Penerapan HAC pada Produksi Makanan Pengertian HAC HAC (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan keamanan pangan yang mendasarkan kepada suatu kesadaran bahwa bahaya (hazard) berpeluang timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, dan harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HAC adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dan tidak mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Sistem HAC bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko atau zero-risk. Akan tetapi, HAC dirancang untuk meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan dalam suatu proses produksi pangan. Sistem HAC juga merupakan suatu alat manajemen risiko yang digunakan untuk melindungi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Sistem HAC dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan sejak mulai dari produsen bahan baku utama pangan (pertanian, peternakan), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir (konsumen). Keberhasilan dalam penerapan HAC membutuhkan tanggung jawab penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga kerja yang terlibat dalam suatu rantai produksi pangan. Keberhasilan penerapan HAC juga membutuhkan pendekatan tim, tim ini harus terdiri dari tenaga ahli yang tepat.
Mengapa HAC Penting ? Terdapat paling tidak dua hal mengapa HAC penting diterapkan, termasuk dalam industri bakeri. Pertama persoalan keamanan pangan merupakan hal yang tidak bisa ditawar dalam produk pangan, dan hal yang kedua adalah kegagalan menjamin keamanan pangan dapat mengakibatkan hal-hal berikut : Penyakit dan kematian konsumen, recall atau penarikan produk, tindakan pemerintah (teguran sampai penutupan izin usaha), penahanan dan pemusnahan produk, dan yang paling penting adalah kehilangan kepercayaan konsumen. Disamping itu adanya produk baru muncul di pasar dengan cepat, metode dan peralatan pengolahan baru, pasar dunia dan perubahan pola konsumsi , Emerging pathogens (munculnya pathogen baru), dan adanya kebutuhan harmonisasi internasional dalam perdagangan dunia menyababkan HAC menjadi kebutuhan dasar bagi produsen pangan.
Penerapan HAC di industri pangan Penerapan HAC di industri pangan bersifat spesifik untuk setiap jenis produk, setiap proses, dan setiap pabrik. Disamping itu diperlukan prasyarat dasar berupa penerapan GMP dan SSOP. Faktor penting untuk suksesnya penerapan HAC dalam industri pangan adalah sangat ditentukan oleh komitmen manajemen untuk menyediakan makanan aman. Menyusun pedoman implementasi HAC dengan langkah-langkah penerapan secara sistematis dalam 12 langkah, yang terdiri dari lima langkah awal persiapan dan diikuti dengan tujuh langkah berikutnya yang merupakan tujuh prinsip HAC. Kedua belas langkah tersebut digambarkan sebagai suatu alur tahap penerapan HAC sebagai berikut : Tahap 1 : Menyusun tim HAC Langkah pertama dalam penyusunan HAC adalah membentuk tim yang terdiri dari beberapa anggota dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja yang beragam (multi disiplin). Jumlah Tim HAC terdiri dari 5-6 orang dari berbagai bagian atau latar belakang keilmuan misalnya ahli mikrobiologi, sanitasi, ahli kimia, ahli rekayasa, bagian pembelian, bagian QA/QC dst. Orang-orang yang dilibatkan dalam Tim yang ideal adalah
meliputi : (1) Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control; (2) Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi); dan (3) Personil dari bagian Teknis/Engineering; dan (4) Ahli Mikrobiologi. Salah seorang anggota selanjutnya dipilih sebagai ketua Tim. Ketua Tim hendaknya sudah memahami penyusunan rencana HAC atau diantara tim harus sudah ada yang mengikuti pelatihan HAC dan/atau audit HAC. Tim yang dibentuk bertugas menyusun suatu rencana HAC. Untuk itu tim harus bertemu secara rutin untuk melakukan diskusi dan brainstorm dalam menyusun Rencana HAC. Tahap 2 : Mendeskripsikan produk Langkah kedua dalam penyusunan rencana HAC adalah mendeskripsikan produk. Tim HAC harus memilih produk mana yang akan dibuat rencana HACnya jika memiliki lebih dari satu jenis produk. Informasi yang harus ada pada saat mendeskripsikan produk meliputi komposisi, karakteristik produk jadi, metode pengolahan yang diterapkan kepada produk tersebut (pH, aw, kadar air), metode pengawetan yang diterapkan kepada produk tersebut, pengemas primer, pengemas untuk transportasi, kondisi penyimpanan, metode distribusi, umur simpan yang direkomendasikan, pelabelan khusus, petunjuk penggunaan, pengawasan khusus dalam distribus dan dimana produk akan dijual. Tahap 3 : Mengidentifikasi tujuan penggunaan Pada