VEKTOR PEMUKIMAN Dosen Pembimbing : Dr. Wijayantono, SKM, M.Kes
KELOMPOK 8
ANNISA ZOLANDA INTAN HUSNUL KHOTIMAH REFITA AGNA NINGSIH SILVI ROSELMA
Pengertian Sanitasi Pemukiman Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2011 pasal 1 ayat (1) tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Menurut WHO, penyehatan lingkungan tempat pemukiman adalah segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan pemukiman beserta lingkungannya dan pengaruhnya terhadap manusia.
Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut :
1. Lokasi • • •
Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang; Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut : • Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi • Debu dengan diameter kurang dari 10g maksimum 150g/m3 • Gas SO2maksimum 0,10 ppm • Debu maksimum 350 mm3/m2per hari. 3. Kebisingan dan getaran • Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A; • Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik 4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman • Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg • Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg • Kandungan Cium (Cd) maksimum 20 mg/kg • Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1mg/kg
5. Prasarana dan sarana lingkungan • Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan; •Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit; • Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat,jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata • Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan; • Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan; • Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan; • Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan,komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan,kesenian, dan lain sebagainya; • Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya; • Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidakterjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkankeracunan.
6. Vektor penyakit • Indeks lalat harus memenuhi syarat; • Indeks jentik nyamuk dibawah 5%. 7. Penghijauan • Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan,keindahan dan kelestarian alam
Jenis-jenis Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu di Pemukiman 1. Nyamuk Nyamuk adalah vektor mekanis penyakit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus.Nyamuk termasuk dalam famili Culicidae (Diphtera) merupakan vektor atau penular utama dari penyakitpenyakit arbovirus (DBD, chikungunya, demam kuning, encephalitis dan lainlain).Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes spp., Culex spp., Anopheles spp., dan Mansonia spp. Adapun penyakit yang disebabkan oleh nyamuk yang ditemui pada pemukiman adalah : a. Malaria b. Filariasis c. DBD d. Chikungunya
2. Lalat Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan larva cacing, luasnya penularan penyakit oleh lalat di alam sukar ditentukan.Dianggap sebagai vektor penyakit typhus abdominalis, salmonellosis, cholera, dysentery bacillarydan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar, tularemia, anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasisdan penyakit spirochaeta. Penyakit yang ditimbulkan oleh lalat serta gejalanya, diantaranya adalah : a. Disentri b. Diare c. Kolera
3. Kecoa Kecoa adalah salah satu serangga yang termasuk dalam ordo Orthoptera. Famili Blattidae merupakan satu-satunya anggota dari ordo Orthoptera yang paling sering dijumpai. Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikroorganisme patogen antara lain streptococcus, salmonella dan lain-lain sehingga mereka berperan dalam penyebaran penyakit antara lain : a. Disentri, b. Diare, c. Cholera, d. Virus hepatitis A, e. Polio pada anak-anak. Penularan penyakit dapat terjadi melalui organisme pathogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organise sebagai bibit penyakit tersebut menkontaminasi makanan
4. Tikus Tikus merupakan vektor mekanik yang dapat menyebabkan penyakit pes dari bakteri Yersinia pestisyang dapat menular melalui gigitan tikus, Salmonellosis dari bakteri salmonella melalui kontaminasi kotoran tikus yang terkontaminasi dengan makanan, demam gigitan tikus dari bakteri Spirillum, demam berdarah dari Hantavirus melalui kotoran, urine, cairan tubuh ataupun terkontaminasi langsung. Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri lepstopira. Manusia dapat terkena penyakit ini melalui luka terbuka dan terkena air yang terkontaminasi dengan kotoran ataupun kencing tikus.
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pengganggu di Pemukiman Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya, dalam lampiran dijelaskan beberapa standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vector dan binatang pengganggu di tempat pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat fasilitas umum.
No
Vektor
Parameter
Satuan Ukur
Nilai Baku Mutu
1
Nyamuk Anopheles sp.
MBR (Man biting rate)
Angka gigitan nyamuk per orang per malam
<0,025
2
Larva Anopheles sp.
Indeks habitat
<1
3
Nyamuk Aedes aegypti dan/atau Aedes albopictus
Angka Istirahat (Resting rate)
Persentase habitat perkembangbiakan yang positif larva Angka kepadatan nyamuk istirahat (resting) per jam
4
Larva Aedes aegypti dan/atau Aedes albopictus
ABJ (Angka Bebas Jentik)
Persentase rumah/ bangunan yang negatif larva yang positif larva
5
Nyamuk Culex sp.
MHD (Man Hour Density)
Angka nyamuk yang hinggap per orang per jam
<1
6
Larva Culex sp.
Indeks habitat
<5
7
Mansonia sp.
