REFERAT
TRAUMA ABDOMEN
Pembimbing: Luciana Wardoyo, dr., Sp. B
Penyusun: Stephanie Aurelia Santoso 1522314010
SMF/BAG ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2016 REFERAT TRAUMA ABDOMEN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Evaluasi abdomen adalah suatu bagian penilaian awal pasien cedera. Penilaian sirkulasi selama survei primer pada pasien trauma tumpul harus meliputi evaluasi awal untuk mencari kemungkinan perdarahan abdomen. Mekanisme cedera, kekuatan energi, lokasi cedera dan status hemodinamik pasien menentukan prioritas dan metoda terbaik untuk penilaian keadaan abdomen. Cedera abdomen selalu merupakan penyebab dari kematian yang dapat dicegah. Ruptur organ berongga, perdarahan organ solid, tidak mudah untuk ditemukan, dan sering penilaian pasien dipersulit dengan adanya intoksikasi alkohol, penggunaan narkoba, cedera otak dan spinal, dan cedera struktur yang berdekatan, seperti tulang kosta dan tulang belakang. Pasien dapat kehilangan darah cukup banyak didalam rongga abdomen, tanpa perubahan dramatis dari penampilan dan belum tentu disertai gejala iritasi peritoneum. Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul batang tubuh secara langsung, deselerasi, atau trauma tajam harus dianggap menderita cedera organ intra-abdomen, cedera vaskular, sampai dibuktikan tidak ada kerusakan organ tersebut. Trauma abdomen dibagi menjadi dua, karena cedera tumpul atau cedera penetrasi. Trauma tumpul abdomen sering didapatkan di unit gawat darurat dengan etiologi berbagai macam, sedangkan trauma tembus abdomen disebabkan karena luka tusuk atau tembak. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana tata laksana trauma abdomen.
Gambar 1. Trauma Tembus Abdomen pada Hepar REFERAT TRAUMA ABDOMEN
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Abdomen Daerah abdomen sebagian tertutup oleh thorax bawah. Abdomen anterior
didefinisikan sebagai area diantara margin kosta di superior, ligamnetum inguinale, dan simfisis pubis di inferior, dan linea aksilaris anterior. Mayoritas dari organ cedera abdomen anterior umumnya mencederai organ berongga. Daerah thoraco-abdomen adalah daerah inferior dari garis trans-nipple di anterior dan infraskapular di posterior, dan superior dari margin kosta. Area ini, sebagian terlindungi oleh kosta, terdapat diagnframa, hepar, limpa, dan gaster. Karena diagframa dapat naik sampai interkostal empat sewaktu ekspirasi maksimal, fraktur dari kosta bawah atau trauma tajam dibawah garis puting susu dapat mencederai organ intra-abdomen. Daerah flank adalah daerah diantara garis aksilaris anterior dan posterior dari celah interkostal ke-enam sampai krista iliaka. Tebalnya otot dinding abdomen di lokasi ini lebih tebal daripada aponeurosis dinding anterior, berfungsi sebagai barier terhadap luka penetrans, terutama luka tusuk. Daerah punggung adalah daerah di posterior, dari mulai garis aksila posterior, mulai dari ujung skapula sampai krista iliaka. Sama seperti tebalnya dinding abdomen di daerah flank, ketebalan dinding posterior berfungsi sebagai berier terhadap luka penetrasi. Daerah punggung dan flank berisi organ retroperitoneal. Daerah di belakang lapisan peritoneum ini berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, hampir seluruh duodenum, pankreas, kedua ginjal, dan ureter, dinding posterior kolon asenden dan desenden. Cedera pada struktur organ retroperitoneal sulit dideteksi karena area tersebut jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik, dan pada awalnya belum menimbulkan gejala atau tanda peritonitis. Selain itu organ retroperitoneal tidak terdeteksi dengan pemeriksaan DPL (Diagnostic Peritoneal Leakage) dan juga tidak terlihat jelas dengan FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma) (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012).
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
3
Gambar 2. Regio abdomen. 3 bagian abdomen adalah kavum peritoneum, kavum pelvis, dan rongga retroperitoneal
2.2
Trauma Tumpul Trauma tumpul adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada semua kelompok umur. Trauma tumpul abdomen biasa merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas. Organ-organ yang sering mengalami cedera adalah hepar, limpa, retroperitoneum, usus halus, ginjal, kandung kemih, kolon desenden, diagframa, dan pankreas.
