KONSEP DASAR TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI Panjang kanalis inguinalis pada orang dewasa adalah 4 cm. Terbentuk dari annulus inguinalis profundus atau interna sampai annulus inguinalis superfisialis atau eksterna. Kanalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamen inguinalis. Pada neonatus, annulus inguinalis interna terletak hampir tepat posterior terhadap annulus inguinalis eksterna sehingga kanalis inguinalis pada usia ini sangat pendek. Kemudian, annulus interna bergerak ke arah lateral akibat pertumbuhan (Cook, John. 2000)
Gambar 1. Kanalis Inguinalis Anulus profunda merupakan pintu pada fasia tranversalis. Letaknya di pertengahan antara spina iliaka anterior superior dan tuberkulum pubikum. Pembuluh darah epigastrika inferior lewat disebelah medial anulus profunda. Anulus superficialis merupakan defek berbentuk segitiga (Hesselbach’s triangle) pada aponeurosis m. obliquus externus abdominis dan dasarnya dibentuk oleh crista pubica. Pinggir annulus merupakan origo fascia spermatica externa. Batas lateral adalah arteri epigastrika inferior, batas medial adalah m. rectus abdominis bagian lateral, dan batas inferior adalah ligamen inguinalis.
Gambar 2. Hesselbach’s triangle Dinding Kanalis Inguinalis
Anterior: m.obliqus eksterna menutupi seluruh panjang
kanalis di
anterior. Pada sepertiga lateral di gantikan oleh m.obliqus interna.
Superior: m.obliqus interna melengkung ke posterior membentuk atap kanalis.
Posterior: fasia tranversalis membentuk bagian lateral dinding posterior. Tendon gabungan (insersi komunis gabungan dari m.obliqus interna dan m.tranversus ke linea pektineal) membentuk bagian medial dinding posterior.
Inferior: ligamentum inguinale.
Isi Kanalis Inguinalis a. Korda spermatika (atau ligamentum rotundum pada wanita) Korda spermatika dilapisi oleh tiga lapisan yang keluar dari lapisanlapisan dinding bawah abdomen saat korda melewati kanalis inguinalis. Ketiga lapisan tersebut adalah:
Fasia spermatika eksterna: dari aponeurosis m.obliqus eksterna
Fasia dan otot kremaster: dari aponeurosis m.obliqus interna
Fasia spermatika interna : dari fasia tranversalis
Duktus vas deferens atau ligamentum rotundum
A.testikularis : cabang dari aorta abdominalis
Pleksus vena pampiriformis : bergabung membentuk v.Testikularis di regio anulus profunda
Limfatik : dari testis dan epididimis mengalir ke kelenjar getah bening preaorta
Saraf otonom
b. Nervus ilioinguinalis (L1) (Price, A. Sylvia. 2006) B. PENGERTIAN Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 2010). Hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskuloaponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia (Price, A. Sylvia. 2006) Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut lipat paha pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2003). Hernia scrotalis adalah hernia yang melalui cincin inguinalis dan turun ke kanalis pada sisi funikulus spermatikus pada bagian anterior dan lateral, yang dapat mencapai scrotum, hernia ini disebut juga hernia inguinalis indirect (Sachdeva, 2008). C. ETIOLOGI Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis. Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah: 1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis. 2. Kerja otot yang terlalu kuat. 3. Mengangkat beban yang berat. 4. Batuk kronik. 5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan. (Sjamsuhidajat , 2010 ; Sachdeva, 2008). D. PATOFISIOLOGI Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate. Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior
kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis (Mansjoer, 2010 ; Sjamsuhidajat, Jong, 2010). E. MANIFESTASI KLINIK Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar. Pemeriksaan melalui scrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2010, hal 314).