tahap ini, Tim HAC mengidentifikasi cara penggunaan produk oleh konsumen, cara penyajian, serta kelompok konsumen yang mengkonsumsi produk. Penting diketahui apakah produk akan langsung dikonsumsi (ready to eat) atau akan dimasak terlebih dahulu oleh konsumen. Harus diingat terdapat kelompok konsumen berisiko tinggi yang meliputi bayi, lansia, kelompok immunocompromised (ibu hamil, orang sakit, orang yang menjalani kimoterapi, pasien AIDS) Tahap 4 : Menyusun diagram alir Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HAC dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara jelas mengenai: • Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan dan penundaan dalam proses, • Bahan-bahan yang dimasukkan kedalam proses seperti bahan baku, bahan pengemas, air, udara dan bahan kimia, • Keluaran dari proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku, product-inprogress, produk reproses (rework), dan produk yang dibuang (ditolak). Tahap 5 : Mengkonfirmasi diagram alir di lapang Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HAC harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan. Diagram alir proses yang harus diverfikasi ditempat, dapat dilakukan dengan cara : • Mengamati aliran proses • Kegiatan pengambilan sampel • Wawancara • Mengamati operasi rutin/non-rutin
Tahap 6 : Melakukan analisis bahaya Analisis bahaya meliputi kegiatan : 1. Mengidentifikasi bahaya 2. Menentukan kepentingan (signifikansi) bahaya 3. Mengidentifikasi tindakan pencegahan Identifikasi Bahaya Dengan merujuk pada diagram alir proses, tim HAC mendaftarkan semua bahaya yang nyata atau potensial yang mungkin diperkirakan layak terjadi pada setiap tahap proses. Bahaya tersebut meliputi bahaya Biologi atau mikrobiologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. Kajian Risiko (Signifikansi) Bahaya 1. Kemungkinan bahaya akan terjadi Hal ini biasanya disebut PELUANG bahaya akan terjadi. Tim HAC perlu mempertimbangkan kemungkinan (peluang) untuk setiap bahaya yang telah diidentifikasi. Pemeriksaan ini dapat berdasarkan pada : pengetahuan dari Tim HAC; pustaka mengenai mikrobiologi pangan, HAC, produk pangan, dan pengolahan pangan, makalah ilmiah penelitian; jurnal; pemasok; produsen pangan atau prosesor lain; informasi mengenai penarikan produk; keluhan konsumen; daerah-daerah proses, bahan baku, atau produk yang telah diidentifikasi merupakan daerah bermasalah. Kemungkinan bahaya yang terjadi secara sederhana dapat dinilai sebagai tinggi, sedang, atau rendah. Tingkat keseriusan bahaya • keseriusan bahaya dapat ditetapkan dengan melihat dampaknya terhadap kesehatan konsumen, dan juga dampak terhadap reputasi bisnis • keseriusan bahaya juga dapat dinilai : rendah, sedang atau tinggi Dengan menggabungkan peluang dengan berat ringannya bahaya akan dapat ditetapkan tingkat RISIKO (SIGNIFIKANSI) bahaya yang dinyatakan sebagai tinggi, sedang atau rendah. Pendekatan seperti ini dapat digunakan untuk menetapkan jenis tindakan pengendalian yang harus dimiliki di tempat dan semakin tinggi risiko bahaya, maka semakin tinggi pula frekuansi pemantauan yang ditetapkan. Dengan demikian bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan signifikansinya, seperti terlihat dalam tabel di bawah ini. Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan keparahan (severity) suatu bahaya. Penetapan Tindakan Pencegahan Tahap selanjutnya setelah menganalisis bahaya adalah mengidentifikasi tindakan pencegahan yang mungkin dapat mengendalikan setiap bahaya. Tim kemudian harus mempertimbangkan apakah tindakan pencegahan, jika ada, dapat diterapkan untuk setiap bahaya. Tindakan pencegahan adalah semua kegiatan dan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya atau memperkecil pengaruhnya atau keberadaannya pada tingkat yang dapat diterima. Lebih dari satu tindakan pencegahan mungkin dibutuhkan untuk pengendalian bahaya-bahaya yang spesifik dan lebih dari satu bahaya mungkin dikendalikan oleh tindakan pencegahan yang spesifik. Tindakan pencegahan dapat berupa tindakan yang bersifat kimia, fisik atau lainnya yang dapat mengendalikan bahaya keamanan pangan. Tindakan pencegahan dalam mengatasi bahaya dapat lebih dari satu bila dibutuhkan. Tahap ini merupakan tahap penting setelah analisis bahaya. Tindakan pencegahan didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dapat menghambat timbulnya bahaya kedalam produk dan mengacu pada prosedur operasi yang diterapkan pada setiap tahap pengolahan. Oleh karena konsep HAC bersifat pencegahan, maka dalam mendesain sistem HAC tindakan pencegahan harus selalu menjadi perhatian.
