/8933.php. Diunduh pada tanggal 2 November 2015. Pukul 08.51 WIB) http://chieraeray.blogspot.co.id/http://www.pengertianku.net/2015/01/pengertiandepresi-dan-cara-mengatasi-depresi-lengkap.html2012/08/depresi-pengertianpenyebab-dan.html. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2015. Pukul 12.33 WIB. http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/01/makalah-psikologi-kesehatandepresi.html. Diunduh pada tanggal 19 oktober 2015. Pukul 15.36 WIB.
58
LAMPIRAN
59
ARTIKEL STRESS SYMPTOMS, SIGNS, AND CAUSES Understanding Stress, its Harmful Effects, and the Best Ways to Cope
Modern life is full of frustrations, deadlines, and demands. For many people, stress is so commonplace that it has become a way of life. Stress isn’t always bad, though. Stress within your comfort zone can help you perform under pressure, motivate you to do your best, even keep you safe when danger looms. But when stress becomes overwhelming, it can damage your health, mood, relationships, and quality of life. You can protect yourself by understanding how the body’s stress response works, recognizing the signs and symptoms of stress overload, and taking steps to reduce its harmful effects. What is stress? Stress is your body’s way of responding to any kind of demand or threat. When you feel threatened, your nervous system responds by releasing a flood of stress hormones, including adrenaline and cortisol, which rouse the body for emergency action. Your heart pounds faster, muscles tighten, blood pressure rises, breath
60
quickens, and your senses become sharper. These physical changes increase your strength and stamina, speed your reaction time, and enhance your focus. This is known as the “fight or flight” stress response and is your body’s way of protecting you. When working properly, stress helps you stay focused, energetic, and alert. In emergency situations, stress can save your life—giving you extra strength to defend yourself, for example, or spurring you to slam on the brakes to avoid an accident. Stress can also help you rise to meet challenges. Stress is what keeps you on your toes during a presentation at work, sharpens your concentration when you’re attempting the game-winning free throw, or drives you to study for an exam when you'd rather be watching TV. But beyond your comfort zone, stress stops being helpful and can start causing major damage to your mind and body. How do you respond to stress? The latest research into the brain shows that we, as mammals, have three ways of regulating our nervous systems and responding to stress:
Social engagement is our most evolved strategy for keeping ourselves feeling calm and safe. Since the vagus nerve connects the brain to sensory receptors in the ear, eye, face and heart, socially interacting with another person—making eye , listening in an attentive way, feeling understood—can calm you down and put the brakes on defensive responses like “fight-or-flight.” When using social engagement, you can think and feel clearly, and body functions such as blood pressure, heartbeat, digestion, and the immune system continue to work uninterrupted.
Mobilization, otherwise known as the fight-or-flight response. When social engagement isn’t an appropriate response and we need (or think we 61
need) to either defend ourselves or run away from danger, the body prepares for mobilization. It releases chemicals to provide the energy you need to protect yourself. At the same time, body functions not needed for fight or flight—such as the digestive and immune systems—stop working. Once the danger has ed, your nervous system calms the body, slowing heart rate, lowering blood pressure, and winding back down to its normal balance.
Immobilization. This is the least evolved response to stress and used by the body only when social engagement and mobilization have failed. You may find yourself traumatized or “stuck” in an angry, panic-stricken or otherwise dysfunctional state, unable to move on. In extreme, lifethreatening situations, you may even lose consciousness, enabling you to survive high levels of physical pain. However, until you’re able to arouse your body to a mobilization response, your nervous system may be unable to return to its pre-stress state of balance.
While it’s not always possible to respond to stress using social engagement, many of us have become conditioned to responding to every minor stressor by immediately resorting to fight or flight. Since this response interrupts other body functions and clouds judgment and feeling, over time it can cause stress overload and have a detrimental effect on both your physical and mental health. Effects of stress overload The body’s autonomic nervous system often does a poor job of distinguishing between daily stressors and life-threatening events. If you’re stressed over an argument with a friend, a traffic jam on your commute to work, or a mountain of bills, for example, your body can still react as if you’re facing a life-or-death situation. When you repeatedly experience the fight or flight stress response in your daily life, it can raise blood pressure, suppress the immune system, increase the risk of
62
heart attack and stroke, speed up the aging process and leave you vulnerable to a host of mental and emotional problems. Many health problems are caused or exacerbated by stress, including:
Pain of any kind
Depression
Heart disease
Weight problems
Digestive problems
Auto immune diseases
Sleep problems
Skin conditions, such as eczema
Signs and symptoms of stress overload The following table lists some of the common warning signs and symptoms of chronic stress. The more signs and symptoms you notice in yourself, the closer you may be to stress overload. Cognitive Symptoms
Memory problems
Inability to concentrate
Poor judgment
Seeing only the negative
Anxious or racing thoughts
Constant worrying
Emotional Symptoms
Moodiness
Irritability or short temper
Agitation, inability to relax
Feeling overwhelmed
Sense of loneliness and isolation
63
Depression or general unhappiness
Physical Symptoms
Aches and pains
Diarrhea or constipation
Nausea, dizziness
Chest pain, rapid heartbeat
Loss of sex drive
Frequent colds
Behavioral Symptoms
Eating more or less
Sleeping too much or too little
Isolating yourself from others
Procrastinating or neglecting responsibilities
Using alcohol, cigarettes, or drugs to relax
Nervous habits (e.g. nail biting, pacing)
Keep in mind that the signs and symptoms of stress overload can also be caused by other psychological or medical problems. If you’re experiencing any of the warning signs of stress, it’s important to see a doctor to help determine if your symptoms are stress-related. The causes of stress Isolation and stress Since social engagement appears to be our best defense against stress, isolation or a lack of positive, consistent human interaction can be both a stressor in itself and exacerbate other causes of stress.
64
The situations and pressures that cause stress are known as stressors. We usually think of stressors as being negative, such as an exhausting work schedule or a rocky relationship. However, anything that puts high demands on you or forces you to adjust can be stressful. This includes positive events such as getting married, buying a house, going to college, or receiving a promotion. Of course, not all stress is caused by external factors. Stress can also be selfgenerated, for example, when you worry excessively about something that may or may not happen, or have irrational, pessimistic thoughts about life. Common external causes of stress
Major life changes
Work or school
Relationship difficulties
Financial problems
Being too busy
Children and family
Common internal causes of stress
Chronic worry
Pessimism
Negative self-talk
Unrealistic expectations/Perfectionism
Rigid thinking, lack of flexibility
All-or-nothing attitude
What causes excessive stress depends, at least in part, on your perception of it. Something that's stressful to you may not faze someone else; they may even enjoy it. For example, your morning commute may make you anxious and tense because you worry that traffic will make you late. Others, however, may find the trip
65
relaxing because they allow more than enough time and enjoy listening to music while they drive. Everyone experiences stress differently Karen is terrified of getting up in front of people to perform or speak, while her best friend, Nin, lives for the spotlight. Phil thrives under pressure and performs best when he has a tight deadline, while his co-worker, Matt, shuts down when work demands escalate. Anita enjoys helping her elderly parents. Her sister, Constance, helps out as well but finds the demands of caretaking very stressful. Richard doesn’t hesitate to send food back or complain about bad service when eating out, while his wife, Miranda, finds it much too stressful to complain. What determines your ability to manage stress? We're all different. Some people seem to be able to roll with life’s punches, while others tend to crumble in the face of far smaller obstacles or frustrations. Some people even seem to thrive on the excitement and challenge of a high-stress lifestyle. Your ability to tolerate stress depends on many factors, including the quality of your relationships and network, your life experiences, your emotional intelligence, and genetics. Factors that influence your stress tolerance
Your network – Social engagement is the body’s most evolved strategy for responding to stress so it’s no surprise that people with a strong network of ive friends and family are better able to cope with life’s stressors. On the flip side, the more lonely and isolated you are, the less opportunity you have to utilize social engagement and the greater your vulnerability to stress.
66
Your exercise levels. Your physical and mental health are intrinsically linked, so the better you take care of your body, the greater resilience you’ll have against the symptoms of stress. Exercising regularly (for 30 minutes or more on most days) can lift your mood and help relieve stress, anxiety, anger, and frustration. It can also serve as a distraction to your worries, allowing you to find some quiet time and break out of the cycle of negative thoughts that feed stress and anxiety.
Your diet. The food you eat can also have a profound effect on your mood and how well you cope with life’s stressors. Eating a diet full of processed and convenience food, refined carbohydrates, and sugary snacks can worsen symptoms of stress while eating a diet rich in fresh fruit and vegetables, high-quality protein, and healthy fats, especially omega-3 fatty acids, can help you better cope with life’s ups and downs.
Your sense of control – It may be easier to take stress in your stride if you have confidence in yourself and your ability to influence events and persevere through challenges. If you feel like things are out of your control, you’re likely to have less tolerance for stress.
Your attitude and outlook – Optimistic people are often more stresshardy. They tend to embrace challenges, have a strong sense of humor, and accept that change is a part of life.
Your ability to deal with your emotions – You’re extremely vulnerable to stress if you don’t know how to calm and soothe yourself when you’re feeling sad, angry, or overwhelmed by a situation. The ability to bring your emotions into balance helps you bounce back from adversity and is a skill that can be learned at any age.