F. PATHWAYS KEPERAWATAN
Aktivitas mengejan saat bak atau bab, batuk kronis, mengangkat benda berat, obesitas Merangsang lokus minoris resistance Tekanan intra abdominal meningkat Kanalis inguinalis tertekan oleh isi abdomen (usus) Kanalis inguinalis terbuka, isi abdomen (usus) masuk ke dalam kanalis inguinalis Prosesus tidak mengalami obliterasi (tetap terbuka) HERNIA INGUINALIS lateralis
medialis Penonjolan isi perut di lateral pembuluh epigastrik inferior
TIA kronik Otot dinding Trigonum hasselbach melemah Penonjolan ke belakang kanalis inguinalis dan terpisah dari vesikulus spermatikus Tidak turun ke skrotum
Melalui annulus inguinalis Regangan mesentrium, internus isi segmen masuk ke kantung hernia
Obstruksi usus Gangguan aliran isi dan vaskuler usus Hernia strangulata
Kerusakan neuromuskuler, spasme otot.
Nyeri pada daerah inguinalis
Kerusakan mobilitas fisik
nyeri
Funikulus spermatikus
Peristal tic usus tergang gu
Kanalis inguinalis
Mual, Pembesaran diare, skrotum konstipasi, anoreksia Resiko perubahan nutrisi Hernioraphy
Perubahan perfusi jaringan Syamsuhidayat & Jong, 2010
ansietas
Mansjoer, 2010 Doenges, M.E., 2002
G. PENATALAKSANAAN 1. Konservatif a.
Reposisi Spontan ;
Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan pasien. Pasien harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen. Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut pasien. Tempat tidur pasien dimiringkan 15⁰ - 20⁰, di mana kepala lebih rendah daripada kaki (Trandelenburg). Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan eksternal rotasi maksimal (seperti kaki kodok). Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin untuk mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan. Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan secara elektif b.
Reposisi bimanual: Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi. Penekanan tidak boleh dilakukan pada apeks hernia karena justru akan menyebabkan isi hernia keluar melalui cincin hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis bedah bila reposisi telah dicoba sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.
2. Pembedahan Indikasi pembedahan:
Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk Ada kontraindikasi dalam pemberian sedativa misal alergi
(Debas, Haile T. 2003) Hernia
pada
anak-anak
harus
diperbaiki
secara
operatif
tanpa
penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif. Pada pria dewasa, operasi cito terutama pada keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Pada anak-anak pembedahan dilakukan dengan
memotong cincin hernia dan membebaskan kantong hernia (herniotomy). Sedangkan pada orang dewasa dilakukan herniotomy dan hernioraphy, selain dilakukan pembebasan kantong hernia juga dilakukan pemasangan fascia sintetis berupa mesh yang terbuat dari proline untuk memperbaiki defek. Kedua tindakan herniotomy dan hernioraphy disebut juga dengan hernioplasty.
Manajemen Operasi Hernia a. Anestesi. Anestesi dapat general, epidural (spinal) atau lokal. Anestesi epidural atau lokal dengan sedasi lebih dianjurkan. b. Insisi. Oblique atau tranverse, 0,5 inchi diatas titik midinguinal (6-8 cm). Setelah memotong fascia scarpa dan vena superfisialis, insisi diperdalam hingga mencapai aponeurosis musculus obliquus eksternus. c. Membuka canalis inguinalis. Identifikasi ring eksterna yang terletak pada aspek superior dan lateral dari tuberculum pubicum. Dinding anterior dari kanalis inguinalis dibuka sejajar serat dari aponeursis musculus obliquus eksternus, lakukan preservasi N. Iliohipastric dan N.ilioinguinal. Lakukan identifkasi dan mobilisasi spermatic cord, dimulai dari bagian tuberculum pubicum, mobilisasi secara sirkular, dan retraksi dengan penrose drain atau kateter foley. d. Identifikasi kantong hernia. Kantong hernia indirek ditemukan pada aspek anteromedial dari spermatic cord. Setelah dijepit dengan klem, kantong diotong ke arah proksimal. Pada hernia direk, kantong hernia ditemukan di trigonum Hesselbach. e. Eksisi kantong hernia. Pada kantong hernia indirek, setelah kantong dibuka semua isi kantong hernia, dapat berupa usus atau omentum, dimasukkan ke dalam intra-abdomen. Kemudian leher hernia dijahit dan diligasi. Kantong dieksisi dibagian distal dari ligasi. Sementara pada hernia direk kantong dapat diinsersikan ke rongga peritoneum, namun pada kantong yang besar diakukan eksisi pada kantong. Pada bayi dan anak-anak, operasi hernia terbatas dengan memotong kantong hernia. Tidak diperlukan repair pada hernia bayi dan anak. Hal ini didasarkan bahwa sebagian besar hernia pada anak tidak disertai dengan kelemahan dinding abdomen. (Norton, Jeffrey A. 2001)
Teknik Hernia Repair a. Bassini repair Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1889, merupakan teknik yang simple dan cukup efektif. Prinsipnya adalah approksimasi fascia tranversalis, otot tranversus abdominis dan otot obliqus internus (ketiganya dinamai the bassini triple layer) dengan ligamentum inguinal. Approksimasi dilakukan dengan menggunakan jahitan interrupted. Teknik dapat digunakan pada hernia direk dan hernia indirek.