Gambar 3. Trauma tumpul abdomen. Cedera ginjal kanan dengan darah pada perirenal. Pada pasien yang mengalami trauma tumpul, organ yang paling sering terkena adalah limpa (40-55%), hepar (35-45%), dan usus halus (5-
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
4
15%). Selain itu terdapat insidensi hematom retroperitoneal sebanyak 15% dari seluruh pasien yang menjalani laparotomi untuk trauma tumpul. a.
Insiden Satu tinjauan dari National Pediatric Trauma Registry oleh Cooper dkk melaporkan bahwa 8% dari pasien (total = 25301) telah cedera abdominal. 83% dari cedera mereka disebabkan karena mekanisme trauma tumpul. 59% dari trauma tumpul tersebut berhubungan dengan kecelakaan mobil. Tinjauan dari Singapura menjelaskan trauma sebagai penyebab kematian terkemuka pada usia 1-44 tahun. Trauma abdomen tumpul menyumbang 79% kasus tersebut. Jenis kelamin berdasarkan data dari nasional dan internasional angka kejadian pria dengan wanita adalah 60:40. Usia puncak insidensi terjadi pada usia 14-30 tahun.
b.
Etiologi Penyebab tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan bermotor.
Penyebab-penyebab umum
lainnya termasuk terjatuh dan kecelakaan industri atau rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat disebabkan oleh: pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (seat-belt).
Gambar 4. Cedera lap belt.
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
5
c.
Mekanisme Cedera Cedera intra-abdomen karena trauma tumpul dapat dibagi menjadi 3 mekanisme. Mekanisme pertama adalah deselerasi. Deselerasi secara cepat menyebabkan pergerakan berbeda dari struktur-struktur yang terkait. Menyebabkan organ solid, viseral, dan vaskular menjadi robek terutama pada bagian yang fixed. Sebagai contoh, distal aorta melekat pada tulang belakang torakal, sehingga ketika ada trauma, maka menjadi ruptur. Situasi yang mirip terjadi pada ginjal. Deselerasi juga menyebabkan robekan pada hepar sepanjang ligamentum teres. Bucket handle injuries terhadap usus halus juga merupakan contoh deceleration injuries.
Gambar 5. Bucket Handle Injuries Mekanisme kedua adalah crushing (tumbukan langsung), seperti kontak dengan kemudi mobil atau terhimpit pintu mobil, menyebabkan isi intra-abdominal crushed diantara dinding abdomen anterior dan kolumna vertebralis, sehingga terjadi ruptur organ solid, dengan perdarahan sekunder, kontaminasi isi organ, disertai peritonitis. Mekanisme ketiga adalah kompresi eksternal, dari trauma langsung atau kompresi eksternal terhadap benda tertentu (lap belt, kolumna spinalis). Tekanan kompresi eksternal menyebabkan peningkatan secara langsung dan cepat dari tekenan intra-abdominal sehingga menyebabkan ruptur organ berongga.
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
6
Gambar 6. Tabel cedera batang tubuh dan leher akibat dari sabuk pengaman (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012)
2.3 Trauma Penetrasi Luka tembak dengan proyektil peluru velositas tinggi, adalah penyebab paling sering dari trauma penetrasi abdomen (64%), diikuti dengan luka tusuk (31%) dan luka karena senjata shotgun (5%). Trauma penetrasi abdomen muncul karena kekerasan di rumah tangga. Hal ini disebabkan karena faktor sosioekonomi. a.
Epidemiologi Menurut data dari National Center for Injury Prevention adn Control (NCI) trauma penetrasi terjadi pada 35% pasien yang ada di pusat trauma di perkotaan pada kelompok umur 1-44 tahun.
b.
Mekanisme cedera Luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara laserasi dan sayatan. Luka tembak kecepatan tinggi menstransfer energi kinetik lebih banyak terhadap organ abdomen dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih luas.