Your knowledge and preparation – The more you know about a stressful situation, including how long it will last and what to expect, the easier it is to cope. For example, if you go into surgery with a realistic picture of what to expect post-op, a painful recovery will be less traumatic than if you were expecting to bounce back immediately.
67
How well do you handle stress in your life? 1. I have people I confide in when I’m feeling under pressure who make me feel better. 2. I feel comfortable expressing how I feel when something is bothering me. 3. In general, I feel in control of my life and confident in my ability to handle what comes my way. 4. I find reasons to laugh and feel grateful, even when going through difficulties. 5. No matter how busy I am, I make it a priority to sleep, exercise, and eat right. 6. I’m able to calm myself down when I start to feel overwhelmed. Each “yes” answer represents an important stress coping skill. Each “no” represents an area to work on to become more resilient. Dealing with stress and its symptoms While unchecked stress is undeniably damaging, you have more control than you might think. Unfortunately, many people cope with stress in ways that only compound the problem. They drink too much to unwind at the end of a stressful day, fill up on comfort food, zone out in front of the TV or computer for hours, use pills to relax, or lash out at other people. However, there are many healthier ways to cope with stress and its symptoms. Learn how to manage stress You may feel like the stress in your life is out of your control, but you can always control the way you respond. Stress management can teach you healthier ways to cope with stress, help you reduce its harmful effects, and prevent stress from spiraling out of control again in the future. 68
Engage socially. The simple act of talking face to face with another human being can release hormones that reduce stress even if you’re still unable to alter the stressful situation. Opening up to someone is not a sign of weakness and it won’t make you a burden to others. In fact, most friends will be flattered that you trust them enough to confide in them, and it will only strengthen your bond.
Get moving. Physical activity plays a key role in managing stress. Activities that require moving both your arms and your legs are particularly effective. Walking, running, swimming, dancing, and aerobic classes are good choices, especially if you exercise mindfully (focusing your attention on the physical sensations you experience as you move). Focused movement helps to get your nervous system back into balance. If you’ve been traumatized or experienced the immobilization stress response, getting active can help you to become "unstuck."
Lifestyle changes to deal with the symptoms of stress
Quickly recognize and reduce stress in any setting or situation
Face and deal with anxiety, depression, and other uncomfortable feelings
Repair wounded feelings and damaged relationships
Learn more » You can also better cope with the symptoms of stress by strengthening your physical health.
Set
aside
relaxation
time. Relaxation
techniques such
as
yoga,
meditation, and deep breathing activate the body’s relaxation response, a state of restfulness that is the opposite of the fight or flight stress response.
69
Eat a healthy diet. Well-nourished bodies are better prepared to cope with stress. Start your day with a healthy breakfast, reduce your caffeine and sugar intake, add plenty of fresh fruit and vegetables, and cut back on alcohol and nicotine.
Get plenty of sleep. Feeling tired can increase stress by causing you to think irrationally. Keep your cool in stressful situations by getting a good night’s sleep.
More help for stress Stress Help Center: Stress can affect all aspects of your health and well-being. But there are healthy ways to find relief and regain balance in your life.
Stress Management: How to Reduce, Prevent, and Cope with Stress
Relaxation Techniques for Stress: Finding the Relaxation Exercises That Work for You
Stress Relief in the Moment: Using Your Senses to Quickly Change Your Response to Stress
How to Stop Worrying: Self-Help Strategies for Anxiety Relief
Stress at Work: Tips to Reduce and Manage Job and Work
Preventing Burnout: Signs, Symptoms, Causes, and Coping Strategies
Resources and references General information about stress Signs and Symptoms of Stress – Learn about the physical, psychological, behavioral, and work-related signs and symptoms of stress. (Stress Management for Health Course) Understanding and Dealing with Stress – This course, prepared by a West Virginia-based organization that works with disabled people, presents a wealth of
70
information on stress and its signs and symptoms. (Mountain State Centers for Independent Living) The Different Kinds of Stress – Describes the different types of stress, including each one’s symptoms and how to treat them. (American Psychological Association) New perspective on stress The Polyvagal Theory for Treating Trauma – Teleseminar transcript of Dr. Stephen Porges explaining how Polyvagal Theory changes our understanding of the body’s response to stress and trauma. (StephenPorges.com) Polyvagal Theory, Sensory Challenge and Gut Emotions – An overview of Polyvagal Theory and how the nervous system employs a hierarchy of strategies to regulate itself and to keep us calm in the face of stress. (Sott.net) A Beginner's Guide to Polyvagal Theory (PDF) – A simple explanation of how the autonomic nervous system responds to stress. (debdanalcsw.com) Stress in kids and teens Childhood Stress – Clearly lays out what causes stress in children and what parents can do about the problem. (KidsHealth) Teen Stress – Article geared for teenagers describes the causes, symptoms, and effects of stress in young adults. Includes tips for keeping it under control. (TeenHealth) What other readers are saying “I've been suffering with chronic stress/anxiety for some time and did not realize the impact and damage it has on my body (mentally, emotionally and physically) until recently . . . The symptoms, such as muscle pain, negative thoughts,
71
irrational fear, insomnia, all became unbearable but thank God I found your site. All of your articles are extremely helpful and informative. Your expert advice and tips on dealing with stress are great help for me.” ~ Canada “I just want to share with you how much comfort I felt from your article. I'm currently trying to be as ‘pharmaceutical free’ as possible for my stress and anxiety, after a failed month-long attempt at meds that only made all my symptoms worse. I feel hopeful that what I'm now doing is what's best for me. Your site has some great information, and strategies that I greatly appreciate!” ~ Washington Authors: Jeanne Segal, Ph.D., Melinda Smith, M.A., Robert Segal, M.A., and Lawrence Robinson. Last updated: September 2015.
Stress Management
Relaxation Techniques for Stress Relief
Stress Relief in the Moment
72
Follow Us:
of Use | | Us ©Helpguide.org. All rights reserved. This site is for information only and NOT a substitute for professional diagnosis and treatment. More » (http://www.helpguide.org/articles/stress/stress-symptoms-causes-and-effects.htm. Diunduh pada tanggal 9 November 2015. Pukul 20.22 WIB).
A trusted non-profit guide to mental health and well-being
73
Home Topics A-Z
Depression
Exercise and Fitness
Abuse
ADD / ADHD
Addictions
Aging Well
Alzheimer’s & Dementia
Anxiety
Autism
Bipolar Disorder
Caregiving
Depression
Diet & Weight Loss
Eating Disorders
Emotional Health
Exercise & Fitness
Family & Divorce
74
Grandparenting
Grief & Loss
Healthy Eating
Learning Disabilities
Memory
Personality Disorders
PTSD & Trauma
Relationships
Schizophrenia
Secure Attachment
Senior Housing
Sleep
Stress
Suicide Prevention
Teen Issues
Work & Career
Relationships
Secure Attachment
More Help
75
Learn to quickly recognize and reduce stress, regain your emotional balance, and repair your relationships with our free Emotional Intelligence Toolkit. Get Started »
Explore trusted health advice from the experts at Harvard Medical School courtesy of Helpguide’s collaboration with Harvard Health Publications. Learn More »
Service Directory Use this directory to find services, helplines, and assistance in your area. Find Help »
We serve over 65 million people a year—free to all, and free of advertising or corporate influences. Our goal is to help you and your loved ones with information you can trust that will strengthen your emotional heath, improve your relationships, and help you take charge of your life. Learn More »
76
Helpguide is dedicated to Morgan Segal whose tragic suicide could have been avoided if she had access to better information. Learn More »
Newsletter Subscribe to HelpGuide’s Monthly Newsletter
Get help for dealing with depression, anxiety, and stress and resolving sleep, diet, exercise, and relationship issues. Subscribe to HelpGuide’s free newsletter »
Our New Book
Help Yourself While Helping HelpGuide Jeanne Segal’s engaging and practical approach guides readers in developing new ways of thinking, feeling, and acting that nurtures meaningful connections and helps build lasting happiness. Book available November 17, 2015. Preorder now. HelpGuide receives 100% of author proceeds Learn More »
Donate
77
We constantly hear from our readers about how Helpguide has made a huge difference—even saving lives. "Thanks for your help. I don't know how I found your website, but so glad I did. I'm almost to the point of ending my life. You have given me hope."
Credit Card Prefer PayPal?