b. Tension-Free Herniorrhaphy/ Lichtenstein Teknik ini menggunakan mesh prostetik untuk untuk mencegah terjadinya tension. Dapat dilakukan dengan anastesi lokal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik ini memberikan outcome yang lebih baik; pasien lebih cepat untuk kembali berkerja, nyeri pasca operasi yang lebih minimal, pasien lebih nyaman dan rekurensi yang lebih minimal. Teknik ini dapat digunakan baik pada hernia direk maupun hernia indirek. Variasi teknik dengan menggunakan mesh telah berkembang hingga menggunakan mesh plug, disamping mesh patch seperti tenik diatas. Mesh plug digunakan untuk mengisi defek pada hernia. Mesh patch ini dapat dikombinasikan dengan mesh plug, dan teknik ini cukup berkembang saat ini. Teknik ini juga dapat digunakan pada kasus-kasus hernia rekuren.
c. McVay (Cooper Ligament) repair Pada teknik ini terdapat dua komponen penting; repair dan relaxing incision. Repair dilakukan dengan approksimasi fasia tranversalis ke ligamentum Cooper. Repair menggunakan benang nonabsorbable, 2.0 atau 0. Repair dimulai dari tuberculum pubicum dan berjalan ke arah lateral. Jahitan pertama merupakan jahitan terpenting karena pada bagian tersebut sering terjadi rekurensi. Langkah kedua adalah relaxing incision secara vertikal pada fascia anterior musculus rectus. Teknik ini dapat digunakan untuk hernia inguinalis dan femoralis.
d. Shouldice Repair
Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari Bassini repair.
Pada
tenik
ini
jahitan
yang
digunakan
adalah
running
sutures/countinues. Jahitan pertama dimulai dari tuberculum pubicum kemudian ke lateral untuk aproksimasi otot obliqus internus, otot tranversus abdominis dan fascia tranversalis (bassini triple layers) dengan ligamentum inguinal. Jahitan diteruskan hingga ke arah ring interna. Jahitan yang sama kemudian dilanjutkan dengan berbalik arah, dari ring interna ke tuberculum pubicum. Jahitan kedua dilakukan aproksimasi antara otot obliqus internus dengan ligamentum inguinal dengan ligamentum inguinal dimulai dari tuberculum pubicum. Karena jahitan aproksimasi pada teknik ini yang berlapis, kejadian rekurensi dari teknik ini jarang dilaporkan.
e. Repair Dengan Laparoskopi Terdapat tiga teknik yang berkembang untuk repair hernia dengan laparoskopi yaitu; transabdominal preperitoneal (TAPP), intraperitoneal onlay mesh (IPOM), totally ekstraperitoneal (TEP). Mengenai ketiga teknik laparoslopi ini akan ada pembahasan khusus. H. Komplikasi Komplikasi saat pembedahan antara lain:
Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika. Lesi nervus ileohypogastrika,ileoinguinalis. Lesi vas defferens, buli buli, usus
Komplikasi segera setelah pembedahan:
Hematome Infeksi
Komplikasi lanjut:
Hidrokel Atrofi Testis Hernia residif
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi.
a. Aktivitas/istirahat Tanda dan gejala: > atropi otot , gangguan dalam berjalan riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama. b. Eliminasi Gejala:
konstipasi,
mengalami
kesulitan
dalam
defekasi
adanya
inkontinensia atau retensi urine.
c. Integritas ego Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d. Neuro sensori Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
e. Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku, semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan. f.