Tahap 7 : Menentukan titik-titik pengendalian kritis (C) Untuk setiap bahaya yang signifikan maka harus ditetapkan apakah suatu Titik kendali Kritis atau bukan. Titik kendali kritis adalah suatu tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima sehingga resiko dapat diminimalkan. Apabila tahap ini tidak dapat dikendalikan maka dapat menimbulkan bahaya keamanan pangan. Tim HAC menetapkan dimanan bahaya-bahaya yang tinggi risikonya dapat dikendalikan. C dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Untuk membantu menemukan dimana seharusnya C yang benar, dapat digunakan Diagram Pohon Keputusan C (C Decision Tree), seperti tergambar pada Gambar 2. Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan membawa Tim HAC secara logis memutuskan apakah C atau bukan. Disamping diagram pohon kepurusan untuk proses, untuk membantu menetapkan dapat juga digunakan Pohon Keputusan C untuk bahan baku dan formulasi. Tahap 8 : Menentukan batas-batas kritis untuk masing-masing C Untuk setiap C yang teridentifikasi maka harus ditentukan batas kritis. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini tidak boleh dilewati untuk menjamin bahwa C secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Kriteria yang lazim digunakan untuk menentukan batas kritis adalah kriteria fisik seperti suhu, waktu, tingkat kelembaban, Aw dan kekentalan, serta criteria kimia seperti pH, residu klorin bebas, kadar asam tertitrasi, konsentrasi pengawet, konsentrasi garam. Krineria mikrobiologi tidak digunakan sebagai batas kritis karena pengukurannya memerlukan waktu lama. Selain itu pengukuran fisik dan kimia dapat digunakan sebagai indikator pengukuran atau pengendalian mikrobiologis. Tahap 9 : Menentukan suatu sistem monitoring atau pemantauan untuk masingmasing C Prosedur Pemantauan (Monitoring) adalah tahapan pengamatan atau pengukuran batas kritis secara terencana untuk menghasilkan rekaman yang tepat dan ditujukan untuk meyakinkan bahwa batas kritis tersebut mampu mempertahankan keamanan produk. Tim HAC menetapkan rangkaian prosedur pemantauan untuk tiap-tiap batas kritis yang ditetapkan yang mencakup apa, siapa, di mana, kapan dan bagaimana pemantauan tersebut dilakukan. Pertanyaan apa dijawab dengan apa yang harus dimonitor, yaitu berdasarkan batas kritis yang ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan mengapa dijawab dengan alasan bahwa apabila tidak dimonitor dan melampaui batas kritis akan menyebabkan tidak terkendalinya bahaya tertentu dan memungkinkan menyebabkan tidak amannya pro-duk. Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada titik mana atau pada lokasi mana moni-toring harus dilakukan. Pertanyaan bagaimana menanyakan metode monitoring, apakah secara sensori, kimia, atau pengukuran tertentu. Berikutnya adalah pertanyaan kapan dila-kukan monitoring, idealnya minimal dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau data lain yang menetapkan periode suatumonitoring. Terakhir adalah pertanyaan siapa yang melakukan monitoring, dimanaidealnya adalah personil yang mempunyai akses yang sangat mudah pada C, mempunyai keterampilan dan pengetahuan akan C dan cara monitoring, sangat terlatih dan berpengalaman. Dengan menetapkan batas kritis maka diperoleh data dan informasi untuk mendasari keputusan-keputusan, mendapat early warning jika ada penyimpangan, mencegah/meminimalkan kehilangan produk, menunjukkan sebabsebab timbulnya masalah dan menyediakan dokumen bahwa produk telah dihasilkan sesuai dengan rencana HAC. Semua dokumen dan pencatatan yang berhubungan dengan
monitoring C harus ditandatangani oleh seseorang yang melakukan monitoring dan oleh penanggung jawab. Tahap 10 : Menentukan tindakan koreksi jika ada penyimpangan dari batas kritis Tindakan Koreksi adalah semua tindakan yang diambil jika hasil pemantauan pada C menunjukkan penyimpangan batas kritis (kehilangan kendali) karena jika kendali hilang, maka produk menjadi tidak memenuhi syarat. Dalam pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu : a. Tindakan Segera (Immediete Action), yaitu penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali dan menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan. b. Tindakan Pencegahan (preventive Action), yaitu pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi. Tahap 11 : Menentukan prosedur verifikasi Tim HAC menyusun suatu prosedur untuk meyakinkan bahwa rencana HAC sudah valid dan bahwa rencana HAC yang disusun sudah diimplementasikan seperti yang direncanakan. Verifikasi adalah aplikasi suatu metode, prosedur, pengujian atau evaluasi lainnya untuk menetapkan kesesuaian suatu pelaksanaan dengan rencana HAC. Verifikasi memberi jaminan bahwa rencana HAC telah sesuai dengan kegiatan operasional seharihari dan akan menghasilkan produk (makanan) dengan mutu baik dan/atau aman untuk dikonsumsi. Secara spesifik, prosedur verifikasi harus menjamin bahwa: • Rencana HAC yang diterapkan benar-benar tepat untuk mencegah timbulnya bahaya proses dan bahaya produk. • Prosedur pemantauan dan tindakan koreksi masih diterapkan. • Internal audit, pengujian mikrobiologi/kimia pada produk akhir tercatat.
Tahap 12 : Menentukan sistem dokumentasi dan sistem penyimpanan catatan/rekaman Dokumen atau Rekaman Data adalah bukti tertulis bahwa suatu tindakan telah dilakukan. Dokumen diisusun dengan menggunakan formulir/boring. Dokumen tersebut dapat digunakan (1) untuk keperluan inspeksi dan (2) untuk mempelajari kerusakan yang mengakibatkan penyimpangan dan menemukan tindakan koreksi yang sesuai. Jenis Dokumen (Rekaman Data) yang harus ada dalam penyusunan rencana HAC adalah: - Rencana HAC dan semua materi pendukungnya - Dokumen Pemantauan - Dokumen Tindakan Koreksi - Dokumen Verifikasi. Dengan telah disusunnya sistem dokumentasi, maka selesailah penyusunan rencana HAC. Rencana HAC dapat berubah jika terjadi perubahan pada bahan baku, tata letal pabrik, penggantian peralatan, perubahan program pembersihan/sanitasi, penerapan prosedurprosedur baru, perubahan kelompok konsumen produk dan adanya informasi baru tentang suatu bahaya. \
Contoh deskripsi produk Hase so’on daging giling yaitu: A. Nama Produk : Hase so’on daging giling B. Bahan : 1. So’on So’on merupakan bahan makanan yang bentuknya menyerupai mi berwarna bening yang terbuat dari tepung beras dan teksturnya keras sehingga perlu dilunakan dengan cara direndam dalam air dingin. Bahaya yang mungkin terjadi pada so’on sebagai bahan dasar hase so’on antara lain adalah munculnya jamur pada penyimpanan yang terlalu lama dan pada proses pembuatan di produsen. Selain itu bahaya fisik yang mungkin terjadi adalah adanya kotoran (sisa streples dan kertas merk). Cara pencegahan dari bahaya yang mungkin terjadi adalah penyimpanan pada gudang makanan kering dengan suhu 10-21oC.2 memberikan spesifikasi dan penyimpanan dengan sistem FIFO (First In First Out). 2. Daging Sapi Daging didefinisikan sebagai urat atau otot yang melekat pada kerangka kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga. Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat. Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot. Banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam daging akan menentukan tingkat kealotan / kekerasan daging. Praktek hiegienis merupakan faktor terpenting dalam menangani produk daging. Daging memiliki komposisi air, protein, lemak, dan mineral yang merupakan sumber makanan bagi bakteri. Beberapa bakteri yang senantiasa menyertai dan dapat mengkontaminasi daging, serta dapat menyebabkan penyakit atau keracunan jika melampaui batas / jumlah aman, antara lainEscherchia coli, Salmonella sp, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum, dan Staphylococcus aureus. a. Escherchia coli Escherchia coli adalah bakteri yang terdapat pada bagian usus, dapat mengkontaminasi daging saat hewan dipotong. Cara pencegahannya adalah dengan tidak membeli daging yang tidak hiegienis serta memasak daging sampai matang. b. Salmonella sp Bakteri Salmonella biasanya terdapat pada produk unggas/karkas ayam / telur, terutama yang diletakkan atau disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam. Gejala penyakit karena terinfeksi Salmonella adalah muntah, diare, demam, dan sakit perut. Cara pencegahannya adalah tidak menyimpan produk daging bersamasama dengan produk ayam tanpa dikemas, tidak menggunakan peralatan (pisau, talenan) yang sama untuk proses ayam dan daging, tidak membeli roduk daging dari pedagang yang tidak mempraktekkan proses yang hiegienis, memanaskan makanan pada suhu 620C selama 30 menit atau 720C selama 15 menit dapat memusnahkan 1200 spesies Salmonella dalam makanan. c. Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes merupakan bakteri penyebab penyakit melalui peralatan yang kotor dan pada bahan makanan seperti susu, olahan susu, unggas, produk unggas, sayur-sayuran, salad, dan seafood. Berbeda dengan bakteri penyebab penyakit lainnya, Listeria monocytogenes mampu berkembang biak pada suhu
dingin di kulkas yaitu 4,4 – 6,10C dan mempunyai ketahanan 4 (empat) kali lebih kuat terhadap panas daripada Salmonella. Cara pencegahannya adalah dengan memasak produk daging sampai matang, menerapkan hidup hiegienis. d. Clostridium botulinum Toksin yang dihasilkan C. botulinum akan menyerang sistem saraf manusia dan gejala ini akan terlihat setelah 12 – 48 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi C. botulinum. Bakteri ini terdapat pada makanan kaleng dan daging yang dikemas vakum. Cara pencegahannya dengan memasak pada suhu 800C selama 10 menit akan dan menginaktifkan toksin, sedangkan memasak pada suhu yang lebih tinggi dan lebih lama akan menghancurkan spora. e. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus akan menghasilkan toksin yang tahan panas dan mengkontaminasi makanan yang kaya protein. Toksin S. aureus biasanya diproduksi saat daging yang sudah matang diletakkan pada suhu kamar selama lebih dari 2 jam. Toksin yang terbentuk tidak dapat dihancurkan dengan memanaskan kembali daging yang sudah matang tersebut. Gejala keracunan seperti muntah dan sakit perut akan muncul 2 – 6 jam setelah mengkonsumsi daging yang terkontaminasi. Cara pencegahannya adalah dengan praktek hiegienis dan memasak produk daging sampai matang. 3. Minyak Minyak goreng adalah lemak yang digunakan sebagai media penggoreng. Minyak goreng yang umum dipakai adalah minyak goreng nabati berbentuk cair pada suhu kamar. Hal yang perlu diperhatikan untuk memilih minyak goreng adalah faktor citarasa, stabilitas atau ketahanan terhadap panas, nilai gizi, aspek kesehatan, harga, dan khususnya untuk industri besar adalah faktor jaminan ketersediaan. Ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng akibat otooksidasi radikal asam lemak tak jenuh dalam minyak yang menyebabkan adanya citarasa dan bau yang tidak enak (tengik), hal ini dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan misalnya timbulnya kanker akibat radikal bebas. Proses ketengikan tersebut dapat dihambat dengan antioksidan, dan dengan penyimpanan lemak yang baik, yaitu dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin, wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel, harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. 4. Kecap Kecap merupakan bumbu dapur atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang rasanya manis atau asin. Bahan dasar pembuatan kecap umumnya adalah kedelai atau kedelai hitam. Namun adapula kecap yang dibuat dari bahan dasar air kelapa yang umumnya berasa asin. Kecap manis biasanya kental dan terbuat dari kedelai, sementara kecap asin lebih cair dan terbuat dari kedelai dengan komposisi garam yang lebih banyak, atau bahkan ikan laut. Selain berbahan dasar kedelai atau kedelai hitam bahkan air kelapa, kecap juga dapat dibuat dari ampas padat dari pembuatan tahu. Bahaya yang mungkin terdapat pada kecap adalah pada proses pembuatannya di pabrik, kontaminasi lalat, kecoa, semut, dan hama serangga lain yang dapat memindahkan organisme dari sumber yang tercemar patogen ke dalam makanan. Selain itu juga dapat disebabkan dari bahan yang digunakan dalam pembuatannya, yakni kedelai yang mungkin terkontaminasi pestisida, misalnya DDT. Selain itu, adanya bahan-bahan tambahan dalam pembuatan kecap juga berpotensi menimbulkan bahaya, seperti pengawet, zat pewarna, dan pemanis. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan spesifikasi dan penyimpanan dengan sistem FIFO (First In First Out).
5. Garam Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuk kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl). Garam dapat digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Bahaya yang mungkin terdapat pada garam adalah Salmonella (yang hidup pada kandungan garam 6%), Listeria monocytogenes (yang hidup pada kandungan garam 10%), Staphylococcus aureus (yang hidup pada kandungan garam 20%). Bahaya tersebut dapat dicegah dengan penyimpanan yang sesuai, di gudang penyimpanan bahan makanan kering dengan suhu 10 - 21o C.
C. Proses 1. Penerimaan Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan awal untuk memeriksa, menimbang, dan mencatat mengenai jumlah dan macam bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan pembelian. Selanjutnya adalah ihkan bahan makanan lalu disimpan di gudang ( gudang basah maupun kering). Untuk ihkan bahan makanan berupa daging diperlukan air hangat untuk mencucinya sehingga hygienis. Alat yang diperlukan di area penerimaan bahan makanan adalah : trolley barang, timbangan, meja kerja dan sink untuk mencuci bahan makanan. 2. Persiapan Persiapan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi ihkan, memotong, mengupas, menggiling, mengocok, merendam bahan makanan untuk diproses diarea masak sesuai dengan menu yang telah ditentukan. Dalam hal ini, proses persiapan untuk pembuatan hase so’on daging giling adalah merendam so’on dengan air dingin, menyiapkan bumbu, dan menggiling daging dengan meat mincer. Bahaya yang mungkin terjadi perendaman so’on dengan air dingin tidak dapat mematikan bakteri atau jamur yang mungkin muncul saat penyimpanan, kebersihan daging giling karena kurang terjaganya kebersihan alat penggiling serta kontaminasi saat penggilingan dan persiapan bumbu. Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan kembali hygienitas dan sanitasi yang baik dalam proses persiapan. 3. Pemorsian 4. Pendistribusian Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani. Diupayakan makanan dapat disajikan tepat pada saat jam makan pasien dan makanan masih dalam kondisi hangat serta perlu penghangat makanan sehingga tidak merubah rasa dari makanan dan menjaga agar suhu makanan tidak berada pada suhu yang termasuk danger zone (10-600C). Untuk menjaga makanan tetap hygienis maka wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus tertutup. 5. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan dapat bertindak sebagai sumber kontaminasi, jika tidak dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar. Pencucian memiliki dua tujuan, yaitu membuang sisa makanan dari peralatan yang dapat menyokong pertumbuhan organisme dan melepaskan mikroorganisme, dan melepaskan mikroorganisme yang hidup. Biasanya kedua tujuan tersebut dapat dicapai melalui pencucian dengan air yang sangat panas (sekitar 800 C) atau
pencucian dengan air dan detergen diikuti dengan sanitizer seperti senyawa hipoklorit, iodophors atau quaternary ammonium untuk memusnahkan mikroorganisme yang melekat. 6. Penjamah makanan Penanganan makanan dapat memasukan dan menyebarkan mikroorganisme patogen. Penjamah makanan dapat membawa patogen tanpa mengalami efek sakit yang serius pada diri mereka. Staphylococcus sp. umumnya berhubungan dengan kulit, hidung, tenggorokan dan lesi kulit yang terinfeksi. Cara pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan hands glove atau sarung tangan plastik untuk menghindari kontaminasi dari bakteri.
Analisis Makanan Penerapan HAC pada Produksi Makanan
Nama
: Ni Luh Ayu Sari Sawitri
NPM
: 2012210818
Kelas
:
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2014