Sources of stress
How you cope
Get moving
Engage socially
Unnecessary stress
Alter the situation
Adapt to the stressor
What you can’t change
Make time for fun
Healthy lifestyle
Checklist
More help
Resources
STRESS MANAGEMENT
78
How to Reduce, Prevent, and Cope with Stress
In This Article You may feel there’s nothing you can do about stress. The bills won’t stop coming, there will never be more hours in the day, and your work and family responsibilities will always be demanding. But you have more control over stress than you might think. Stress management is all about taking charge: of your lifestyle, thoughts, emotions, and the way you deal with problems. No matter how stressful your life seems, there are steps you can take to relieve the pressure and regain control. What is stress management? We all respond to stress differently so, there’s no “one size fits all” solution to managing stress. But if you feel like the stress in your life is out of control, it’s time to take action. Stress management can teach you healthier ways to cope with stress, help you reduce its harmful effects, and prevent stress from spiraling out of control again in the future. No matter how powerless you may feel in the face of stress, you still have control over your lifestyle, thoughts, emotions, and the way you deal with problems. Stress management involves changing the stressful situation when you can, changing your reaction when you can’t, taking care of yourself, and making time for rest and relaxation. The first step is to recognize the true sources of stress in your life. What are the sources of stress in your life? Start a stress journal
79
A stress journal can help you identify the regular stressors in your life and the way you deal with them. Each time you feel stressed, keep track of it in your journal. As you keep a daily log, you will begin to see patterns and common themes. Write down:
What caused your stress (make a guess if you’re unsure)
How you felt, both physically and emotionally
How you acted in response
What you did to make yourself feel better
It’s easy to identify sources of stress following a major life event such as changing jobs, moving home, or losing a loved one, but pinpointing the sources of everyday stress can be more complicated. It’s all too easy to overlook your own thoughts, feelings, and behaviors that contribute to your stress levels. Sure, you may know that you’re constantly worried about work deadlines, but maybe it’s your procrastination, rather than the actual job demands, that is causing the stress. To identify your true sources of stress, look closely at your habits, attitude, and excuses:
Do you explain away stress as temporary (“I just have a million things going on right now”) even though you can’t the last time you took a breather?
Do you define stress as an integral part of your work or home life (“Things are always crazy around here”) or as a part of your personality (“I have a lot of nervous energy, that’s all”)?
Do you blame your stress on other people or outside events, or view it as entirely normal and unexceptional?
Until you accept responsibility for the role you play in creating or maintaining it, your stress level will remain outside your control. Start a Stress Journal 80
A stress journal can help you identify the regular stressors in your life and the way you deal with them. Each time you feel stressed, keep track of it in your journal. As you keep a daily log, you will begin to see patterns and common themes. Write down:
What caused your stress (make a guess if you’re unsure)
How you felt, both physically and emotionally
How you acted in response
What you did to make yourself feel better
How do you currently cope with stress? Think about the ways you currently manage and cope with stress in your life. Your stress journal can help you identify them. Are your coping strategies healthy or unhealthy, helpful or unproductive? Unfortunately, many people cope with stress in ways that compound the problem. Unhealthy ways of coping with stress These coping strategies may temporarily reduce stress, but they cause more damage in the long run:
Smoking
Using pills or drugs to relax
Drinking too much
Sleeping too much
Bingeing on junk or comfort food
Procrastinating
Zoning out for hours in front of
Filling up every minute of the
the TV or computer
Withdrawing from friends, family, and activities
day to avoid facing problems
Taking out your stress on others (lashing out, angry outbursts, physical violence)
Learning healthier ways to manage stress
81
If your methods of coping with stress aren’t contributing to your greater emotional and physical health, it’s time to find healthier ones. No single method works for everyone or in every situation, so experiment with different techniques and strategies. Focus on what makes you feel calm and in control. Stress management strategy #1: Get moving Physical activity plays a key role in reducing and preventing the effects of stress, but you don’t have to be an athlete or spend hours in a gym to experience the benefits. Just about any form of physical activity can help relieve stress and burn away anger, tension, and frustration. Exercise releases endorphins that boost your mood and make you feel good, and it can also serve as a valuable distraction to your daily worries. While the maximum benefit comes from exercising for 30 minutes or more, you can start small and build up your fitness level gradually. Short, 10-minute bursts of activity that elevate your heart rate and make you break out into a sweat can help to relieve stress and give you more energy and optimism. Even very small activities can add up over the course of a day. The first step is to get yourself up and moving. Here are a few easy ways:
Put on some music and dance around
Take your dog for a walk
Walk or cycle to the grocery store
Use the stairs at home or work rather than an elevator
Park your car in the farthest spot in the lot and walk the rest of the way
Pair up with an exercise partner and encourage each other as you workout
Play ping-pong or an activity-based video game with your kids
Managing stress with regular exercise Once you’re in the habit of being physically active, try to incorporate regular exercise into your daily schedule. Activities that are continuous and rhythmic— 82
and require moving both your arms and your legs—are especially effective at relieving stress. Walking, running, swimming, dancing, cycling, tai chi, and aerobic classes are good choices. Pick an activity you enjoy, so you’re more likely to stick with it. Instead of continuing to focus on your thoughts while you exercise, make a conscious effort to focus on your body and the physical (and sometimes emotional) sensations you experience as you’re moving. Adding this mindfulness element to your exercise routine will help you break out of the cycle of negative thoughts that often accompanies overwhelming stress. Focus on coordinating your breathing with your movements, for example, or notice how the air or sunlight feels on your skin. Getting out of your head and paying attention to how your body feels is also the surest way to avoid picking up an injury. When you’ve exercised, you’ll likely find it easier to put other stress management techniques to use, including reaching out to others and engaging socially. Stress management strategy #2: Engage socially Reach out and build relationships
Reach out to a colleague at work
Help someone else by volunteering
Have lunch or coffee with a friend
Ask a loved one to check in with you regularly
Accompany someone to the movies or a concert
Call or email an old friend
Go for a walk with a workout buddy
Schedule a weekly dinner date
Meet new people by taking a class or ing a club
Confide in a clergy member, teacher, or sports coach
83
Social engagement is the quickest, most efficient way to rein in stress and avoid overreacting to internal or external events that you perceive as threatening. There is nothing more calming to your nervous system than communicating with another human being who makes you feel safe and understood. This experience of safety—as perceived by your nervous system—results from nonverbal cues that you hear, see and feel. The inner ear, face, heart, and stomach are wired together in the brain, so socially interacting with another person face-to-face—making eye , listening in an attentive way, talking—can quickly calm you down and put the brakes on defensive stress responses like “fight-or-flight.” It can also release hormones that reduce stress, even if you’re unable to alter the stressful situation itself. Of course, it’s not always realistic to have a pal close by to lean on when you feel overwhelmed by stress, but by building and maintaining a network of close friends you can improve your resiliency to life’s stressors. On the flip side, the more lonely and isolated you are, the greater your vulnerability to stress. Reach out to family and friends and connect regularly in person. The people you talk to don’t have to be able to fix your stress; they just need to be good listeners. Opening up is not a sign of weakness and it won’t make you a burden to others. In fact, most friends will be flattered that you trust them enough to confide in them, and it will only strengthen your bond. And , it’s never too late to build new friendships and improve your network. Reach out and build relationships
Reach out to a colleague at work
Help someone else by volunteering
Have lunch or coffee with a friend
Ask a loved one to check in with you regularly
Accompany someone to the movies or a concert
Call or email an old friend
84
Go for a walk with a workout buddy
Schedule a weekly dinner date
Meet new people by taking a class or ing a club
Confide in a clergy member, teacher, or sports coach
Stress management strategy #3: Avoid unnecessary stress While stress is an automatic response from your nervous system, some stressors arise at predictable times—your commute to work, a meeting with your boss, or family gatherings, for example. When handling such predictable stressors, you can either change the situation or change your reaction. When deciding which option to choose in any given scenario, it’s helpful to think of the four A's: avoid, alter, adapt, or accept. Avoid the stressor It’s not healthy to avoid a stressful situation that needs to be addressed, but you may be surprised by the number of stressors in your life that you can eliminate.
Learn how to say “no” – Know your limits and stick to them. Whether in your personal or professional life, taking on more than you can handle is a surefire recipe for stress. Distinguish between the “shoulds” and the “musts” and, when possible, say “no” to taking on too much.
Avoid people who stress you out – If someone consistently causes stress in your life, limit the amount of time you spend with that person, or end the relationship.
Take control of your environment – If the evening news makes you anxious, turn off the TV. If traffic makes you tense, take a longer but lesstraveled route. If going to the market is an unpleasant chore, do your grocery shopping online.
Stress management strategy #4: Alter the situation
85
If you can’t avoid a stressful situation, try to alter it. Often, this involves changing the way you communicate and operate in your daily life.
Express your feelings instead of bottling them up. If something or someone is bothering you, be more assertive and communicate your concerns in an open and respectful way. If you’ve got an exam to study for and your chatty roommate just got home, say up front that you only have five minutes to talk. If you don’t voice your feelings, resentment will build and the stress will increase.
Be willing to compromise. When you ask someone to change their behavior, be willing to do the same. If you both are willing to bend at least a little, you’ll have a good chance of finding a happy middle ground.
Manage your time better. Poor time management can cause a lot of stress. But if you plan ahead and make sure you don’t overextend yourself, you’ll find it easier to stay calm and focused.
Stress management strategy #5: Adapt to the stressor How you think can have a profound effect on your stress levels. Each time you think a negative thought about yourself, your body reacts as if it were in the throes of a tension-filled situation. Regain your sense of control by changing your expectations and attitude to stressful situations.
Reframe problems. Try to view stressful situations from a more positive perspective. Rather than fuming about a traffic jam, look at it as an opportunity to pause and regroup, listen to your favorite radio station, or enjoy some alone time.
Look at the big picture. Take perspective of the stressful situation. Ask yourself how important it will be in the long run. Will it matter in a month? A year? Is it really worth getting upset over? If the answer is no, focus your time and energy elsewhere.
86
Adjust your standards. Perfectionism is a major source of avoidable stress. Stop setting yourself up for failure by demanding perfection. Set reasonable standards for yourself and others, and learn to be okay with “good enough.”
Stress management strategy #6: Accept the things you can’t change Many sources of stress are unavoidable. You can’t prevent or change stressors, such as the death of a loved one, a serious illness, or a national recession. In such cases, the best way to cope with stress is to accept things as they are. Acceptance may be difficult, but in the long run, it’s easier than railing against a situation you can’t change.
Don’t try to control the uncontrollable. Many things in life are beyond our control—particularly the behavior of other people. Rather than stressing out over them, focus on the things you can control such as the way you choose to react to problems.
Look for the upside. When facing major challenges, try to look at them as opportunities for personal growth. If your own poor choices contributed to a stressful situation, reflect on them and learn from your mistakes.
Learn to forgive. Accept the fact that we live in an imperfect world and that people make mistakes. Let go of anger and resentments. Free yourself from negative energy by forgiving and moving on.
Stress management strategy #7: Make time for fun and relaxation Beyond a take-charge approach and a positive attitude, you can reduce stress in your life by nurturing yourself. If you regularly make time for fun and relaxation, you’ll be in a better place to handle life’s stressors. Develop a "stress relief toolbox"
87
Come up with a list of healthy ways to relax and recharge. Try to implement one or more of these ideas each day, even if you're feeling good.
Go for a walk
Spend time in nature
Call a good friend
Play with a pet
Play a competitive game of
Work in your garden
tennis or racquetball
Get a massage
Write in your journal
Curl up with a good book
Take a long bath
Listen to music
Light scented candles
Watch a comedy
Savor a warm cup of coffee or tea
Don’t get so caught up in the hustle and bustle of life that you forget to take care of your own needs. Nurturing yourself is a necessity, not a luxury.
Set aside relaxation time. Include rest and relaxation in your daily schedule. Don’t allow other obligations to encroach. This is your time to take a break from all responsibilities and recharge your batteries.
Do something you enjoy every day. Make time for leisure activities that bring you joy, whether it be stargazing, playing the piano, or working on your bike.
Keep your sense of humor. This includes the ability to laugh at yourself. The act of laughing helps your body fight stress in a number of ways.
Stress management strategy #8: Adopt a healthy lifestyle In addition to regular exercise, there are other healthy lifestyle choices that can increase your resistance to stress.
Eat a healthy diet. Well-nourished bodies are better prepared to cope with stress, so be mindful of what you eat. Start your day right with breakfast,
88
and keep your energy up and your mind clear with balanced, nutritious meals throughout the day.
Reduce caffeine and sugar. The temporary "highs" caffeine and sugar provide often end in with a crash in mood and energy. By reducing the amount of coffee, soft drinks, chocolate, and sugar snacks in your diet, you’ll feel more relaxed and you’ll sleep better.
Avoid alcohol, cigarettes, and drugs. Self-medicating with alcohol or drugs may provide an easy escape from stress, but the relief is only temporary. Don’t avoid or mask the issue at hand; deal with problems head on and with a clear mind.
Get enough sleep. Adequate sleep fuels your mind, as well as your body. Feeling tired will increase your stress because it may cause you to think irrationally.
Stress management self-help checklist Use this checklist to track your progress using these strategies to manage stress. Compare how you feel on days when you make lots of ticks on the checklist to those when you make few or none.
89
Click here for a printer-friendly weekly checklist. More help for stress management Stress Help Center: Protect yourself by learning how to recognize the signs and symptoms of stress overload and take steps to reduce its harmful effects.
Stress Symptoms, Signs, and Causes: Understanding Stress Responses and Reducing the Harmful Effects
How to Stop Worrying: Self-Help Strategies for Anxiety Relief
Relaxation Techniques for Stress: Finding the Relaxation Exercises That Work for You
Stress Relief in the Moment: Using Your Senses to Quickly Change Your Response to Stress
Preventing Burnout: Signs, Symptoms, Causes, and Coping Strategies
Stress at Work: Tips to Reduce and Manage Job and Work
Job Loss and Unemployment Stress: Tips for Staying Positive During Your Job Search
Caregiver Stress and Burnout: Tips for Recharging and Finding Balance
Resources and references General information about managing and coping with stress Managing Stress: A Guide for College Students – Offers a total wellness lifestyle plan for managing, reducing, and coping with stress. (University Health Center, University of Georgia) Stress Management: How Do You React During Stressful Situations? – Evaluate the way you react to stress and learn how to transform your negative responses. (Mayo Clinic)
90
The Road to Resilience – Learn how to increase your resilience, the trait that allows you to bounce back from adversity and stress. (American Psychological Association) Managing Stress for a Healthy Family – Tips for dealing with stress in the family better and modeling healthy behavior to your kids. (American Psychological Association) Stress management strategies Assert Yourself – Self-help modules designed to help you reduce stress, depression, and anxiety by improving your assertiveness. (Centre for Clinical Interventions) Put Off Procrastinating – Work your way through a self-help series on how to stop procrastination problems. (Centre for Clinical Interventions) Stress – Learn all about stress, including stress reduction suggestions, including diet, exercise, herbal remedies, and cognitive-behavioral techniques. (University of Maryland Medical Center) Meditations – or stream a dozen free meditation recordings to help you cope with life's inevitable hurdles. Comes with handouts. (Sitting Together) Exercise Fuels the Brain's Stress Buffers – Explains how regular exercise helps reduce and manage stress levels. (American Psychological Association) Authors: Lawrence Robinson, Melinda Smith, M.A., and Robert Segal, M.A. Last updated: October 2015. Share:
91
Stress Relief in the Moment
Relaxation Techniques for Stress Relief
Cultivating Happiness
92
Follow Us:
Share: of Use | | Us ©Helpguide.org. All rights reserved. This site is for information only and NOT a substitute for professional diagnosis and treatment. More » Newsletter Top Share
Follow
of Use | | Us ©Helpguide.org. All rights reserved. This site is for information only and NOT a substitute for professional diagnosis and treatment. ©Helpguide.org. All rights reserved. This reprint is for information only and NOT a substitute for professional diagnosis and treatment. Helpguide.org is an ad-free non-profit resource for ing better mental health and lifestyle choices for adults and children. Topics A-Z 93
o
Abuse
o
ADD / ADHD
o
Addictions
o
Aging Well
o
Alzheimer’s & Dementia
o
Anxiety
o
Autism
o
Bipolar Disorder
o
Caregiving
o
Depression
o
Diets & Weight Loss
o
Eating Disorders
o
Emotional Health
o
Exercise & Fitness
o
Family & Divorce
o
Grandparenting
o
Grief & Loss
o
Healthy Eating
o
Learning Disabilities
o
Memory
o
Personality Disorders
o
PTSD & Trauma
o
Relationships
o
Schizophrenia
o
Secure Attachment
o
Senior Housing
o
Sleep
o
Stress
o
Suicide Prevention
o
Teen Issues
o
Work & Career
94
More Help Emotional Intelligence Toolkit Learn to quickly recognize and reduce stress, regain your emotional balance, and repair your relationships with our free Emotional Intelligence Toolkit. Get Started » Harvard Collaboration Explore trusted health advice from the experts at Harvard Medical School courtesy of Helpguide’s collaboration with Harvard Health Publications. Learn More » Service Directory Use this directory to find services, helplines, and assistance in your area. Learn More »
We serve over 65 million people a year—free to all, and free of advertising or corporate influences. Our goal is to help you and your loved ones with information you can trust that will strengthen your emotional heath, improve your relationships, and help you take charge of your life. Learn More »
95
Helpguide is dedicated to Morgan Segal whose tragic suicide could have been avoided if she had access to better information. Learn More » Newsletter
Subscribe to HelpGuide’s Monthly Newsletter
Tips to you help improve your health, connect to others, and take charge of your life. Get help for dealing with depression, anxiety, and stress and resolving sleep, diet, exercise, and relationship issues. Subscribe to HelpGuide’s free newsletter » Our New Book
Help Yourself While Helping HelpGuide Jeanne Segal’s engaging and practical approach guides readers in developing new ways of thinking, feeling, and acting that nurtures meaningful connections and helps build lasting happiness. Book available November 17, 2015. Preorder now. 96
HelpGuide receives 100% of author proceeds Learn More »
Donate
Identify sources of stress
How you cope
Avoid unnecessary stress
Alter the situation
Adapt to the stressor
Accept what you can't change
Make time for relaxation
Adopt a healthy lifestyle
More help
Resources & references
Back to top
(http://www.helpguide.org/articles/stress/stress-management.htm. Diunduh pada tanggal 24 Oktober 2015. Pukul 21.08 WIB). Skip to Content Search form
Search Search
Student Life |
97
Campus Jobs
Giving
U-M Counseling and Psychological Services Toggle navigation Toggle search
Home
About
o
Meet Our Staff
o
CAPS Fall and Winter Hours
o
Annual Reports
o
Diversity Statement
o
CAPS Staff Publications
o
In the News
o
More On This Topic
Clinical Services o
Counseling Options
o
Groups, Lunch Series, & Workshop Opportunities
o
Crisis Services
o
Information for Parents and Loved Ones
o
Your First Appointment with our Psychiatry Staff
o
More On This Topic
Wellness o
Come in for R&R at our Wellness Zone
o
Importance of Play
o
Progressive Muscle Relaxation Meditation Video
o
Leaders At Their Best: Mindful Michigan Video
98
o
More On This Topic
Outreach & Community Engagement o
Leaders at their Best
o
Workshop Request
o
Innovative FREE Stressbusters App
o
MiTalk
o
CAPS Facebook Page
o
Mental Health Student Groups
o
More On This Topic
A Complex World o
Same-Sex Marriage is Legal Nationwide!
o
Another Senseless National Tragedy
o
#baltimoreuprising
o
More On This Topic
Faculty & Staff o
Helping a Student in Distress
o
What to Do in an Urgent Situation With a Student
o
More Campus Mental Health Resources
o
More On This Topic
Training Programs o
APA Accredited Doctoral Internship
o
Consortium Psychology Internship
o
Outreach & Education Social Work Internship
o
Post Doctoral Fellowship in Professional Psychology
o
Post Master of Social Work Fellowship (MSW)
o
Psychology Practicum
o
Social Work Internship
HELPING A STUDENT IN DISTRESS
99
Photo credit: Morguefiles/Open Source Students dealing with personal concerns and in distress typically show some outward signs that they are struggling in some way. All of us experience life’s “ups and down,” but significant distress experienced over a period of time may suggest a more serious problem. There are different levels of distress and these can be represented through a continuum. How you go about helping a student will depend on several actors: their level of distress, the nature of your relationship, the type of setting you are in and your comfort level. The following information includes what to look out for and suggestions on how to help. Mild Distress Students in mild distress may exhibit behaviors that do not disrupt others but may indicate something is wrong and that assistance is needed. Behaviors may include:
Serious grade problems or a change from consistently ing grades to unably poor performance.
Excessive absences, especially if the student has previously demonstrated consistent attendance.
Unusual or markedly changed patterns of interaction, i.e., avoidance of participation, excessive anxiety when called upon, domination of discussions, etc.
Other characteristics that suggest the student is having trouble managing stress successfully (e.g., a depressed, lethargic mood; very rapid speech; swollen, red eyes; marked change in personal dress and hygiene; falling asleep during class).
Moderate Distress 100
Students in moderate distress may exhibit behaviors that indicate significant emotional distress. They may also be reluctant or unable to acknowledge a need for personal help. Behaviors include:
Repeated requests for special consideration, such as deadline extensions, especially if the student appears uncomfortable or highly emotional while disclosing the circumstances prompting the request.
New or repeated behavior which pushes the limits of decorum and which interferes with effective management of the immediate environment.
Unusual or exaggerated emotional responses that is obviously inappropriate to the situation.
How to provide assistance to a student experiencing mild/moderate distress For these behaviors or problems you can choose to handle them in the following ways:
Deal directly with the behavior/problem according to classroom protocol.
Allow the student to speak freely about their current situation and the variables that may be affecting their distress.
Consult with a colleague, department head, Dean of Students Office professional, or a campus counseling professional.
Refer the student to one of the University resources. See referral phone numbers listed later in this article.
Severe Distress Students in severe distress exhibit behaviors that signify an obvious crisis and that necessitate emergency care. These problems are the easiest to identify. Examples include:
101
Highly disruptive behavior (e.g. hostility, aggression, violence, etc.).
Inability to communicate clearly (garbled, slurred speech; unconnected, disted, or rambling thoughts).
Loss of with reality (seeing or hearing things which others cannot see or hear; beliefs or actions greatly at odds with reality or probability).
Stalking behaviors.
Inappropriate communications (including threatening letters, email messages, harassment).
Overtly suicidal thoughts (including referring to suicide as a current option or in a written assignment).
Threats to harm others.
How to provide assistance to students in severe distress For these behaviors or problems you can choose to handle them in the following ways:
Remain calm and know whom to call for help, if necessary.
Find someone to stay with the student while calls to the appropriate resources are made.
that it is NOT your responsibility to provide the professional help needed for a severely troubled/disruptive student. You need only to make the necessary call and request assistance.
When a student expresses a direct threat to themselves or others, or acts in a bizarre, highly irrational or disruptive way, call the Department of Public Safety 734 763-1131.
Guidelines for talking with a student with any level of distress
Accept and respect what is said.
Try to focus on an aspect of the problem that is manageable.
Avoid easy answers such as, "Everything will be all right."
Help identify resources needed to improve things. 102
Help the person recall constructive methods used in the past to cope; get the person to agree to do something constructive to change things.
Trust your insight and reactions
Let others know your concerns.
Attempt to address the person's needs and seek appropriate resources.
Do not swear secrecy or offer confidentiality to the person.
Encourage the person to seek help.
Respect the student's value system, even if you don't agree.
If you are worried about a student's safety:
When called for, let the person know you are worried about their safety and describe the behavior or situation that is worrisome to you.
If you are concerned the student may be feeling hopeless and thinking about ending their life, ask if she/he is contemplating suicide. It is important to that talking about suicide is a cry for help and is not to be ignored.
Offer yourself as a caring person until professional assistance has been obtained.
After the student leaves your office, make some notes documenting your interactions.
Consult with others on your experience.
Warning signs for when to refer a student for further assistance
Manifests a change in personality (goes from being actively involved to quiet and withdrawn, or goes from being quiet to more agitated or demanding).
Begins to display aggressive or abusive behavior to self or others; exhibits excessive risk-taking.
Shows signs of memory loss.
103
Shows loose or incoherent thought patterns, has difficulty focusing thoughts, or displays nonsensical conversation patterns.
Exhibits behaviors or emotions that is inappropriate to the situation.
Displays extreme suspiciousness or irrational fears of persecution; withdraws, does not allow others to be close; believes she/he is being watched, followed, etc.
Exhibits signs of hyperactivity (unable to sit still, difficulty maintaining focus, gives the impression of going "too fast," appears agitated).
Shows signs of depression (no visible emotions or feelings, appears lethargic, weight loss, looks exhausted and complains of sleeping poorly, displays feelings of worthlessness or self-hatred, or is apathetic about previous interests).
Talks about unusual patterns of eating, not eating, or excessively eating.
Shows signs of injury to self, cuts, bruises, or sprains.
Experiences deteriorating academic performance (incapacitating test anxiety, sporadic class attendance, or extended absences from class).
Begins or increases alcohol or other drug use.
Makes statements regarding suicide, homicide, feelings of hopelessness, or helplessness.
CAPS as a resource At Counseling and Psychological Services (CAPS), we have a diverse staff of mental health professionals providing confidential, solution-focused individual, couples and group therapy to currently enrolled U of M students at no charge. CAPS’s main focus is providing college student mental health services. CAPS regularly provides immediate advice to concerned faculty and staff through the Counselor on Duty service. Making a referral
104
While many students seek help on their own, your exposure to students increases the likelihood you will identify signs or behaviors of distress in a student, or that a student will ask you for help. What can you do? You can help by telling the student that they can go to CAPS on the 3rd floor of the Michigan Union. They will need to fill out intake information and then make an appointment for as soon as possible. If the student is in crisis and needs to see someone on the same day, they can indicate their need to see the “Counselor on Duty.” Other tips:
Recommend campus services to the student.
Determine the student's willingness to go to a helping resource.
Reassure the student that it is an act of strength to ask for help.
Dispute the myth that only "weak or crazy" people go for counseling or use others for help.
Remind them that campus counseling resources are free and confidential services.
Offer to help make the initial with the helping resource.
Whom to call for assistance Counseling and Psychological Services 734.764.8312 Dean of Students 734.764.7420 UM Psychiatric Emergency Services (24 hrs) 734.996.4747 Psychological Clinic 734.764.3471
105
Sexual Assault Prevention and Awareness Center (24-hrs) 734.936.9333 Department of Public Safety 734.763.1131 or 911
CAPS Michigan Union 530 S. State Street Room 3100 Ann Arbor, MI 48109 Fall/Winter: Mon. - Thurs. 8 AM - 7 PM Fri. 8 AM - 5 PM Find us on the Map 24hr Phone (734) 764-8312
[email protected] Facebook U OF M CAPS Web Accessibility Statement | Non-Discrimination Policy | U–M Gateway © 2015 The Regents of the University of Michigan (https://caps.umich.edu/article/helping-student-distress. Diunduh pada tanggal 2 November 2015. Pukul 08.35 WIB)
106
For full functionality, it is necessary to enable JavaScript. Here are instructions how to enable JavaScript in your web browser.
one of these browsers now:
It's time you switched to a better browser We've made the tough descision to no longer early versions of Internet Explorer (8 and below) and Firefox (3 and below), for secure browsing on MNT. Unfortunately these old web browsers do not many crucial developments in online security, and therefore represent a threat to your online security, as well as the security of MNT. For the safety and security of your online experience, we strongly recommend that you switch to a more modern browser (we've provided links to a few at the top right of the page). While you will continue to be able to read MNT as normal, your actual experience may not be exactly as we intended and you will not be permitted to log-in to, or for an MNT . Thank you, The MNT Team
MNT - Hourly Medical News Since 2003
107
Sign in
News by email g up is FREE, FAST and SIMPLE. Begin by entering your email address below. o
tens of thousands of doctors, health professionals and patients who receive our newsletters.
o
Tailored for the health areas that matter to you.
o
Daily or weekly emails with only the content you want.
Sign me up We value your privacy Learn more about our commitment to protecting your privacy.
A-B Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Abortion
o
Acid Reflux / GERD
108
o
Addiction
o
ADHD / ADD
o
Aid / Disasters
o
Alcohol / Illegal Drugs
o
Allergy
o
Alternative Medicine
o
Alzheimer's / Dementia
o
Anxiety / Stress
o
Arthritis / Rheumatology
o
Asbestos / Mesothelioma
o
Asthma
o
Autism
o
Back Pain
o
Bio-terrorism / Terrorism
o
Biology / Biochemistry
o
Bipolar
o
Bird Flu / Avian Flu
o
Blood / Hematology
o
Body Aches
o
Bones / Orthopedics
o
Breast Cancer
C-D Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Cancer / Oncology
o
Cardiovascular / Cardiology
o
Caregivers / Homecare
109
o
Cervical Cancer / HPV Vaccine
o
Cholesterol
o
CJD / vCJD / Mad Cow Disease
o
Cleft Palate
o
Clinical Trials / Drug Trials
o
Colorectal Cancer
o
Complementary Medicine
o
Compliance
o
Conferences
o
COPD
o
Cosmetic Medicine
o
Crohn's
o
Cystic Fibrosis
o
Dentistry
o
Depression
o
Dermatology
o
Diabetes
o
Drug Approvals
o
Dyslexia
E-G Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Ear, Nose and Throat
o
Eating Disorders
o
Ebola
o
Eczema / Psoriasis
o
Emergency Medicine
110
o
Endocrinology
o
Epilepsy
o
Erectile Dysfunction
o
Eye Health / Blindness
o
Fertility
o
Fibromyalgia
o
Flu / Cold / SARS
o
Food Intolerance
o
GastroIntestinal
o
Genetics
o
Gout
o
Gynecology
H-L Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Headache / Migraine
o
Health Insurance
o
Hearing / Deafness
o
Heart Disease
o
HIV / AIDS
o
Huntingtons Disease
o
Hypertension
o
Immune System / Vaccines
o
Infectious Diseases
o
Inflammatory Bowel Disease
o
Irritable-Bowel Syndrome
o
IT / Internet / E-mail
111
o
Litigation
o
Liver Disease / Hepatitis
o
Lung Cancer
o
Lupus
o
Lymphology / Lymphedema
o
Lymphoma / Leukemia
M-O
Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Medical Devices / Diagnostics
o
Medical Innovation
o
Medical Malpractice
o
Medical Practice Management
o
Medical Students / Training
o
Medicare / Medicaid / SCHIP
o
Melanoma / Skin Cancer
o
Men's Health
o
Menopause
o
Mental Health
o
MRI / PET / Ultrasound
o
MRSA / Drug Resistance
o
Multiple Sclerosis
o
Muscular Dystrophy / ALS
o
Myeloma
o
Neurology / Neuroscience
o
Nursing / Midwifery 112
o
Nutrition / Diet
o
Obesity / Weight Loss / Fitness
o
Ovarian Cancer
P-R Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Pain / Anesthetics
o
Palliative Care / Hospice Care
o
Pancreatic Cancer
o
Parkinson's Disease
o
Pediatrics / Children's Health
o
Personal Monitoring
o
Pharma / Biotech Industry
o
Pharmacy / Pharmacist
o
Plastic Surgery
o
Pregnancy / Obstetrics
o
Premature Ejaculation
o
Preventive Medicine
o
Primary Care / General Practice
o
Prostate / Prostate Cancer
o
Psychology / Psychiatry
o
Public Health
o
Pulmonary System
o
Radiology / Nuclear Medicine
o
Regulatory Affairs
o
Rehabilitation
o
Respiratory
113
o
Restless Legs Syndrome
S-Z Sign up for our newsletter Prefer your news delivered by email?
o
Schizophrenia
o
Seniors / Aging
o
Sexual Health / STDs
o
Sleep / Sleep Disorders
o
Smoking / Quit Smoking
o
Sports Medicine / Fitness
o
Statins
o
Stem Cell Research
o
Stroke
o
Surgery
o
Swine Flu
o
Transplants / Organ Donations
o
Tropical Diseases
o
Tuberculosis
o
Urology / Nephrology
o
Vascular
o
Veterans / Ex-Servicemen
o
Veterinary
o
Viruses / Bacteria
o
Water - Air Quality / Agriculture
o
Wearable Technology
o
Women's Health
Opinions 114
Search
Categories
MNT - Hourly medical news since 2003
Sign in
News by email
Opinions Search Categories ---
DEPRESSION: CAUSES, SYMPTOMS AND TREATMENTS Last updated: Wednesday 7 October 2015 Last updated: Wed 7 Oct 2015 115 Like1.2k
Depression Mental Health Psychology / Psychiatry Bipolar add your opinion email Knowledge center
115
Sadness, feeling down, having a loss of interest or pleasure in daily activities these are symptoms of depression familiar to all of us. Having these problems persistently, such that they affect life for a period of time, could signal the treatable condition of depression, rather than a ing episode of "feeling down" - which most of us feel at some point. According to the US Centers for Disease Prevention and Control (CDC), 8% of people over the age of 12 years has depression in any two-week period.1 The World Health Organization (WHO) puts depression at the top of the list - it is the most common illness worldwide and the leading cause of disability. The organization estimates that 350 million people around the world are affected by depression.2 Depression is more common among women than men.2 Contents of this article: 1. What is depression? 2. Causes of depression 3. Symptoms of depression 4. Test and diagnosis 5. Treatments for depression 6. Are talking therapies or antidepressants most effective? You will also see introductions at the end of some sections to any recent developments that have been covered by MNT's news stories. Also look out for links to information about related conditions. Fast facts on depression
116
Here are some key points about depression. More detail and ing information is in the body of this article.
Depression is a mood disorder. The low mood involves sadness and loss of interest that persists beyond the temporary feelings we all have occasionally and is severe enough to interfere with daily life.
Worldwide, 350 million people are estimated to have depression and the condition is more common among women than men.
Life events such as bereavement produce mood changes that can usually be distinguished from the features of depression.
Separate diagnoses include bipolar disorder, psychotic depression, postpartum depression and seasonal affective disorder.
The causes of depression are not fully understood but are likely to be a complex combination of genetic, biological, environmental and psychosocial factors.
In addition to the mental symptoms, such as inappropriate feelings of guilt, physical ones may include problems with sleep and a loss of energy.
Diagnosis is usually made by a doctor conducting a structured interview to ask specific questions to rate levels of depression, if present.
Treatments include psychological treatments, including cognitive behavioral therapy and interpersonal psychotherapy, and drug therapies, including a range of antidepressant classes.
Whether drug or talking therapies, or both, are the most appropriate treatment depends on the individual, and they are similar in efficacy.
What is depression? Depression is a mental health disorder, a psychiatric condition. Specifically, it is a mood disorder characterized by persistently low mood in which there is a feeling of sadness and loss of interest.3,4
117
Depression is known by different medical , some of which signify a particular diagnosis:4-6
Depression can affect appetite.
Clinical depression
Major depression
Major depressive disorder
Persistent depressive disorder
Dysthymia
Dysphoric disorder.
Depression is a persistent problem, not a ing one - the average length of a depressive episode is 6 to 8 months.3 Depression is different from the fluctuations in mood that we all experience as a part of a normal and healthy life. Temporary emotional responses to the challenges of everyday life do not constitute depression.3 Likewise, even the feeling of grief resulting from the death of someone close or other kind of loss is not itself depression if it does not persist.5 Depression can, however, be related to bereavement - when depression follows a loss, psychologists call it a "complicated bereavement."7 Similarly, discouraged mood that results from the disappointment of a life event such as a financial problem, a serious illness, or even involvement in a natural disaster, does not necessarily mean depression.5 Unipolar versus bipolar depression
118
A separate condition may be diagnosed if it is characterized by both manic and depressive episodes separated by periods of normal mood, in which case the mood disorder is not depression but bipolar disorder, which used to be known as manic depression or manic-depressive illness.2 Unipolar or major depressive disorder is estimated to be 3.5 times more prevalent than bipolar spectrum disorders.8 Unipolar depression may be described as mild, moderate, or severe, and can involve anxiety and other symptoms - but no manic episodes. However, nearly 40% of the time over a 13-year period, individuals with bipolar disorder are depressed, making the two conditions difficult, and important, to distinguish.8 Psychotic depression
Depression brought on by the birth of a baby is a separate diagnosis. This diagnosis is characterized by depression accompanied by psychosis.6 Psychosis can involve delusions - false beliefs and detachment from reality - or hallucinations - sensing things that do not exist. Postpartum depression Women often experience the "baby blues" with a newborn, but postpartum depression - also known as postnatal depression - is more severe and estimated to affect about 1 in 10 women who have given birth.6 Seasonal affective disorder
119
Often abbreviated to SAD, seasonal affective disorder is related to the reduced daylight of winter - the depression occurs during this season but lifts for the rest of the year and in response to light therapy.6 Countries with long or severe winters seem to be affected more by SAD.5 Causes of depression The causes of depression are not fully understood and may not be down to a single source. Depression is likely to be caused by a complex combination of factors:3,5,6,9
Genetic
Biological - with changes in noradrenergic, dopaminergic and serotonergic neurotransmitter levels theorized
Environmental
Psychological and social/psychosocial.
Some people are at higher risk of depression than others - risk factors, which play into the above causes, include:3,5,6,9
Life events - for example, unemployment, divorce, poverty, although these events lead to lasting, severe depression usually only in people predisposed to it
Personality. Failure of adaptive mechanisms/coping strategies to stressors
Genetic factors. First-degree relatives of depressed patients are themselves at higher risk, and occurrence of depression between identical twins is high. Genetic factors may influence individual responses to events that trigger depression
Childhood trauma can cause long-term brain changes affecting responses to fear and stress. Other history also raises the risk, including a suicide attempt, or any form of abuse - sexual, physical or substance
120
Some prescription drugs - including corticosteroids, some beta-blockers, interferon, and reserpine - can lead to depression.
Abuse of recreational drugs - including alcohol, amphetamines - can accompany depression or result in it. There is a high level of comorbidity between drug abuse and depression
A past head injury
Past diagnosis of depression - people who have had an episode of major depression are at higher risk of a subsequent one
Chronic pain syndromes in particular, but also other chronic conditions, such as diabetes, chronic obstructive pulmonary disease, cardiovascular disease.
On the next page we look at the symptoms of depression and how it is diagnosed. On the final page we discuss the treatments available to those suffering with depression.
1
2
3
NEXT PAGE ▶
Rate this article (click stars to rate) Depression: Causes, Symptoms and Treatments Public / Patient:
3.7 234 ratings Health Professionals:
3.9 77 ratings 121
Ratings require JavaScript to be enabled. email add your opinion
115
1.2k
26
57
35 Recommended related news
Additional information
References
Citations This article originally appeared on Medical News Today on Tuesday 7 April 2009, and was last updated on Wednesday 7 October 2015.
Visit our Depression category page for the latest news on this subject, or sign up to our newsletter to receive the latest updates on Depression.
All references are available in the References tab.
122
There are 77 opinions.Read
our news editors For any corrections of factual information, or to our editorial team, please see our page. Note: Any medical information published on this website is not intended as a substitute for informed medical advice and you should not take any action before consulting with a health care professional. For more information, please read our of use. Close
1.4k Health Professionals
Public / Patient
Spotlight on: Depression
What Is Depression?
123
Our guide to the mental illness of depression, discussing the causes, symptoms and types. We also look at how it is diagnosed and how you can get treatment for depression.
How do antidepressants work?
Learn all about antidepressants. We take a look at when they were first introduced, how many people take them, why they take them and how antidepressants work.
Is Exercise 'Useless' In Treating Depression?
The publication of a study in the BMJ on 6 June triggered a flurry of headlines suggesting that "exercise doesn't help depression". However, all is not as it may seem.
124
What Are The Symptoms Of Depression?
Taking a close look at the psychological, physical and social signs and symptoms of depression. If you want to understand the signs of depression better, read our article.
Serotonin: What is Serotonin?
Learn all about serotonin - a chemical created by the human body that works as a neurotransmitter. Find out about its role in maintaining mood balance.
Most popular in: Depression
Lack of face-to-face almost doubles depression risk for older adults
Depression: not a normal part of aging
How music listening habits affect mental health
Smartphone distraction can ruin a relationship
New depression diagnosis and treatment
Could Alzheimer's drugs or antidepressants help stroke patients? 125
Depression too often reduced to a checklist of symptoms
Three-minute test detects common form of dementia that's hard to diagnose
Knowledge Center -- Select a subject --
Want to see our most detailed pages about specific areas of medicine, including conditions, nutrition and forms of treatment? Visit our Knowledge Center.
Suggested Reading
Bipolar Disorder: Psychiatrists Are Taking A New Approach That Aims To Treat Not Just Symptoms But The Whole Person
Review looks at treatments for severe premenstrual syndrome
What is Prozac (fluoxetine)? What are the side effects of Prozac?
126
Premenstrual Syndrome (PMS): Causes and Treatment Scroll to top Navigate
Our most popular news
MNT editorial articles
Complete category list
MNT knowledge center Your MNT
Personalize MNT
or
MNT newsletters
Share our content About MNT
Our editorial team
us
Advertising with MNT
Submit news articles More from MNT
Accessibility
Help & FAQ
Useful links from MNT
127
News feeds from MNT
| of use | Advertising policy MediLexicon International Ltd, Bexhill-on-Sea, UK © 2004-2015 All rights reserved. MNT is the ed trade mark of MediLexicon International Limited.
This site complies with the HONcode standard for trustworthy health information: here. This page was printed from: http://www.medicalnewstoday.com/articles/8933.php Visit www.medicalnewstoday.com for medical news and health news headlines posted throughout the day, every day.
© 2004-2015 All rights reserved. MNT is the ed trade mark of MediLexicon International Limited. Depression: Symptoms and Diagnosis Last updated: Wednesday 7 October 2015 Last updated: Wed 7 Oct 2015 115 Like1.2k
Depression Mental Health Psychology / Psychiatry Bipolar add your opinion email Knowledge center
128
(Continued from page 1...) Symptoms of depression The criteria used to make a diagnosis of depression are based on the symptoms that are present, so the list of possible symptoms is similar:3,5,10
Depressed mood - feeling sad or low
Reduced interest or pleasure in activities previously enjoyed, loss of sexual desire
Unintentional weight loss (without dieting) or low appetite
Insomnia (difficulty sleeping) or hypersomnia (excessive sleeping)
Psychomotor agitation (for example, restlessness, pacing up and down), or psychomotor retardation (slowed movements and speech)
Fatigue or loss of energy
Feelings of worthlessness or guilt
Worsened ability to think, concentrate or make decisions
Recurrent thoughts of death or suicide, or attempt at suicide.
Signs are the features that may be noticed by the doctor and others - as opposed to the symptoms that patients can describe themselves. Signs of a person with depression include:5
Appearing miserable, tearful eyes, furrowed brows, down-turned corners of the mouth
Slumped posture, lack of eye and facial expression
Little body movement, and speech changes (for example, soft voice, use of monosyllabic words)
Gloomy, pessimistic, humorless, ive, lethargic, introverted, hypercritical of self and others, complaining.
The YouTube video below is produced by the National Alliance on Mental Illness - it gives a picture of the features of depression. 129
Tests and diagnosis of depression Diagnosis of depression starts with a consultation with a general practitioner or mental health specialist (psychologist or psychiatrist).3 It is important to seek the help of a health professional to rule out different causes of depression, ensure an accurate differential diagnosis, and secure safe and effective treatment. As for most visits to the doctor, there may be a physical examination to check for physical causes and coexisting conditions. Questions will also be asked - "taking a history" - to establish the symptoms, their time course, and so on. For depression, a number of structured interviews have been designed to ask questions that are sensitive toward making the diagnosis. These range from one questionnaire that involves just two questions to test for the two "core" symptoms of depression:3
Over the past month, have you often been bothered by feeling down, depressed or hopeless?
Do you have little interest or pleasure in doing things?
Doctors may also follow the criteria set out by the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).4 Here, depression is diagnosed if five or more criteria are met, from a list of nine, and represent a change from normal and have been present for the past two weeks.11 At least one of the symptoms must be one of the two above - that is, either depressed mood or loss of interest or pleasure. The full list of criteria are:3,11
130
Low mood for most of the day every day is one of the flags for depression.
Depressed mood most of the day, nearly every day
Noticeably reduced interest or pleasure in all, or almost all, activities most of the day, nearly every day
Significant unintentional weight loss or low appetite nearly every day
Insomnia or hypersomnia nearly every day
Psychomotor agitation (for example, restlessness, pacing up and down), or psychomotor retardation (depressed body movements, speech, reaction times) nearly every day
Fatigue or loss of energy nearly every day
Feelings of worthlessness or guilt nearly every day
Worsened ability to think or concentrate, or indecisiveness, nearly every day
Recurrent thoughts of death or suicide, or attempt at suicide.
The five or more symptoms must be severe enough to affect daily activities or social interactions, or cause significant distress. It must not be possible to explain them by another medical condition, substance use or other causes.3,11 For example, dementia may present as depression, and vice versa. However, memory testing can distinguish the two, so people being investigated for depression may be asked to answer questions that test their cognitive abilities.3 Other underlying causes of depression that should be diagnosed and treated include:3,5
Carbon monoxide poisoning
Substance misuse (alcohol, anabolic steroids, cannabis, cocaine, narcotics)
Prescription drug side-effects 131
Hypothyroidism
Brain tumor
Parkinson's disease
Vitamin deficiency.
Questionnaires help to diagnose depression and its severity. Some questionnaires help doctors to assess the severity of depression. The Hamilton depression rating scale, for example, has 21 questions, with resulting scores picking up normal (a score of 7 or below) and mild or moderate depression, to severe or very severe.8 The Hamilton scale is the most widely used assessment instrument in the world for clinicians rating depression.8 A similar questionnaire is available online for patients to rate their own depression and severity as an indication of whether they should see a doctor or therapist - it does not provide a definitive diagnosis but can be used to "start a conversation" with a doctor.12 The depression screening tool provided by Mental Health America is interactive and returns an indication once all the questions are answered. Submitting other demographic details is optional, purely for the non-profit's research purposes. Depression or grief? Differential diagnosis Major depression and grief over the death of a loved one share common symptoms but it is possible to distinguish a grief reaction from depression. For example, suicidal thoughts or profound and inappropriate guilt are rare with normal bereavement, and self-esteem tends to be maintained.3,10 132
Other distinguishing features may be that grief comes in waves, whereas depression is constant and unremitting. Or the person suffering a bereavement is able to look forward to the future, whereas a depressed person has no positive feelings for the future.3 Recent developments on treating depression from MNT news Adhering to a healthy diet could reduce risk of depression A new study suggests that those who follow healthy dietary patterns that prominently feature fruit, vegetables, nuts and legumes may be at a reduced risk of depression. New drug combo could help older adults with clinical depression A new clinical trial has demonstrated that combining an antidepressant with an antipsychotic drug could improve clinical depression in older adults who do not respond to regular treatment. Depression: Getting Treatment Last updated: Wednesday 7 October 2015 Last updated: Wed 7 Oct 2015 115 Like1.2k Depression Mental Health Psychology / Psychiatry Bipolar add your opinion email Knowledge center (Continued from page 2...)
133
Treatments for depression Depression is a treatable mental illness that can usually be managed in primary care by a general practitioner, but may be the subject of care by a specialist - a psychiatrist for, example. There are three components to the management of depression:3,5
- ranging from discussing practical solutions to contributing stresses, to educating family
Psychotherapy - also known as talking therapies, such as cognitive behavioral therapy (CBT)
Drug treatment - antidepressants.
Psychotherapy Psychological or talking therapies for depression include cognitive-behavioral therapy (CBT), interpersonal psychotherapy and problem-solving treatment.2 In mild cases of depression psychotherapies are the first-line option for treatment; in moderate and severe cases they may be an adjunctive therapy with other treatment.2,5,6 CBT and interpersonal therapy are the two main types of psychotherapy used in depression. Both talking therapies are present-focused and encourage the regaining of control over mood and functioning:6,7
CBT helps to correct negative thought patterns
Interpersonal therapy looks at the effect of relationships.
CBT may be delivered in individual sessions with a therapist, face-to-face or over the telephone, but it can also be completed via a computer or in groups. Computerized cognitive behavioral therapy is promising in reducing depression symptoms in young people.13 Sessions typically last one or two hours each week for two to four months.3 134
We have a special page with more detailed information about cognitive behavioral therapy. Also see below for information about how cognitive therapy compares with antidepressant treatment. Interpersonal therapy helps patients to identify emotional problems that affect relationships and communication, and how these in turn affect mood and can be changed.14 Interpersonal therapy sessions - conducted over a limited number of weeks - will involve the therapist gaining trust before asking about symptoms and relationships, both through asking questions and providing questionnaires. 15 Antidepressant medications Antidepressants are drugs available on prescription from a doctor, whether one providing primary care treatment, or a psychiatrist. In mild cases of depression, antidepressants are not generally the first-line option for treatment - in which case, psychological therapy may be recommended first.2 Drugs come into use for moderate to severe depression, but are not recommended for children, and will be prescribed only with caution for adolescents.2 A choice of antidepressant medications is available - the individual selection is a matter of personal preference, previous success or failure, adverse side-effects, whether overdose is likely and could be a danger, and interaction with any other treatments being used.3,5 A number of classes of medication are available in the treatment of depression:16
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) - citalopram (Celexa), escitalopram (Lexapro), fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil, Pexeva), sertraline (Zoloft) 135
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) - isocarboxzaid (Marplan), phenelzine (Nardil), selegiline (Emsam skin patch), tranylcypromine (Parnate), tranylcypromine (Phenelzine)
Tricyclic antidepressants - amitriptyline (Elavil), imipramine (Tofranil), nortriptyline (Pamelor), protriptyline (Vivactil), trimipramine (Surmontil)
Atypical Antidepressants - bupropion (Wellbutrin), maprotiline, mirtazapine (Remeron), nefazodone, trazodone
Selective serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI) desvenlafaxine (Pristiq), duloxetine (Cymbalta) venlafaxine (Effexor).
Each class of antidepressant acts on a different neurotransmitter - SSRIs, for example, increase the production of serotonin in the brain, while MAOIs block an enzyme that breaks down neurotransmitters. The exact way in which antidepressant medications work is not fully understood.16 SSRIs are usually tried first, and one in the class can be switched for another that has not proven helpful. Other classes can also be switched in to find effect.3,5 Antidepressant drugs need to be taken for some time before there is effect typically 2 to 3 weeks - and continued for 6 to 12 months.5,16 The drugs should be continued as prescribed by the doctor, even after symptoms have improved, to prevent relapse.6 A warning from the US Food and Drug istration (FDA) says that "antidepressant medications may increase suicidal thoughts or actions in some children, teenagers, and young adults within the first few months of treatment."17 Any concerns should always be raised with a doctor - including any intention to stop taking antidepressants. Less severe adverse side-effects commonly experienced by people taking antidepressant medication include:16
136
Headache
Night sweats
Nausea
Agitation
Sexual problems
Dry mouth
Constipation.
St. John's wort, exercise and other therapies St. John's wort is a herbal treatment (Hypericum perforatum) that may be effective for mild drepression although the evidence is mixed, and it should be noted that it can interact with other drugs, including antidepressants.5,6 Aerobic exercise may help against mild depression since it raises endorphin levels and stimulates the neurotransmitter norepinephrine, related to mood.9 Brain stimulation therapies - including electroconvulsive therapy detailed below are also used in depression. Repetitive transcranial magnetic stimulation - that sends magnetic pulses to the brain - is one that may be effective in major depressive disorder.5,6 Mind-body therapies recommended by complementary and alternative practitioners include:4
Acupuncture
Relaxation techniques such as yoga or tai chi
Meditation
Guided imagery
Massage therapy
Music or art therapy
Spirituality.
137
Electroconvulsive therapy Severe cases of depression that have not responded to drug treatment may benefit from electroconvulsive therapy (ECT), which is particularly effective for psychotic depression.5 MNT has produced detailed information about the treatment on the page about electroconvulsive therapy. Are talking therapies or antidepressants most effective for depression? All medical treatments are prescribed against the individual suitability of the treatment for the person, and the same is true in depression. For some patients it may be a simple matter of choice - perhaps antidepressants are more convenient for some than talking therapies. Another person, meanwhile, may prefer to avoid drug treatment. If there is a question of choosing one or other option based on effectiveness alone, one study tested whether cognitive therapy had an enduring effect and compared this against continued antidepressant medication.18 The conclusion of the 2005 report, published in the journal JAMA Psychiatry, was: "Cognitive therapy has an enduring effect that extends beyond the end of treatment. It seems to be as effective as keeping patients on medication." The study also cited evidence that CBT is associated with less relapse to depression after treatment than medication. Another comparison looked at mindfulness-based cognitive therapy and found that it offered a level of protection similar to antidepressant drugs against relapses of depression.19
138
The trial results were published in The Lancet in April 2015, as reported by MNT. The conclusion was: "Both treatments were associated with enduring positive outcomes in of relapse or recurrence, residual depressive symptoms, and quality of life." Recent developments on depression from MNT news Major depression tied to smaller hippocampus Brain scans of nearly 9,000 participants were taken for a June 2015 study, comparing those of people with major depression with those of people without. Low serotonin is mythical cause of depression, says psychiatry professor The idea that depression is caused by low levels of serotonin and that certain antidepressants raise the levels of this neurotransmitter, is a myth, according to the opinion of a professor of psychiatry writing in The BMJ. Study identifies symptoms of suicide risk for people with depression A new study finds behavior patterns such as risky behavior, psychomotor agitation and impulsivity occur before 50% of suicide attempts. Sleep apnea 'could be misdiagnosed as depression' More than 70% of people with sleep apnea experience symptoms of depression, according to a new study published in the Journal of Clinical Sleep Medicine. Researchers say their findings indicate a possibility that the sleep condition could be misdiagnosed as depression. Lack of face-to-face almost doubles depression risk for older adults
139
Older adults who have little face-to-face with family and friends are at almost twice the risk of developing depression, according to a new study published in the Journal of the American Geriatrics Society. Written by Markus MacGill (http://www.medicalnewstoday.com/articles/8933.php. Diunduh pada tanggal 2 November 2015. Pukul 08.51 WIB).
140