MHD (Man Hour Density)
Persentase habitat perkembangbiakan Angka nyamuk yang hinggap per orang per jam
8
Pinjal
Indeks Pinjal Khusus
Jumlah pinjal Xenopsylla cheopis dibagi dengan jumlah tikus yang diperiksa
<1
Indeks Pinjal Umum
Jumlah pinjal yang tertangkap dibagi dengan jumlah tikus yang diperiksa
<2
Angka rata-rata populasi lalat Angka rata-rata populasi kecoa
<2
9
Lalat
Indeks Populasi Lalat
10
Kecoa
Indeks Populasi Kecoa
<0,025 ≥95
<5
<2
1. Man Biting Rate (MBR) Man Biting Rate (MBR) adalah angka gigitan nyamuk per orang per malam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam satu malam (12 jam) dibagi dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam) penangkapan. MBR= 2. Indeks Habitat Indeks habitat adalah persentase habitat perkembangbiakan yang positif larva, dihitung dengan cara jumlah habitat yang positif larva dibagi dengan jumlah seluruh habitat yang diamati dikalikan dengan 100%. Indeks Habitat =
3. Angka Istirahat Angka istirahat (resting rate) adalah angka kepadatan nyamuk istirahat (resting) per jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap dalam satu hari (12 jam) dibagi dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali lama penangkapan (jam) dikali dengan waktu penangkapan (menit) dalam tiap jamnya. RR =
4. Angka Bebas Jentik (ABJ) Angka bebas jentik (ABJ) adalah persentase rumah atau bangunan yang bebas jentik, dihitung dengan cara jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik dibagi dengan jumlah seluruh rumah yang diperiksa dikali 100%. ABJ =
5. Man Hour Density (MHD) Man Hour Density (MHD) adalah angka nyamuk yang hinggap per orang per jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam enam jam dibagi dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan lama penangkapan (jam) dikali dengan waktu penangkapan (menit). MHD = 6. Indeks Pinjal Indeks pinjal khusus adalah jumlah pinjal Xenopsylla cheopis dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap dan diperiksa.Adapun indeks pinjal umum adalah jumlah pinjal umum (semua pinjal) dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap dan diperiksa. Indeks pinjal khusus = Indeks pinjal Umum =
7. Indeks Populasi Lalat Indeks populasi lalat adalah angka rata-rata populasi lalat pada suatu lokasi yang diukur dengan menggunakan flygrill. Dihitung dengan cara melakukan pengamatan selama 30 detik dan pengulangan sebanyak 10 kali pada setiap titik pengamatan. Dari 10 kali pengamatan diambil 5 (lima) nilai tertinggi, lalu kelima nilai tersebut dirata-ratakan. Pengukuran indeks populasi lalat dapat menggunakan lebih dari satu flygrill.
8. Indeks Populasi Kecoa Indeks populasi kecoa adalah angka rata-rata populasi kecoa, yang dihitung berdasarkan jumlah kecoa tertangkap per perangkap per malam menggunakan perangkap lem (sticky trap).
No Binatang Pembawa Penyakit
Parameter
1
Tikus
Success trap
2
Keong Oncomelania Indeks habitat hupensis lindoensis (keong penular Schistosomiasis/demam keong)
Satuan Ukur Persentase tikus yang tertangkap oleh perangkap Jumlah keong dalam 10 meter persegi habitat
Nilai Baku Mutu <1
0
1. Success Trap Success trap adalah persentase tikus yang tertangkap oleh perangkap, dihitung dengan cara jumlah tikus yang didapat dibagi dengan jumlah perangkap dikalikan 100%. Success trap =
2. Indeks Habitat Keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular Schistosomiasis/demam keong) Indeks habitat untuk keong Oncomelania hupensis lindoensis (keong penular Schistosomiasis/demam keong) adalah jumlah keong dalam 10 meter persegi habitat, dihitung dengan cara jumlah keong yang didapat dalam 10 meter persegi. Indeks habitat = Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit adalah kriteria dan ketentuan teknis pada media Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang mencakup jenis, kepadatan, dan habitat perkembangbiakan. Kondisi wilayah tersebut dikaitkan dengan pemenuhan standar baku mutu untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, paling sedikit meliputi: a. Angka kepadatan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai standar baku mutu. b. Habitat perkembangbiakan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai standar baku mutu.
Pengawasan dan Pengendalian Vector dan Binatang Penganggu di Pemukiman Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor dan binatang pengganggu serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. A. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan Metode Fisik, Biologi, Kimia, dan Pengelolaan Lingkungan 1. Pengendalian Metode Fisik Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik dilakukan dengan cara menggunakan atau menghilangkan material fisik untuk menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. a. Pemasangan Perangkap b. Penggunaan raket listrik c. Penggunaan kawat kasa
2. Pengendalian Metode Biologi Pengendalian metode biologi dilakukan dengan memanfaatkan organisme yang bersifat predator dan organisme yang menghasilkan toksin. Organisme yang bersifat predator antara lain ikan kepala timah, ikan cupang, ikan nila, ikan sepat, Copepoda, nimfa capung, berudu katak, larva nyamuk Toxorhynchites spp. dan organisme lainnya. Organisme yang menghasilkan toksin antara lain Bacillus thuringiensisisraelensis, Bacillus sphaericus, virus, parasit, jamur dan organisme lainnya.Selain itu juga dapat memanfaatkan tanaman pengusir/anti nyamuk. 3. Pengendalian Metode Kimia Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit melalui metode kimia dengan menggunakan bahan kimia (pestisida) untuk menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit secara cepat dalam situasi atau kondisi tertentu, seperti KLB/wabah atau kejadian matra lainnya
4. Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan meliputi : a. Modifikasi lingkungan (permanen) b. Manipulasi lingkungan (temporer)
B. Pengendalian Terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Pengendalian terpadu merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan efektifitas, serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Penerapan metode terpadu ini dapat dilakukan dengan: a. Biofisika, misalnya melepaskan predator dan pemasangan perangkap; b. Biokimiawi, misalnya melepaskan predator dan menggunakan pestisida; c. Bioenviro, misalnya melepaskan predator dan melakukan rekayasa lingkungan; d. Fisika kimiawi, misalnya pemasangan perangkap dan menggunakan kelambu berpestisida e. Biofisika kimiawi, misalnya melepaskan predator, pemasangan perangkap, dan menggunakan kelambu berpestisida; f. Bioenviro fisika kimiawi, misalnya melepaskan predator, melakukan rekay