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
7
Luka tusuk dapat melintang mengenai struktur abdomen dan paling sering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diagframa (20%) dan kolon (15%). Luka tembak dapat mencederai berbagai organ intra-abdomen tergantung dari arah tembakan, efek kavitasi, dan kemungkinan fragmentasi peluru. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), kolon (40%), hepar (30%), dan struktur pembuluh darah (25%). Cedera yang disebabkan karena ledakan senapan tergantung dari jenis senapan dan jarak senapan ke pasien.
Gambar 7. Luka tusuk sering mencederai hepar, usus halus, diagframa, dan kolon. 2.4
Evaluasi Trauma a. Anamnesis Ketika menilai pasien korban kecelakaan lalu lintas, anamnesis harus meliputi kecepatan kendaraan, tipe tabrakan (arah berlawanan, arah samping, gesekan, tertabrak dari belakang, atau terguling), penyok kendaraan yang menghimpit kabin, tipe sabuk pengaman, adanya airbag, posisi pasien dalam kendaraan, dan keadaan penumpang lain bila ada. Pada pasien yang jatuh dari ketinggian, seberapa tinggi jatuhnya penting untuk menentukan potensi cedera deselerasi. Ketika menilai pasien yang mengalami trauma penetrasi, anamnesis harus meliputi kapan terjadinya, jenis senjata (pisau, pistol genggam, senapan laras panjang), jarak pasien dari penyerang (terutama pada luka tembak, dimana cedera organ mayor sangat
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
8
berkurang bila jarak tembak kurang dari 3 meter), jumlah tusukan atau tembakan, dan jumlah darah yang keluar dari luka. Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan dalam anamnesis pasien (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012):
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation
b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti, dan sistematis dengan urutan standar: inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan stabilitas pelvis, uretra, perineum, dan colok dubur. Hasil temuan, baik positif maupun negatif harus didokumentasikan pada catatan medis. 1)
Inspeksi •
Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tandatanda luka luar, seperti abrasi dan atau ekimosis.
•
Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma intra abdominal (lap belt abrasions, steering wheel–shaped contusions). Lap belt marks berhubungan dengan rupturnya usus halus dan meningkatkan insidensi dari luka pada intra abdominal lainnya.
•
Observasi
pernapasan
pasien,
karena
pernapasan
abdominal mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan juga adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada daerah abdomen. •
Cullen sign (periumbilical ecchymosis) mengindikasikan perdarahan retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak langsung positif. Jika ditemukan memar dan
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
9
bengkak pada daerah panggul kita harus curiga kearah trauma retroperitoneal.
Gambar 8. Cullen’s sign •
Adanya kebiruan yang melibatkan region flank, punggung bagian bawah (Grey Turner sign) menandakan adanya perdarahan retroperitoneal yang melibatkan pankreas, ginjal, atau fraktur pelvis.
Gambar 9. Grey Turner Sign •
Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya luka, perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar.
2)
Auskultasi Auskultasi abdomen bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya bisisng usus. Adanya darah intraperitoneal
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
10
atau isi usus dapat menyebabkan ileus, sehingga bising usus menghilang, namun temuan ini tidak spesifik karena ileus dapat disbebakan karena cedera ekstraabdominal. 3)
Perkusi dan Palpasi Kecenderungan abdomen
(voluntary
pemeriksaan
untuk
mengeraskan
guarding)
abdomen.
dapat
Sebaliknya
dinding
menyulitkan
defans
muskuler
(involuntary guarding) adalah tanda yang andal dari iritasi peritoneum. Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan apakah didapati nyeri serta menentukan lokasi nyeri tekan superficial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas tekan. Nyeri lepas tekan biasanya menandakan adanya peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi usus. Perkusi menyebabkan sedikit gerakan peritoneum dan dapat merangsang iritasi peritoneum. Bila rangsang peritoneum positif, tidak perlu dilakukan pemeriksaan nyeri tekan lepas. 4)
Penilaian Stabilitas Pelvis Pada truma tumpul abdomen perlu juga disertai kecurigaan adanya fraktur pelvis. Untuk menilai stabilitas pelvis, yaitu dengan cara menekankan tangan pada tulangtualng iliaka untuk membangkitkan gerakan abnormal atau nyeri tulang yang menandakan adanya fraktur pelvis. Adanya hipotensi mungkin merupakan satu-satunya tanda adanya fraktur pelvis dengan instabilitas kompleks ligamentum posterior. Pemeriksaan fisik sugestif ke fraktur pelvis bila dicurigai adanya ruptur uretra (letak prostat tinggi, hematom
skortum,
perdarahan
dari
meatus
uretra),
ketidaksesuaian panjang tungkai, deformitas rotasional tungkai (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012). .
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
11
5)
Pemeriksaan Uretra, Perineum, dan Rektum Adanya darah pada meatus uretra sangat sugestif adanya cedera uretra. Inspeksi skrotum dan perineum untuk ekimosis atau hematom untuk mencari tanda-tanda ruptur uretra. Pada pasien dengan trauma tumpul, tujuan colok dubur adalah untuk memeriksa tonus sfingter dan memeriksa integritas mukosa rektum, menentukan posisi prostat (prostat letak tinggi menandakan adanya ruptur uretra), dan identifikasii adanya fraktur tulang pelvis. Pada pasien dengan trauma penetrasi, colok dubur dilakukan untuk memeriksa tonus sfingter dan mencari adanya darah dari perforasi usus. Kateter foley tidak boleh dipasang pada pasien dengan hematom perineum dan prostat letak tinggi.
c. Tambahan Pemeriksaan Fisik Kateter lambung dan urin sering dipasang sebagai bagian dari fase resusitasi, setelah problem airway, breathing, dan circulation didiagnosis dan diterapi. Tujuan pemasangan kateter lambung pada proses resusitasi adalah untuk menghilangkan dilatasi lambung akut, dekompresi lambung sebelum DPL, dan mengeluarkan isi lambung. Kateter lambung dapat mengurangi risiko aspirasi. Adanya darah dalam cairan lambung menandakan adanya cedera esofagus atau saluan cerna atas, bila penyebab perdarahan di nasofarinf dan atau orofaring telah disingkirkan. Tujuan utama kateter urin pada proses resusitasi adalah untuk mengatasi retensi, dekompresi kandung kemih sebelum DPL, dan pemantauan produksi urin sebagai indeks perfusi jaringan. 2.5
Pemeriksaan Penunjang 1)
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah, complete blood count (CBC), kimia darah, amilase
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
12
serum, urinalisis, pemeriksaan koagulasi, tipe golongan darah, etanol darah, analisa gas darah. a)
Complete blood count Hematokrit dapat berguna sebagai dasar penilaian pada pasien trauma abdomen, terlabih untuk jika diukur secara berkala untuk
melihat perdarah
yang terus
berlangsung. b)
Tes Fungsi hepar o LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul abdomen, namun tes ini juga bisa tinggi akibat penggunaan alkohol. o Kenaikan kadar aspartate aminotransferase (AST) or alanine aminotransferase (ALT) lebih dari 130 U menandakan adanya perlukaan di hepar. o Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik untuk indikator pada trauma hepar. Pemeriksaan Kadar amilase
c)
Kadar amilase dan lipase dalam serum tidak terlalu memiliki arti penting untuk menunjang diagnostik. Kadar amilase dan lipase yang normal dalam serum tidak dapt menyingkirkan
kecurigaan
adanay
trauma
pankreas.
Peningkatan mungkin mengarah pada cedera pankreas, tapi juga mungkin dari cedera abdomen non pankreas. Jika ada kecurigaan cedera pankreas, masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, misal CT scan. d)
Urinalisis Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa termasuk pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria atau mikroskopik hematuria,
e)
Golongan darah, skrining, dan crossmatch. Pada pasien trauma harus dilakukan pengecekan golongan darah dan cross-match, sebagai antisipasi jika
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
13
sewaktu-waktu diperlukan transfusi, terlebih pada pasien dengan perdarahan yang mengancam jiwa. 2)
Pemeriksaan Radiologi 2.1
X-ray untuk trauma abdomen Pemeriksaan x-ray thoraks AP dianjurkan untuk penilaian pasien dengan trauma tumpul multipel. Pasien dengan hemodinamik tidak stabil karena trauma penetrasi tidak memerlukan pemeriksaan x-ray. Bila hemodinamik nomal dan terdapat trauma penetrasi diatas umbilikus atau ada kecurigaan cedera thoracoabdominal, foto thoraks tegak berguna
untuk
menyingkirkan
hemothoraks
atau
pneumothoraks, atau untuk mencari udara bebas di intraperitoneal (foto LLD). 2.2
DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada penatalaksanaan trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien yang memiliki resiko tinggi cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan dan USG hanya terdeteksi sedikit cairan, dan pada pasien dengan demam yang nyata, peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini berlangsung selama 6-12 jam setelah cedera organ berongga. Kontraindikasi DPL hanya jika pasien akan dilakukan laparotomi (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012). Indikasi: •
Perubahan sensorium – cedera kepala,intoksikasi alkohol, penggunaan obat terlarang.
•
Perubahan perasaan – cedera jaringan saraf tulang belakang.
•
Cedera pada struktur berdekatan – tulang iga bawah, panggul, tulang belakang dari pinggang bawah (lumbar spine).
• REFERAT TRAUMA ABDOMEN
Pemeriksaan fisik yang meragukan. 14
•
Hilang kontak dengan pasien dalam waktu cukup lama, misalnya pembiusan umum atau pemeriksaan X-ray yang memerlukan waktu lama
•
Lap belt sign (kontusio dinding abdomen) dengan kecurigaan cedera usus halus.
Tabel 1. Kriteria untuk trauma abdomen yang positif DPL Index
Positive
Equivocal
Blood
>10 mL
-
Fluid
Enteric contents
-
Red blood cells
>1.000.000 / mm3
>20.000 / mm3
White blood cells
>1.000.000 / mm3
>500 / mm3
Enzyme
Amylase >20 IU/L and alkaline phosphatase >3 IU/L
Amilase >20 IU/L or alkaline phosphatase >3 IU/L
Bile
Confirmed biomechanically
-
Aspirate
Lavage
2.3
FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma) FAST adalah salah satu alat untuk mendeteksi perdarahan secara cepat. Pada FAST, tekonologi ultrasound digunakan
untuk
deteksi
hemoperitoneum.
Indikasi
pemeriksaan sama dengan DPL. Lokasi yang diperiksa adalah
ruang
perikardium,
fossa
hepatorenal,
fossa
splenorenal, dan pelvis, atau cavum Douglas. FAST dapat deteksi hemoperitoneum masif (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012).
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
15
Gambar 10. Trauma tumpul abdomen dengan hasil normal pada Morrison’s Pouch (Legome, 2016)
Gambar 11. Trauma tumpul abdomen dengan cairan pada Morrison’s Pouch (Legome, 2016)
2.4
Computed Tomography (CT scan) Suatu
prosedur
diagnostik
yang
memerlukan
transport pasien ke tempat pemeriksaan, pemberian zat kontras, dan scanning saluran cerna atas dan bawah, dan juga dada bagian bawah dan pelvis. Prosedur ini hanya dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil. CT scan dapat REFERAT TRAUMA ABDOMEN
16
memberi informasi cedera organ yang spesifik, termasuk luas cedera, dapat mendiagnosis cedera retroperitoneal dan cedera organ pelvis, yang sulit dideteksi dengan pemeriksaan fisik, FAST, dan DLP. Kontraindikasi relatif dari pemeriksaan
CT
antara
lain
apabila
menyebabkan
keterlambatan penanganan, pasien tidak kooperatif yang tidak dapt disedasi, atau memiliki alergi terhadap zat kontras.
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
17
Gambar 12. Gambaran CT-scan trauma abdomen (Legome, 2016) Gambar A. Destruksi parenkim lobus hepar kanan bagian posterior dengan ekstravasasi darah. Gambar B. Menunjukkan subkapsular hematom. Gambar C. Trauma tumpul limpa dengan ekstravasasi dan disrupsi parenkim. Tabel 2. Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada Trauma Tumpul (ATLS (Advanced Trauma Life ), 2012). DPL Indikasi
USG
CT Scan
Menentukan
Menentukan
Menentukan organ
adanya
cairan bila BP ↓
cedera
perdarahan
bila
bila
BP
normal
BP ↓ Keuntungan
- Diagnosis cepat - Diagnosis cepat, - Paling spesifik dan sensitive
tidak invasif, dan untuk cedera
- Akurasi 98%
dapat diulang
- Akurasi 92-98%
- Akurasi 86-97% Kerugian
Invasive,
gagal Tergantung
Membutuhkan
untuk mengetahui operator distorsi biaya dan waktu cedera diafragma gas
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
usus
dan lebih lama
18
atau cedera retro- udara di bawah Tidak mengetahui peritoneum
kulit
cedera diafragma
Gagal mengetahui usus, dan pankreas cedera diafragma usus,
dan
pankreas
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
19
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
20
2.5
Penatalaksanaan 1)
Survei Primer Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure). Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit (Sabiston, 2012).
a.
Airway Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dgn bebas ? Jika ada obstruksi, lakukan :
b.
Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
Breathing Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan : Beri oksigen
c.
Circulation Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan.
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil d.
Disability dan Exposure Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar.
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat dicari semua cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka immobilisasi harus dikerjakan.
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
21
Gambar 12. Algoritma sistem triase (Sabiston, 2012) REFERAT TRAUMA ABDOMEN
22
Gambar 13. Algoritma penilaian awal pasien dengan trauma (Sabiston, 2012)
Gambar 14. Indikator syok pada pasien trauma (Sabiston, 2012)
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
23
2.6
Survei Sekunder Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi survei primer.
2.7
Terapi Konservatif: Terapi konservatif dilakukan apabila tidak ada indikasi laparotomi segera atau hasil pemeriksaan penunjang tidak mengungkapkan adanya cedera organ intraabdomen yang nyata. Terapi konservatif dengan cara observasi, dapat dilakukan sampai 2x24 jam. Volume efektif resusitasi adalah dengan mengontrol perdarahan eksterna dan memberikan solusi kristaloid lewat 2 jalur IV perifer (18gauge). Berikan bolus cepat kristaloid. Instabilitas hemodinamik adalah bila telah diberikan 2 L cairan kristaloid pada pasien dewasa menunjukkan ada perdarahan yang sedang terjadi dan merupakan indikasi transfusi darah (Legome, 2016). Manajemen non-operatif didasarkan pada diagnosis CT dan stabilitas hemodinamik. Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen, tata laksana non-operatif telah menjadi standar terapi. Angiografi merupakan modalitas pada manajemen trauma tumpul abdomen. Digunakan untuk mengontrol perdarahan, sehingga terhindar dari non-terapeutik laparotomi. SAE (Splenic artery embolotheraphy) walaupun bukan merupakan standar terapi, tindakan ini merupakan salah satu dari manajemen non-operatif pada pasien dengan kerusakan limpa (Legome, 2016).
2.8
Terapi Operatif: Dilakukan laparotomi eksplorasi dengan insisi median. Indikasi laparotomi eksplorasi: 1.
Tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, yaitu adanya syok hipovolemi dengan distensi abdomen yang progresif.
2.
Tanda-tanda peritonitis generalisata
3.
Pneumoperitoneum pada foto thoraks
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
24
4.
Pada foto thoraks tampak gambaran hernia diafragmatika (Ruptur diafragma)
5.
Cairan lavase keluar melalui pipa drainase rongga pleura
6.
Pada tidakan DPL, keluar darah >10 ml atau cairan usus > jumlah eritrosit > 100.000/mm3 cairan lava sejumlah leukosit > 500/mm cairan lavaseamilase > 20UI/L cairan lavase.
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal: syok; bising usus tidak terdengar; prolaps visera melalui luka tusuk; darah dalam lambung, buli-buli, rektum; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif; cairan bebas dalam rongga perut).
Gambar 15. Algoritma evaluasi trauma penetrasi abdomen (Brunicardi, 2010)
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
25
Gambar 16. Algoritma evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen (Brunicardi, 2010)
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
26
Gambar 17. Manajemen trauma tumpul abdomen pada pasien pediatri (Schacherer, Miller, & Petronis, 2014)
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
27
2.9
Prognosis Kematian karena trauma penetrasi abdominal bergantung dari seberapa luas cedera yang terjadi. Pasien yang mengalami cedera fasia anterior dinding abdomen tanpa kerusakan peritoneum mempunyai tingkat mortalitas 0% dan morbiditas rendah, di lain hal, kerusakan multiorgan dengan hipotensi, base defisit kurang dari -15mEq/L HCO3, temperatur tubuh kurang dari 35oC, dan terbentuknya koagulopati mempunyai tingkat mortalitas tinggi. Faktor-faktor yang meningkatkan mortalitas adalah:
Jenis kelamin perempuan
Waktu interval lama antara trauma dengan operasi
Adanya syok
Adanya trauma kranialis Rasio kematian dipengaruhi oleh hipotensi sebelum di rumah sakit,
perdarahan luas,asidosis dengan pH kurang dari 7, kadar laktat > 20 mmol/L, atau base deficit lebih negatif dari – 15 mEq HCO3 (Offner, 2014). Secara garis besar, prognosis pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen baik. Mortalitas pasien 5-10% yang mengalami trauma tumpul abdomen (Legome, 2016). .
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
28
BAB 3 KESIMPULAN
1.
Terdapat tiga regio abdomen: rongga peritoneum, rongga retroperitoneum, dan rongga panggul. Pada panggul terdapat komponen peritoneal maupun retroperitoneal.
2.
Konsultasi dengan dokter ahli bedah dari sejak awal diperlukan pada pasien dengan kemungkinan cedera intraabdomen yang masuk ke unit gawat darurat. Setelah fungsi vital pasien kembali baik, evaluasi dan pengelolaan tergantung mekanisme cedera.
3.
Pasien cedera tumpul multipel dengan hemodinamik abnormal harus segera dinilai untuk mencari perdarahan intraabdominal atau kontaminasi dari saluran cerna, dengan melakukan FAST atau DPL.
4.
Indikasi untuk CT scan pada pasien dengan hemodinamik normal termasuk nyeri abdomen yang tidak dapat dievaluasi penyebabnya. Keputusan untuk operasi berdasarkan organ apa yang terkena, dan derajat beratnya cedera.
5.
Semua pasien dengan trauma penetrasi abdomen yang disertai hipotensi, peritonitis, atau eviserasi, memerlukan laparotomi segera. Pasien dengan luka tembak yang menembus rongga peritoneum atau organ/pembuluh darah retroperitoneum juga memerlukan laparotomi. Pasien asimptomatik dengan luka tusuk abdomen anterior yang mempenetrasi fasia atau peritoneum yang dibuktikan pada waktu eksplorasi luka, memerlukan evaluasi lanjutan, terdapat beberapa alternatif yang dapat dilakukan.
6.
Pasien asimptomatik dengan luka tusuk flank atau punggun yang pada permukaannya tidak jelas kelainan, perlu dievaluasi dengan pemeriksaan fisik serial atau contrast-enhanced CT, dapat dilakukan laparotomi eksploratif bila perlu.
7.
Pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi abdomen termasuk: a)
Mengembalikan fungsi vital dan mengoptimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan
b) Mengenal secara cepat sumber perdarahan dengan disertai usaha kontrol perdarahan melalui cara: REFERAT TRAUMA ABDOMEN
29
Laparotomi
Embolisasi angiografi
c) Mengerti mengenai mekanisme cedera yang terjadi d) Pemeriksaan fisik awal yang teliti, diulang secara seria dengan interval waktu yang regular e) Memilih tindakan diagnostik yang sesuai, dengan kehilangan waktu seminimal mungkin f) Tetap mempunyai indeks kecurigaan yang tinggi terhadap cedera retroperitoneal dan vaskular yang tidak segera terlihat.
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
30
DAFTAR PUSTAKA
ATLS (Advanced Trauma Life ) (8th ed.). (2008). Chicago: American College of Surgeons. ATLS (Advanced Trauma Life ) (9th ed.). (2012). Chicago: American College of Surgeons. Brunicardi, C. F. (2010). Schwartz's Principles of Surgery (9th ed.). The McGrawHill Companies, Inc.: New York. Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta Legome, E. L. (2016, Maret 15). Blunt Abdominal Trauma Treatment & Managemen. Diambil kembali dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/1980980-treatment#d10 Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta Offner, P. (2014, April 27). Penetrating Abdominal Trauma Treatment & Management. Diambil kembali dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment#d10 Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal Trauma in Adult. UpToDate. Sabiston, D. C. (2012). Sabiston textbook of surgery : the biological basis of modern surgical practice (19th ed.). Canada: Elsevier. Schacherer, N., Miller, J., & Petronis, K. (2014, Oktober). Pediatric Blunt Abdominal Trauma In The Emergency Department: Evidence-Based Management Techniques. EB Medicine, 11(10), 1-24. Dipetik Juli 4, 2016
REFERAT TRAUMA ABDOMEN
31