Keamanan Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
(Doenges, 1999, hal 320 – 321) 2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi syaraf, spasme otot Kriteria hasil: 1) Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol. 2) mengungkapkan metode yang memberi penghilangan. 3) mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik. Intervensi:
1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor pencetus atau yang memperberat Rasional
: Membantu
menentukan
pilihan
intervensi
dan
memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap therapy. 2) Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30 derajat pada posisi lateral Rasional
: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dari tonjolan discus.
3) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan Rasional
: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar discus intervertebralis.
4) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau visualisasi Rasional
: memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5) Kolaborasi dalam pemberian therapy Rasional
: Intervensi
cepat
dan
mempercepat
proses
penyembuhan. b. Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis situasional, perubahan status kesehatan Kriteria hasil: 1) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang. 2) Mengkaji
situasi
terbaru
dengan
akurat
mendemonstrasikan
ketrampilan pemecahan masalah. Intervensi: 1) Kaji tingkat ansietas klien, tentukan bagaimana pasien menangani masalahnya sebelumnya dan sekarang Rasional
: Mengidentifikasi
keterampilan
keadaannya sekarang.
untuk
mengatasi
2) berikan informasi yang akurat Rasional
: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan pad pengetahuannya.
3) berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya Rasional
: Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang perlu diungkapkan dan diberi respon.
4) Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien Rasional
: Orang
terdekat
memungkinkan
mungkin pasien
secara untuk
tidak
sadar
mempertahankan
ketergantungannya. c. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot Kriteria hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko dan aturan pengobatan individual. Intervensi: 1)
Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik Rasional
: Tergantung pada bagian tubuh yang terkena atau jenis prosedur yang kurang hati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal.
2)
Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi, berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien Rasional
: Immobilitas
tang
dipaksakan
dapat
memperbesar
kegelisahan, peka terhadap rangsang. 3)
Bantu
pasien
dalam
melakukan
aktivitas
ambulasi progresif Rasional
: Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi tang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
4)
Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat Rasional
: Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot.
5)
Berikan atau Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif, pasif Rasional
: Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang, memperbaiki mekanika tubuh.
d. resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus Kriteria hasil: 1) Meningkatkan masukan oral. 2) Menjelaskan faktor penyebab apabila diketahui. Intervensi: 1) Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional
: Mencukupi
kalori
sesuai
kebutuhan,
memudahkan
menentukan intervensi yang sesuai dan mempercepat proses penyembuhan. 2) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan klien tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil Rasional
: Klien dapat mengontrol masukan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan, yang digunakan sebagai cadangan energi yang untuk beraktivitas.
3) Timbang berat badan dan pantau hasil laboratorium Rasional
: Dapat
digunakan
untuk
memudahkan
melakukan
intervensi yang akurat dan sesuai dengan kondisi klien. 4) Anjukan klien untuk menjaga kebersihan mulut secara teratur pantau klien dalam melakukan personal hygiene. Rasional
: Meningkatkan nafsu makan dan memberi kenyamanan dalam mengkonsumsi makanan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi.
5) Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan mengurangi nafsu makan Rasional
: Menentukan
intervensi
yang
sesuai
meningkatkan
masukan oral. e. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan hematoma
Kriteria hasil: Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal. intervensi:
1) Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik Rasional
: Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan resolusi edema, inflamasi sekunder.
2) Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam Rasional
: Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan resiko hematoma.
3) Pantau tanda-tanda vital catat kehangatan, pengisian kapiler Rasional
: Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral mual, muntah.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi Rasional
: Terapi
cairan
pengganti
hipovolemi. (Doengoes, 1999; Carpenito, 1997)
DAFTAR PUSTAKA
tergantung
pada
derajat
Arief Mansjoer( 2010 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media Aesculapius FKUI Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital. Switzerland. WHO. 151-156.Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC, pp. 519-37 Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management. New York: Springer Doengoes, M.E, et al. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EG Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran Norton, Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803. Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta: EGC Sachdeva R., Kochhar A., and Banga K., 2008. Efficacy of Nut rition Counseling on the Knowledge, Attitude, and Practices of Working Women. Stud Home Comm Sci2 (2): 99-102. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta